muslimx.id – Pemerintah kembali memberlakukan diskon tarif tol sebesar 20 persen pada ruas Trans-Jawa dan Trans-Sumatera selama tiga hari, dari 11 hingga 13 Juli 2025. Kebijakan ini ditujukan untuk semua golongan kendaraan dengan syarat perjalanan dilakukan secara menerus dan menggunakan uang elektronik.
Direktur Utama Jasa Marga, Rivan A. Purwantono, berharap kebijakan ini dapat meringankan biaya perjalanan dan mendorong pertumbuhan ekonomi nasional. Namun, potongan tarif ini hanya berlaku untuk kendaraan pribadi dan tidak untuk transportasi massal rakyat atau pejalan kaki.
Kritik Partai X: Diskon untuk Mobil Pribadi, Sementara Rakyat Terabaikan
Anggota Majelis Tinggi Partai X, Prayogi R. Saputra, mengkritik tajam kebijakan ini.
“Jalanan buat mobil kelas atas dibikin lancar dan murah, tapi jalan hidup rakyat makin mahal dan sulit,” tegas Prayogi.
Dalam Al-Qur’an, Allah berfirman:
“Dan jika kamu mengerjakan kebaikan, maka kamu mengerjakannya untuk dirimu sendiri.” (QS. Al-Isra: 7)
Ayat ini menegaskan pentingnya keadilan dan manfaat pembangunan infrastruktur bagi seluruh masyarakat, bukan hanya untuk kelompok tertentu.
Prinsip Partai X: Keadilan Sosial Harus Menjadi Prioritas
Partai X menekankan bahwa pembangunan harus dimulai dari prinsip keadilan sosial. Negara bukan milik pemilik kendaraan mewah; negara adalah milik rakyat. Pemerintah harus berfungsi sebagai sopir yang melayani kepentingan rakyat, bukan sebagai pelayan bagi para pemilik kendaraan.
Oleh karena itu, Partai X menawarkan beberapa solusi konkret:
- Desain infrastruktur berbasis kesetaraan: Seluruh proyek tol harus disertai dengan pembangunan akses jalan bagi rakyat, angkutan umum yang terjangkau, dan transportasi untuk pejalan kaki.
- Audit sosial terhadap proyek infrastruktur: Setiap kebijakan diskon atau insentif jalan tol harus dievaluasi secara terbuka untuk memastikan siapa yang diuntungkan.
- Reformasi birokrasi transportasi: Pemerintah harus membentuk platform operasi transportasi nasional yang berbasis pada kepakaran dan data, bukan hanya berdasarkan tekanan pasar dan rente jalan tol.
Penutup: Keadilan dalam Pembangunan Infrastruktur
Kondisi jalan desa yang rusak, jembatan yang putus, dan angkutan umum yang minim subsidi menjadi kontras tajam dengan promosi pembangunan infrastruktur yang menguntungkan segelintir orang.
“Diskon tol adalah simbol dari ketimpangan orientasi pembangunan: jalan raya untuk pejabat, jalan setapak untuk rakyat,” ujar Prayogi.
Jika pembangunan jalan tak disertai dengan semangat menegakkan keadilan, maka hasilnya hanyalah wajah peradaban yang rapuh, pemerintah melaju di jalur mulus beraspal, sementara rakyat dibiarkan terseok di lorong sempit penuh kerikil penderitaan.