muslimx.id – Ancaman tambang nikel terhadap ekosistem Raja Ampat kian nyata. Lebih dari 500 hektare hutan dilaporkan telah dibabat, mengancam kelestarian ribuan spesies laut dan satwa endemik seperti burung cenderawasih. Greenpeace menyoroti bahwa kawasan ini menyimpan 75% spesies terumbu karang dunia, aset hayati yang tak tergantikan.
Dalam sudut pandang Islam, menjaga bumi adalah perintah suci. Manusia diciptakan sebagai khalifah fil ardh, pemelihara bukan perusak.
“Dan janganlah kamu membuat kerusakan di muka bumi setelah (Allah) memperbaikinya.” (QS. Al-A’raf: 56)
Pemerintah Wajib Lindungi, Bukan Menjual Warisan Umat
Menurut Anggota Majelis Tinggi Partai X, Rinto Setiyawan, kebijakan negara yang mengorbankan ekowisata demi tambang adalah bentuk pengingkaran terhadap amanah kekuasaan. Ekowisata di Raja Ampat bukan hanya penyumbang PAD, tetapi juga bagian dari penghidupan masyarakat lokal, yang sesuai dengan prinsip syariah: melindungi kehidupan (hifz an-nafs), harta (hifz al-mal), dan keturunan (hifz an-nasl).
Islam mengajarkan bahwa bumi adalah titipan, bukan milik pribadi ataupun perusahaan. Rasulullah SAW bersabda:
“Kaum muslimin berserikat dalam tiga hal: air, padang rumput, dan api (energi).” (HR. Abu Dawud)
Jika tambang menguasai ruang hidup rakyat dan merusak alam, maka negara telah mengkhianati prinsip maslahah ‘ammah (kemaslahatan umum).
Kerusakan Tak Bisa Ditebus dengan Cuan
Raja Ampat adalah karunia yang tak bisa diulang. Jika terumbu karang rusak, jika burung cenderawasih punah, tak ada teknologi yang bisa menggantikan. Islam mengajarkan untuk melihat akibat jangka panjang, bukan sekadar keuntungan sesaat.
“Sesungguhnya orang-orang yang menyia-nyiakan amanah dan membuat kerusakan di muka bumi, maka kutuklah mereka itu dari langit dan bumi.” (Tafsir Al-Ma’idah: 33)
Tambang boleh mengisi kas negara, tapi jika itu menghancurkan keseimbangan ciptaan Allah, maka bangsa sedang menjual warisan Ilahi demi neraca ekonomi semu.
Solusi Islam: Pembangunan Berbasis Keadilan dan Amanah Lingkungan
Partai X mendorong kebijakan berwawasan keadilan ekologis, bukan eksploitasi. Dalam perspektif Islam:
- Stop tambang di wilayah adat dan konservasi, karena itu melanggar prinsip La Dharar wa la Dhirar (tidak boleh ada bahaya atau saling membahayakan).
- Evaluasi menyeluruh izin usaha tambang, dengan hisbah (pengawasan publik berbasis kejujuran dan maslahat).
- Kembalikan pengelolaan ruang hidup ke tangan masyarakat, sesuai prinsip syura (musyawarah).
- Pendidikan kepemimpinan yang adil terhadap alam melalui sekolah-sekolah negarawan yang mengajarkan tanggung jawab sebagai amanah, bukan privilese.
Peringatan Al-Qur’an: Jangan Rusak Alam, Jika Tidak Ingin Dibinasakan
“Telah tampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia…”
(QS. Ar-Rum: 41)
Ayat ini adalah peringatan tegas. Ketika tangan manusia merusak bumi atas nama pembangunan, maka kerusakan itu akan kembali menghancurkan peradaban.
Islam tidak menolak pembangunan. Tapi pembangunan sejati adalah yang memperkuat kehidupan, bukan merampas masa depan. Nikel bisa dicari di banyak tempat, tapi Raja Ampat hanya satu, dan itu adalah amanah dari Allah untuk dijaga, bukan ditambang habis.
Jadilah Pemimpin yang Tak Merusak Warisan Tuhan
Raja Ampat bukan milik pemerintah, bukan milik investor, tapi milik umat dan generasi mendatang. Dalam Islam, pemimpin yang membiarkan kerusakan terjadi akan dimintai pertanggungjawaban kelak.
“Setiap kalian adalah pemimpin, dan setiap pemimpin akan diminta pertanggungjawaban atas apa yang dipimpinnya.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Jika pemerintah sungguh mewakili rakyat, maka ia harus menjadi penjaga bumi, bukan tangan yang merusaknya.