muslimx.id – Kasus dugaan pemerasan yang menimpa dua mahasiswa, KV dan RA, oleh oknum polisi di Sidoarjo, bukan hanya persoalan kriminal. Lebih dari itu, ini menjadi cermin bobroknya moral kekuasaan dan kerusakan struktur hukum di negeri yang mayoritas penduduknya mengaku beriman kepada Allah dan Rasul-Nya.
Kezaliman Berseragam: Ketika Amanah Dikhianati
Dalam pandangan Islam, kekuasaan adalah amanah besar yang kelak akan dimintai pertanggungjawaban di hadapan Allah. Ketika oknum aparat menggunakan wewenangnya untuk memeras rakyat, apalagi kaum muda yang seharusnya dibina maka itu adalah bentuk nyata pengkhianatan terhadap amanah dan kezaliman yang dilaknat oleh syariat.
“Sesungguhnya manusia yang paling keras siksaannya di hari kiamat adalah penguasa yang zalim.” (HR. Ahmad)
KV dan RA adalah korban dari sistem yang membiarkan seragam digunakan untuk menakut-nakuti, bukan melindungi. Kezaliman seperti ini bukan hanya dosa individual, tapi juga bentuk kerusakan struktural.
Hukum dalam Islam: Mengayomi, Bukan Menindas
Islam menempatkan hukum sebagai alat untuk menegakkan keadilan (al-‘adl) dan mencegah kezaliman (zulm). Ketika aparat negara, yang seharusnya menjadi perpanjangan tangan hukum justru menjadi pelaku kejahatan, maka rusaklah fondasi kepercayaan umat kepada negara.
“Sesungguhnya Allah memerintahkan (kamu) berlaku adil dan berbuat ihsan…” (QS. An-Nahl: 90)
“Celakalah bagi orang-orang yang curang, yang apabila menerima takaran dari orang lain mereka minta dipenuhi, namun jika mereka menakar untuk orang lain, mereka mengurangi.” (QS. Al-Muthaffifin: 1-3)
Ketika hukum dijalankan hanya untuk kalangan bawah, dan dikecualikan bagi pejabat atau aparat, maka negeri ini tengah menuju kehancuran. Rasulullah SAW mengingatkan bahwa kehancuran Bani Israil disebabkan karena hukum tidak ditegakkan secara adil.
“Sesungguhnya yang membinasakan orang-orang sebelum kamu adalah karena jika yang mencuri itu orang terpandang, mereka biarkan. Tetapi jika yang mencuri itu orang lemah, mereka tegakkan hukum atasnya.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Partisipasi Umat: Mencegah Kemungkaran Kekuasaan
Partai X menilai kasus ini tak boleh disikapi sekadar klarifikasi teknis. Dalam Islam, rakyat punya kewajiban untuk menyuarakan kebenaran dan mencegah kezaliman, termasuk dari mereka yang memiliki kekuasaan.
“Jihad yang paling utama adalah menyampaikan kalimat kebenaran di hadapan penguasa yang zalim.” (HR. Abu Dawud, Tirmidzi)
Aparat bukan penguasa atas rakyat. Mereka adalah pelayan. Dan dalam Islam, pelayan yang berbuat zalim akan diperhitungkan lebih berat karena wewenangnya menyangkut urusan banyak jiwa.
Solusi Islamik ala Partai X: Hukum yang Berbasis Amanah, Bukan Arogansi
Dalam konteks ini, Partai X mendorong reformasi menyeluruh atas sistem hukum dan aparat, dengan pendekatan nilai Islam yang menjunjung:
- Transparansi sebagai bagian dari amanah (al-amânah) – Komisi pengawasan independen berbasis rakyat diperlukan untuk memastikan kekuasaan tidak berjalan tanpa kontrol.
- Sanksi setimpal (‘uqubah) bagi oknum aparat – Pemerasan adalah bentuk pengambilan harta secara batil, yang dalam Islam termasuk dosa besar.
“Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah kalian memakan harta sesama kalian dengan cara yang batil.” (QS. An-Nisa: 29)
- Layanan pengaduan terbuka – Mekanisme untuk rakyat menyuarakan ketidakadilan harus mudah dan aman, tanpa takut dibungkam.
- Pendidikan etika dan anti-korupsi sebagai bentuk tazkiyah (penyucian diri) – Aparat harus dibekali pemahaman bahwa jabatan adalah beban akhirat, bukan sekadar profesi.
- Penguatan nilai spiritual dalam pelatihan aparat – Agar mereka sadar bahwa kekuasaan adalah ujian, bukan privilese.
Negara Harus Tunduk kepada Hukum Allah, Bukan Melindungi Pelaku Zalim
Partai X dengan tegas menyatakan bahwa negara harus meminta maaf, bukan sekadar klarifikasi. Sebab, kasus ini adalah cermin dari lemahnya pengawasan, dan rusaknya moral sebagian aparat.
Jika negara terus abai, maka umat akan terus kehilangan kepercayaan. Dan kehilangan kepercayaan rakyat adalah permulaan dari runtuhnya legitimasi kekuasaan.
“Barangsiapa yang tidak menyayangi rakyatnya, maka Allah pun tidak akan menyayanginya.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Hukum Allah Adalah Penjamin Keadilan Sejati
Rakyat butuh perlindungan, bukan ancaman. Mahasiswa harus menjadi agen perubahan, bukan korban kekuasaan. Dan aparat negara, dalam Islam, adalah penjaga keadilan, bukan algojo kepentingan.
Kasus ini mengingatkan kita bahwa tanpa syariat sebagai fondasi, hukum akan terus jadi alat kekuasaan, bukan jalan kebenaran. Negeri ini tak akan pulih dari kerusakan jika keadilan hanya jadi slogan, bukan sistem hidup yang ditegakkan.