muslimx.id – Rencana Pemerintah Provinsi DKI Jakarta menaikkan tarif parkir demi mendanai subsidi transportasi publik menuai reaksi keras dari publik. Partai X mengkritik kebijakan ini sebagai bentuk pemungutan yang tidak adil terhadap rakyat kota. Kebijakan seperti ini, menurut sudut pandang Islam, mengancam prinsip keadilan sosial dan tanggung jawab negara sebagai pelayan rakyat, bukan pemungut atas nama proyek.
Gubernur Pramono Anung menyatakan dana dari tarif parkir dan sistem jalan berbayar (ERP) akan dialihkan untuk membiayai MRT, LRT, dan TransJakarta, serta transportasi gratis bagi 15 kategori masyarakat. Namun hingga kini belum ada jaminan manfaat yang merata ataupun efisiensi sistem yang nyata.
Islam: Kepemimpinan adalah Amanah, Bukan Alat Penarikan Paksa
Dalam Islam, pemimpin adalah pelayan (khadim) bagi rakyat, bukan penguasa yang berhak mengambil kebijakan tanpa mendengar beban umat. Rasulullah SAW bersabda:
“Imam (pemimpin) adalah pengurus (ra’in) dan dia bertanggung jawab atas rakyat yang dia urus.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Ketika kebijakan ekonomi dibuat tanpa mendengar aspirasi rakyat kecil dan menengah, maka telah terjadi ketimpangan antara kebijakan dan prinsip pelayanan. Kebijakan yang membebani rakyat kota dengan dalih subsidi adalah pengalihan beban yang tidak sesuai syariat, sebab rakyat tidak boleh menanggung beban negara yang salah kelola.
Hak Atas Mobilitas Adalah Bagian dari Maqashid Syariah
Dalam maqashid syariah, Islam menekankan perlindungan atas kebutuhan dasar manusia (hifz al-nafs, hifz al-mal, hifz al-din, hifz al-‘aql, hifz al-nasl). Akses terhadap mobilitas dan ruang publik yang aman, terjangkau, dan layak adalah bagian dari perlindungan harta dan jiwa rakyat.
Jika akses terhadap ruang kota (seperti tempat parkir atau jalan umum) menjadi komoditas yang dikendalikan oleh tarif tinggi, maka hak rakyat atas fasilitas umum tergantikan oleh mekanisme komersial, yang bertentangan dengan nilai maslahah (‘kemaslahatan umum’) dalam Islam.
Kritik Islam: Jangan Jadikan Rakyat Objek Tambal Sulam Anggaran
Partai X menyebut kebijakan ini sebagai “pajak terselubung” yang dikenakan kepada kelas menengah urban, sementara sistem transportasi publik sendiri belum menunjukkan keandalan. Dalam Islam, pungutan (jizyah atau dharibah) hanya sah jika adil, transparan, dan maslahatnya kembali kepada rakyat, bukan sekadar menambal kegagalan proyek atau birokrasi.
Allah SWT berfirman:
“Dan janganlah sebagian kamu memakan harta sebagian yang lain dengan jalan yang batil…” (QS. Al-Baqarah: 188)
Jika pungutan dilakukan tanpa landasan keadilan, apalagi manfaatnya belum dirasakan rakyat, maka negara telah berbuat zalim terhadap amanah kekuasaan.
Solusi Islami: Tata Ulang Transportasi, Bangun dari Akar, Jangan Bebani Umat
Dalam Islam, solusi struktural lebih diutamakan daripada penanganan tambal sulam. Partai X menyoroti pentingnya:
- Audit keuangan dan kinerja transportasi, memastikan anggaran tidak bocor atau digunakan untuk proyek penguasa.
- Keadilan tarif berdasarkan prinsip kemampuan dan manfaat langsung, bukan berdasarkan kepemilikan kendaraan semata.
- Penyediaan transportasi berbasis komunitas, khususnya di wilayah padat penduduk dan kelas pekerja.
- Optimalisasi zakat dan infak publik dalam sistem sosial yang mendukung transportasi bagi mustahik, bukan sekadar mengandalkan tarif baru.
Negara Harus Hadir Sebagai Penjamin Hak, Bukan Pengejar Dana
“Pemimpin yang menipu rakyatnya, tidak akan mencium bau surga.” (HR. Bukhari)
Islam tidak pernah membenarkan kebijakan publik yang menyulitkan rakyat hanya demi mempertahankan proyek atau program yang belum jelas keberhasilannya. Transportasi adalah hak rakyat, bukan komoditas yang diperdagangkan. Negara harus memastikan bahwa setiap kebijakan lahir dari nilai keadilan, maslahat, dan perlindungan terhadap hak rakyat kecil.