muslimx.id – Saat langit Belitung Timur bergemuruh oleh dentuman latihan militer, rakyat di bawahnya masih bergelut dengan harga sembako yang terus melambung. Latihan tempur Kopasgat TNI AU, yang melibatkan ratusan personel, senjata berat, dan pesawat tempur modern, menunjukkan kekuatan negara, tapi melawan siapa?
Dalam Islam, kekuasaan bukan untuk pertunjukan, tapi untuk melindungi dan menyejahterakan umat. Apa gunanya tank dihancurkan dalam simulasi, jika dapur rakyat dibiarkan hancur oleh inflasi? Apa gunanya serangan udara presisi, jika negeri sendiri tak punya arah dalam menghadapi krisis pangan dan pengangguran?
Anggaran yang Tumpul terhadap Realitas
Anggota Majelis Tinggi Partai X, Rinto Setiyawan, menyampaikan sindiran tajam terhadap orientasi pemerintah yang lebih sibuk melawan musuh fiktif daripada menyelesaikan musuh nyata: kemiskinan dan ketidakadilan.
“Negara canggih menyerang tank khayalan, tapi lumpuh hadapi krisis hidup,” ujarnya.
Dalam perspektif Islam, ini adalah bentuk tafrith fil amanah, kelalaian dalam menjalankan amanah publik. Pemerintah wajib memenuhi kebutuhan dasar rakyat: sandang, pangan, dan papan, sebelum menggelontorkan dana besar untuk operasi simbolik.
Prioritas Negara dalam Islam: Dari Rakyat, Untuk Rakyat
Islam menegaskan bahwa pemimpin adalah ra’in penggembala, yang akan dimintai pertanggungjawaban atas seluruh umatnya. Rasulullah ﷺ bersabda:
“Imam (pemimpin) adalah penggembala, dan dia akan dimintai pertanggungjawaban atas gembalaannya.” (HR. Bukhari & Muslim)
Kekuatan militer dalam Islam memang penting, tapi bukan untuk dipamerkan. Ia adalah alat menjaga keamanan, bukan simbol kekuasaan. Ketika rakyat kelaparan dan negara hanya sibuk berlatih menyerang, maka itu bukan pertahanan, tapi penyimpangan.
Solusi Islam: Bangun Ketahanan dari Akar, Bukan dari Seragam
Partai X menyerukan pembaruan paradigma pertahanan nasional, yang berpihak kepada rakyat bukan hanya pejabat. Islam pun mengajarkan bahwa keamanan dimulai dari terpenuhinya kebutuhan dasar manusia: makân (tempat tinggal), libâs (pakaian), dan ta’âm (makanan). Tanpa itu, stabilitas hanya ilusi.
Konsep pertahanan rakyat semesta harus lahir dari prinsip syura, keterlibatan rakyat dalam setiap kebijakan. Karena umat bukan pasukan pasif yang hanya diminta menonton pertunjukan kekuatan, tapi pemilik sejati negara.
Sekolah Negarawan: Mendidik Pemimpin dengan Nurani, Bukan Ambisi
Melalui Sekolah Negarawan, Partai X ingin menumbuhkan kepemimpinan yang berbasis pada nilai, bukan kekuatan simbolik. Ini sejalan dengan nilai-nilai Islam: pemimpin bukan yang paling keras suaranya atau paling besar pangkatnya, tapi yang paling adil dan paling merakyat.
“Sesungguhnya orang yang paling mulia di sisi Allah adalah yang paling bertakwa.”
(QS. Al-Hujurat: 13)
Pemimpin sejati bukan yang memegang senjata, tapi yang berdiri di tengah rakyat saat susah. Karena ketahanan nasional sejati tidak dibangun di medan latihan, tapi di ladang petani, warung ibu rumah tangga, dan ruang kelas sekolah dasar.
Simulasi militer boleh saja dilaksanakan. Tapi dalam Islam, tak ada ruang untuk membanggakan kekuatan fisik saat perut umat masih keroncongan. Negara kuat bukan yang punya rudal tercanggih, tapi yang rakyatnya tidak takut lapar dan pemimpinnya tidak takut bertanggung jawab di hadapan Allah SWT.
“Sesungguhnya Allah memerintahkan kalian untuk menyampaikan amanat kepada yang berhak…” (QS. An-Nisa: 58)