muslimx.id — Kebijakan pemerintah untuk menghentikan sementara anggaran kementerian dan lembaga (K/L) yang penyerapannya rendah mendapat sorotan dari kalangan pemerhati tata kelola publik. Islam mengingatkan, setiap dana publik adalah amanah yang harus dikelola dengan jujur, efektif, dan memberi manfaat nyata bagi rakyat.
Dalam Al-Qur’an, Allah berfirman:
“Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya dan (menyuruh kamu) apabila menetapkan hukum di antara manusia supaya kamu menetapkan dengan adil.” (QS. An-Nisa: 58).
Ayat ini menegaskan bahwa setiap harta dan kekuasaan yang dipercayakan kepada pejabat publik bukan milik pribadi, melainkan amanah dari rakyat yang wajib dikembalikan dalam bentuk kesejahteraan dan keadilan sosial.
Kebijakan penarikan anggaran dinilai positif selama diarahkan untuk mempercepat manfaat bagi masyarakat. Namun Islam mengingatkan bahwa menahan dana terlalu lama tanpa realisasi berarti menelantarkan hak rakyat.
Rasulullah SAW bersabda: “Barang siapa yang diberi amanah oleh Allah untuk memimpin rakyat, lalu ia mati dalam keadaan menipu rakyatnya, maka Allah mengharamkan surga baginya.” (HR. Bukhari dan Muslim).
Prinsip Islam Pengelolaan Harta
Prinsip Islam dalam pengelolaan harta publik jelas: uang negara tidak boleh menganggur. Harta itu harus hidup dan berputar untuk menggerakkan ekonomi rakyat, bukan sekadar tercatat dalam laporan.
Sebagaimana ditegaskan dalam QS. Al-Hasyr: 7,
“…supaya harta itu jangan hanya beredar di antara orang-orang kaya saja di antara kamu.”
Ayat ini menjadi dasar moral agar setiap rupiah dari kas negara kembali berputar dalam ekonomi rakyat, bukan menumpuk di birokrasi atau rekening pemerintah.
Untuk itu, para pengelola negara dituntut menyalurkan anggaran dengan niat ibadah dan tanggung jawab sosial. Menunda belanja publik tanpa alasan jelas sama dengan menunda hak orang banyak.
Dalam pandangan Islam, birokrasi yang lamban dan tidak transparan adalah bentuk kelalaian terhadap amanah.
Solusi yang Sesuai Dengan Nilai Islam
Solusi yang sejalan dengan nilai Islam adalah mempercepat belanja publik yang produktif: program padat karya, pemberdayaan UMKM, dan peningkatan akses pangan. Setiap kebijakan fiskal harus membawa semangat ihsan bekerja dengan sungguh-sungguh dan penuh tanggung jawab karena Allah Maha Melihat setiap perbuatan.
Islam menegaskan, keadilan ekonomi tidak lahir dari angka dalam laporan, tetapi dari perputaran manfaat bagi umat. Uang negara harus hidup bukan tidur di rekening, tetapi mengalir di pasar, sawah, dan tangan rakyat yang bekerja.
Sebab sebagaimana sabda Nabi SAW, “Sebaik-baik manusia adalah yang paling bermanfaat bagi manusia lainnya.” (HR. Ahmad).
Maka, menata anggaran bukan semata soal akuntansi, melainkan ujian moral dan spiritual bagi pemimpin. Negara baru benar-benar hadir ketika harta publik bekerja untuk rakyat, bukan diam dalam sistem. Dalam cahaya Islam, anggaran yang hidup untuk rakyat adalah bentuk nyata dari keadilan sosial dan ibadah dalam kekuasaan.