muslimx.id – Pemerintah merespons darurat kekerasan terhadap anak dan perempuan dengan menyiapkan Gerakan Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan dan Anak (GN-AKPA). Pembahasan ini dilakukan dalam rapat koordinasi yang dipimpin oleh Menko PMK Pratikno, dihadiri oleh banyak kementerian.
Wakil Menko Hukum dan HAM, Otto Hasibuan, menekankan bahwa GN-AKPA tidak boleh berhenti sebagai simbol semata. Instruksi Presiden harus diwujudkan dalam bentuk sistem perlindungan konkret yang berdampak nyata. Ia juga menyoroti pentingnya edukasi aparat dan penguatan layanan hukum bagi korban.
Kritik Partai X: Tindakan Setelah Kegaduhan
Menanggapi langkah ini, Anggota Majelis Tinggi Partai X, Diana Isnaini, menyebut bahwa GN-AKPA lahir bukan dari kesadaran, melainkan kegaduhan.
“Negara baru bertindak setelah kasus demi kasus menjadi viral. Tangisan anak dan perempuan itu bukan baru; itu sudah bertahun-tahun,” tegas Diana.
Partai X mengingatkan bahwa tugas negara adalah melindungi, melayani, dan mengatur rakyat. Menurut Diana, darurat kekerasan bukan hanya soal regulasi, tetapi menyangkut kehadiran negara yang konsisten dan berpihak.
Perlindungan Harus Sistemik, Bukan Seremonial
Partai X menegaskan bahwa perlindungan terhadap perempuan dan anak adalah pilar kemanusiaan dalam sistem negara hukum. Negara tidak boleh bersikap reaktif, namun harus membangun sistem pelaporan, pendampingan, dan penegakan hukum yang berjalan secara proaktif.
Program GN-AKPA disebut harus menjangkau wilayah-wilayah terpencil dan komunitas adat, bukan hanya terfokus di pusat atau perkotaan. Dalam Al-Qur’an disebutkan:
“Dan janganlah kamu membunuh anak-anakmu karena takut kemiskinan. Kami memberi rezeki kepada mereka dan kepada kamu.” (QS. Al-Isra: 31)
Ayat ini menjadi pengingat akan tanggung jawab perlindungan anak sebagai bagian dari amanah ilahi dan masa depan bangsa.
Solusi Partai X: Bangun Perlindungan dari Akar Rumput
Agar GN-AKPA tidak menjadi proyek seremonial semata, Partai X mengusulkan lima langkah konkret:
- Sekolah Perlindungan Rakyat, untuk melatih tokoh masyarakat dan kader desa dalam deteksi dan pendampingan korban kekerasan.
- Desa Aman Perempuan dan Anak, berbasis perlindungan komunitas dan hukum adat yang terintegrasi dengan UU TPKS.
- Pelayanan Psikologis Gratis, dengan tenaga ahli daerah dan pendekatan digital untuk trauma healing.
- Audit Kinerja Aparat Penegak Hukum, agar penanganan tidak hanya berhenti pada laporan awal.
- Dana Darurat Rehabilitasi, dikelola bersama BAZNAS dan pemerintah daerah untuk korban kekerasan yang rentan.
Partai X menegaskan, perempuan dan anak bukan kelompok lemah, melainkan pilar peradaban. Negara tidak boleh menunggu viralitas sebelum bertindak.
“Kalau negara hadir hanya setelah gaduh, lalu siapa yang menjaga saat sunyi?” tutup Diana.