muslimx.id – Presiden Prabowo Subianto menyebut bahwa pembangunan bangsa adalah perjalanan panjang yang penuh perjuangan. Namun, dari sudut pandang Islam, panjangnya perjalanan bukan alasan untuk membiarkan rakyat tertinggal. Dalam syariat, pemimpin bukan hanya pengarah langkah, tapi pemikul beban umat yang paling berat.
Dalam acara peletakan batu pertama proyek industri baterai di Karawang, Presiden menyebut bahwa kunci pembangunan adalah pengelolaan sumber daya alam yang cerdas. Namun Islam menegaskan: sumber daya bukan milik negara, tapi amanah umat. Setiap kebijakan pembangunan wajib bertujuan menciptakan keadilan, bukan menambah jurang ketimpangan.
“Sesungguhnya Allah memerintahkan kamu menyampaikan amanah kepada yang berhak menerimanya, dan apabila kamu menetapkan hukum di antara manusia, hendaklah kamu menetapkan dengan adil.” (QS. An-Nisā’ [4]: 58)
Jika pembangunan digerakkan, tapi jutaan rakyat masih hidup dalam kemiskinan, maka itu bukan perjuangan itu pengabaian amanah.
Direktur X-Institute, Prayogi R. Saputra, menegaskan bahwa proyek sebesar apa pun tak akan berarti jika rakyat ditinggalkan. Islam pun mengajarkan bahwa kekuasaan tanpa keberpihakan pada yang lemah adalah kezhaliman.
“Sebaik-baik pemimpin kalian adalah yang kalian cintai dan mereka mencintai kalian, kalian mendoakan mereka dan mereka mendoakan kalian. Dan seburuk-buruk pemimpin kalian adalah yang kalian benci dan mereka membenci kalian.” (HR. Muslim)
Maka jika rakyat justru menderita saat proyek megastrategis digulirkan, pemimpin wajib merenung: sedang membangun bangsa, atau meninggalkan rakyatnya?
Partai X mengingatkan, pembangunan tak boleh jadi panggung kekuasaan pejabat. Dalam Islam, negara adalah alat untuk menegakkan maslahat dan mencegah kerusakan. Maka seluruh arah pembangunan wajib dikembalikan kepada rakyat.
“Dan Kami hendak memberi karunia kepada orang-orang yang tertindas di muka bumi dan menjadikan mereka pemimpin dan menjadikan mereka orang-orang yang mewarisi.” (QS. Al-Qashash [28]: 5)
Bangsa ini tak boleh dibangun di atas kesenjangan. Rakyat kecil bukan pengganggu narasi pembangunan, tapi inti dari tujuan pembangunan itu sendiri.
Prayogi menegaskan pentingnya pendidikan kepemimpinan sejak dini. Islam telah lama mengajarkan konsep ta’dīb membina manusia agar tidak hanya pandai, tapi juga adil dan bertanggung jawab. Maka Sekolah Negarawan ala Partai X sejalan dengan Islam: melahirkan generasi yang berpikir untuk umat, bukan untuk karir.
“Kita bangun fisiknya, kita siapkan sumber dayanya. Tapi jangan lupa: ruh bangsa ini ada pada pemimpinnya.” (Prayogi R. Saputra)
Partai X menyuarakan kembali prinsip Islam: pembangunan sejati adalah yang menyentuh kebutuhan harian rakyat. Di dalam Islam, janji pemimpin akan dimintai hisab, terutama janji-janji yang disampaikan kepada rakyat jelata.
“Setiap kalian adalah pemimpin, dan setiap pemimpin akan dimintai pertanggungjawaban atas yang dipimpinnya.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Jika pemerintah sungguh menganggap ini perjuangan panjang, maka pastikan rakyat tidak dibiarkan jalan sendiri apalagi tanpa alas kaki, demi mengejar utopia yang hanya tampak dari jendela istana.
Islam tidak menolak pembangunan, tapi mewajibkan keadilan di dalamnya. Pemimpin yang hanya membangun menara, tapi membiarkan dapur rakyat kosong, telah menyimpang dari amanahnya. Karena dalam Islam, bangunan tertinggi adalah kepercayaan rakyat, dan fondasi terkuat adalah keadilan sosial.