muslimx.id — Pembekuan sumpah advokat Firdaus Oiwobo oleh Pengadilan Tinggi Banten menimbulkan polemik terkait integritas hukum di Indonesia. Langkah ini dilakukan setelah insiden “naik meja” di ruang sidang Pengadilan Negeri Jakarta Utara, dan berdampak pada hak konstitusional Firdaus untuk menjalankan profesinya sebagai advokat. Gugatan resmi diajukan ke Mahkamah Konstitusi (MK) dengan nomor 217/PUU-XXIII/2025.
Islam Mengingatkan Hukum Harus Berkeadilan
Anggota Majelis Tinggi Partai X sekaligus Direktur X Institute, Prayogi R Saputra, menegaskan bahwa hukum adalah amanah dari Tuhan yang harus dijalankan dengan keadilan. “Hukum tidak boleh menjadi alat kekuasaan atau instrumen untuk menekan warga negara. Negara harus melindungi semua orang, termasuk advokat, agar keadilan dapat ditegakkan,” ujarnya.
Dalam Al-Qur’an, Allah SWT berfirman dalam Surah An-Nisa ayat 58:
“Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya, dan apabila kamu menetapkan hukum di antara manusia supaya kamu menetapkan dengan adil…”
Ayat ini menegaskan bahwa menegakkan hukum harus selalu berpihak pada kebenaran dan keadilan, bukan kekuasaan atau kepentingan pribadi.
Advokat sebagai Penjaga Keadilan
Prayogi menambahkan bahwa advokat bukanlah lawan negara, melainkan penjaga hak rakyat di hadapan hukum. Setiap tindakan pembekuan harus melalui mekanisme etik yang transparan dan dapat dipertanggungjawabkan. “Jika pejabat bisa membekukan sumpah advokat tanpa prosedur, hukum kehilangan legitimasi dan integritasnya,” tegasnya.
Rasulullah SAW bersabda:
“Barangsiapa yang kalian percayakan untuk mengadili di antara manusia, hendaklah dia berlaku adil.” (HR. Ahmad)
Hadis ini menekankan bahwa setiap pemegang kekuasaan hukum wajib menegakkan keadilan tanpa diskriminasi.
Solusi Partai X: Reformasi Etik dan Transparansi Hukum
Partai X menawarkan langkah strategis agar hukum kembali berpihak pada kebenaran:
- Revisi UU Advokat secara terbatas untuk memperjelas mekanisme etik dan memastikan independensi profesi.
- Pembentukan Dewan Etik Bersama yang melibatkan organisasi advokat, Mahkamah Agung, dan perwakilan publik agar proses etik objektif dan bebas konflik kepentingan.
- Sistem digital transparan untuk memantau sanksi dan keanggotaan advokat, agar publik bisa ikut mengawasi jalannya hukum.
Prayogi menegaskan bahwa hukum yang adil berdiri di atas moral dan nilai keimanan, bukan di bawah meja kekuasaan. “Kasus ini harus menjadi pengingat bersama: hukum bukan mainan pejabat, tetapi amanah yang harus dijaga demi kepentingan rakyat,” tutupnya.
Dengan menegakkan hukum berdasarkan prinsip Islam, negara memastikan advokat bisa menjalankan tugasnya sebagai pelindung keadilan, dan rakyat tidak kehilangan sandaran terakhirnya dalam mencari kebenaran.