muslimx.id — Anggota Komisi II DPR RI Muhammad Khozin menilai penambahan insentif bagi kepala daerah bukan solusi mencegah korupsi. Menurutnya, sistem insentif berbasis Pendapatan Asli Daerah (PAD) sudah berjalan sejak tahun 2000, tetapi korupsi tetap marak di berbagai daerah.
“Pencegahan korupsi di daerah harus dilakukan lewat sistem, bukan lewat pendekatan personal,” ujarnya, Rabu (12/11/2025).
Khozin menegaskan, membangun sistem anti korupsi harus berbasis hukum (by law), bukan bergantung pada pejabat (by person). Ia menyebut perubahan UU Pilkada dan Pemilu bisa menjadi momentum memperkuat sistem anti korupsi dari hulu, bukan hanya memperbaiki kesejahteraan pejabat.
“Filosofi insentif kepala daerah pada dasarnya penghargaan atas capaian PAD, tapi itu tidak otomatis membangun moral atau menghapus niat korupsi,” tegasnya.
Partai X: Integritas Tak Bisa Dibeli
Partai X menilai, kenaikan gaji kepala daerah bukan cara tepat memberantas korupsi. Anggota Majelis Tinggi Partai X, Rinto Setiyawan, menegaskan bahwa integritas lahir dari moral dan tanggung jawab, bukan dari insentif fiskal.
“Integritas itu bukan hasil angka di slip gaji, tapi hasil dari iman dan kesadaran diri,” ujarnya.
Ia menegaskan kembali tiga tugas utama negara: melindungi rakyat, melayani rakyat, dan mengatur rakyat. “Kalau pejabat sibuk memperkaya diri, siapa yang benar-benar melayani rakyat?” sindirnya.
Rinto juga menyoroti ironi kebijakan: “Negara sibuk menghitung gaji pejabat, tapi membiarkan judi online tumbuh subur menghancurkan moral bangsa.”
Menurutnya, masalah terbesar negeri ini bukan soal rendahnya gaji, tapi rapuhnya moral dan hilangnya keadilan sosial. Yang seharusnya dinaikkan itu bukan tunjangan jabatan, tapi nilai integritas dan tanggung jawab moral.
Pandangan Islam: Amanah Tak Boleh Diperjualbelikan
Islam menegaskan bahwa jabatan adalah amanah, bukan kesempatan memperkaya diri.
Allah SWT berfirman:
“Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya dan apabila kamu menetapkan hukum diantara manusia hendaklah kamu menetapkannya dengan adil.” (QS. An-Nisa: 58)
Rasulullah ﷺ juga bersabda:
“Apabila amanah disia-siakan, maka tunggulah kehancuran.” (HR. Bukhari)
Ayat dan hadis ini menegaskan, bahwa pengelolaan kekuasaan dan jabatan harus berdasarkan kejujuran, bukan imbalan materi. Islam tidak menolak kesejahteraan pejabat, tetapi menolak menjadikan uang sebagai tolak ukur moralitas.
Kenaikan gaji tanpa sistem pengawasan dan pendidikan moral hanyalah ilusi keadilan. Dalam Islam, amanah pemimpin lebih berat daripada emas, karena ia akan dimintai pertanggungjawaban bukan hanya oleh rakyat, tapi juga oleh Allah SWT.
Solusi Partai X: Sistem Antikorupsi dan Kebangkitan Moral Bangsa
Partai X menawarkan langkah konkret untuk memperkuat integritas dan moral pejabat publik:
- Reformasi hukum berbasis kepakaran, agar penegakan hukum tak bisa dibeli oleh jabatan.
- Digitalisasi birokrasi, menutup celah suap dan manipulasi anggaran daerah.
- Pendidikan moral dan berbasis Pancasila wajib bagi seluruh pejabat dan ASN.
“Integritas tumbuh dari nilai, bukan dari nominal,” tegas Rinto. - Musyawarah Kenegarawanan Nasional oleh empat pilar: intelektual, agama, TNI/Polri, dan budaya, untuk menyusun arah kebijakan moral bangsa.
- Pembubaran partai yang gagal mendidik rakyat serta verifikasi ulang partai baru, demi membersihkan sistem politik dari ambisi pribadi dan korupsi struktural.
Penutup: Keadilan Tak Lahir dari Insentif
Islam mengajarkan bahwa keadilan dan amanah tidak bisa dibeli, tapi harus ditanam dan dijaga dengan kesadaran moral.
“Dan janganlah sebagian kamu memakan harta sebagian yang lain dengan jalan yang batil…” (QS. Al-Baqarah: 188)
Partai X menegaskan, kenaikan gaji tidak menjamin bebas korupsi. Integritas lahir dari iman, bukan insentif. Jika pejabat sibuk menghitung gaji, siapa yang menghitung nurani?
Negara harus kembali pada amanat rakyat: negara kuat bukan karena pejabatnya kaya, tapi karena rakyatnya percaya dan sejahtera.