Purbaya Sebut Pemerintahan Prabowo Optimistis, Islam Ingatkan: Optimisme Tanpa Keadilan Hanya Fatamorgana!

muslimX
By muslimX
5 Min Read

muslimx.id — Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa menilai satu tahun pemerintahan Prabowo dan Gibran telah menciptakan optimisme baru dalam perekonomian nasional. Dalam Rapat Kerja bersama Komite IV DPD RI di Jakarta, Senin (3/11/2025), Purbaya menyebut fondasi ekonomi Indonesia kini semakin kuat, stabilitas makro terjaga, dan kesejahteraan rakyat menunjukkan tren positif.

“Capaian satu tahun Prabowo–Gibran ini sudah berhasil menciptakan optimisme,” kata Purbaya. Ia menjelaskan, pertumbuhan ekonomi triwulan kedua mencapai 5,12 persen, inflasi terjaga di angka 2,65 persen, sementara tingkat pengangguran menurun menjadi 4,76 persen pada Februari 2025. Selain itu, angka kemiskinan turun ke 8,47 persen dan ketimpangan (gini ratio) membaik di posisi 0,375.

Namun di balik data positif itu, suara dari kalangan Islam mengingatkan bahwa optimisme ekonomi harus disertai dengan keadilan sosial yang nyata, bukan sekadar angka statistik di layar presentasi.

Islam: Keadilan adalah Fondasi Keberkahan

Dalam pandangan Islam, kesejahteraan sejati tidak dapat terwujud tanpa keadilan. Al-Qur’an menegaskan pentingnya menegakkan keadilan sebagai syarat keberlanjutan sebuah bangsa. Allah berfirman:

“Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) berlaku adil dan berbuat kebajikan, memberi kepada kaum kerabat, dan Allah melarang dari perbuatan keji, kemungkaran, dan permusuhan.” (QS. An-Nahl [16]: 90)

Ayat ini mengingatkan bahwa kebijakan ekonomi yang adil bukan hanya soal angka, tapi perintah moral dan spiritual. Optimisme tanpa keadilan sosial hanya menjadi fatamorgana tampak sejahtera dari jauh, namun kosong di dalam.

Rasulullah ﷺ juga bersabda:

“Pemimpin yang paling dicintai Allah adalah pemimpin yang adil, dan yang paling dibenci Allah adalah pemimpin yang zalim.” (HR. Tirmidzi)

Hadis ini menegaskan bahwa keberhasilan pemerintahan tidak diukur dari angka pertumbuhan, tetapi dari sejauh mana kebijakan membawa kemaslahatan bagi seluruh rakyat, terutama mereka yang lemah dan tertinggal

Ekonomi dalam Pandangan Islam: Stabilitas Harus Menetes ke Rakyat

Optimisme ekonomi yang sejati, menurut ajaran Islam, adalah ketika rakyat kecil ikut merasakan hasil pembangunan. Dalam Al-Qur’an, Allah mengingatkan agar kekayaan tidak hanya berputar di kalangan orang kaya saja:

“Supaya harta itu jangan hanya beredar di antara orang-orang kaya saja di antara kamu.” (QS. Al-Hasyr [59]: 7)

Ayat ini sejalan dengan prinsip keadilan ekonomi: pertumbuhan tidak boleh berhenti di pejabat birokrasi dan korporasi besar, tetapi harus mengalir hingga ke petani, buruh, dan pedagang kecil. Tanpa pemerataan, optimisme hanyalah slogan yang menipu.

Islam Menyerukan Negara Hadir untuk Rakyat

Negara, menurut nilai-nilai Islam, wajib hadir untuk melindungi rakyat dari ketimpangan dan kesenjangan ekonomi. Nabi Muhammad ﷺ bersabda:

“Imam (pemimpin) adalah pengurus rakyat, dan ia akan dimintai pertanggungjawaban atas rakyat yang dipimpinnya.”(HR. Bukhari dan Muslim)

Hadis ini menegaskan bahwa tugas negara bukan hanya mengatur anggaran, tetapi memastikan kesejahteraan dan rasa aman sosial. Pemerintah harus menjadi pelindung, bukan sekadar penonton terhadap penderitaan rakyat.

Islam: Optimisme Harus Dibangun di Atas Keadilan

Dalam pandangan Islam, kesejahteraan tanpa keadilan hanya akan melahirkan kesenjangan dan keresahan sosial. Karena itu, setiap pertumbuhan ekonomi harus diiringi dengan kebijakan redistribusi, pendidikan moral, dan pemberdayaan masyarakat lemah.

“Dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu, karena ia akan menyesatkan kamu dari jalan Allah. Sesungguhnya orang-orang yang sesat dari jalan Allah akan mendapat azab yang berat karena mereka melupakan hari perhitungan.” (QS. Shad [38]: 26)

Ayat ini menegur para pemimpin agar tidak silau dengan angka pertumbuhan dan pujian semu. Optimisme yang lahir dari ketidakadilan hanya akan membawa kehancuran moral bangsa.

Islam Mengajarkan Ekonomi Berkeadilan

Ajaran Islam menuntun agar ekonomi dibangun dengan prinsip keberkahan dan keseimbangan. Keadilan, tolong-menolong, dan tanggung jawab sosial adalah pilar utama. Rasulullah ﷺ bersabda:

“Tidaklah beriman seseorang di antara kalian hingga ia mencintai saudaranya sebagaimana ia mencintai dirinya sendiri.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Prinsip ini menegaskan bahwa kesejahteraan sejati hanya lahir bila rakyat saling menanggung beban dan pemimpin memperhatikan yang lemah.

Penutup: Optimisme yang Berkeadilan

Islam tidak menolak optimisme, tetapi menuntut agar optimisme dibangun di atas kejujuran, keadilan, dan kasih sayang sosial. Optimisme yang sejati bukan yang lahir dari angka statistik, melainkan dari rasa aman dan cukup di hati rakyat.

Tanpa keadilan, optimisme hanyalah fatamorgana indah di pandangan, tetapi menyesatkan bagi bangsa.

Share This Article