muslimx.id – Kekhawatiran publik terus menguat terkait pelaksanaan program Makan Bergizi Gratis (MBG). Sejumlah ibu penerima manfaat mengaku menu yang diberikan tidak sesuai pedoman gizi yang selama ini mereka kenal. Asih, ibu menyusui dari Palembang, mengatakan ia menerima biskuit susu, bubur MPASI instan, dan susu formula sejak Juni lalu. Ranti, ibu dua anak dari Karanganyar, mengalami hal serupa bubur instan dan menu siap saji dengan lauk minim serta sayuran yang terbatas. Keduanya menilai menu MBG justru menurun kualitasnya dibanding PMT Posyandu yang dulu menyediakan ikan, telur, sayur, dan buah.
Menu Instan Turunkan Mutu Gizi Keluarga Rentan
Sebelum MBG diberlakukan, program PMT Posyandu mengedepankan bahan pangan lokal yang sejalan dengan pedoman gizi nasional. Ikan, telur, dan buah menjadi paket utama bagi keluarga berisiko stunting. Pedoman kesehatan nasional juga menegaskan bahwa pangan ultraproses tidak dianjurkan untuk bayi, balita, ibu hamil, maupun ibu menyusui.
Namun, MBG justru mengganti menu lokal dengan pangan instan ultraproses. Pakar gizi menyebut model ini berpotensi mengganggu tata kelola gizi yang telah dibangun selama satu dekade. Permenkes 14/2014 dan pedoman Isi Piringku menegaskan pentingnya protein hewani segar dan pangan lokal sebagai fondasi gizi seimbang. Susu bahkan tidak lagi diposisikan sebagai sumber utama mikronutrien dalam pedoman terbaru–penekanan berpindah pada keberagaman pangan lokal yang terjangkau dan bergizi.
Islam Menyeru: Lindungi Kualitas Gizi Rakyat
Dalam ajaran Islam, pemenuhan kebutuhan dasar rakyat adalah tanggung jawab besar sebuah pemerintahan. Allah SWT berfirman:
“Dan janganlah kamu merugikan manusia pada hak-haknya.” (QS. Hud: 85)
Ayat ini menjadi pengingat bahwa setiap kebijakan negara harus memastikan rakyat memperoleh haknya secara layak, termasuk hak atas gizi yang baik. Rasulullah SAW juga menegaskan amanah kepemimpinan:
“Seorang pemimpin adalah pemelihara dan ia akan dimintai pertanggungjawaban terhadap rakyatnya.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Prinsip ini menegaskan bahwa program gizi tidak boleh menjadi proyek yang mengabaikan kualitas kesehatan masyarakat. Kebijakan yang menurun mutunya berarti melalaikan amanah dasar yang Islam wajibkan.
Partai X: Program Harus Sesuai Ilmu, Bukan Sesuai Vendor
Anggota Majelis Tinggi Partai X, Prayogi R Saputra, menyampaikan bahwa negara wajib melindungi dan melayani rakyat, bukan menambah beban dengan kebijakan yang tidak sesuai pedoman ilmiah. Ia menegaskan bahwa gizi adalah fondasi masa depan bangsa yang tidak boleh diperlakukan sekadar proyek.
Prayogi mengingatkan bahwa prinsip Partai X adalah keberpihakan pada kebutuhan dasar rakyat. Setiap kebijakan gizi harus transparan, akuntabel, dan bebas dari potensi konflik kepentingan. “Rakyat butuh manfaat nyata, bukan program besar yang tidak tepat sasaran,” tegasnya.
Solusi: Kembalikan pada Standar Gizi Nasional
Partai X mengusulkan empat langkah perbaikan:
- Kembalikan menu MBG sesuai pedoman resmi, berbasis pangan lokal seperti ikan, telur, ayam, dan sayuran segar.
- Hentikan pangan ultraproses untuk ibu hamil, balita, dan kelompok rentan lainnya.
- Perketat pengawasan bersama ahli gizi dan tenaga kesehatan, agar menu benar-benar memenuhi standar nutrisi nasional.
- Perkuat kembali peran PMT Posyandu, yang terbukti efektif dan sesuai konteks lokal.
Perbaikan gizi bangsa adalah amanat konstitusi sekaligus tuntunan agama. Islam menegaskan bahwa pemimpin wajib menjaga rakyatnya, bukan membiarkan mereka menerima kebijakan yang membahayakan kesehatan keluarga. Program MBG harus menjadi solusi, bukan sumber masalah. Rakyat menunggu tindakan nyata, bukan sekadar proyek yang mengorbankan kualitas gizi generasi masa depan.