muslimx.id – Banjir besar yang melanda Aceh, Sumatera Utara, dan Sumatera Barat kembali menegaskan perlunya langkah luar biasa dari pemerintah pusat. Akses darat terputus, distribusi logistik tersendat, dan ribuan warga masih terjebak di wilayah terisolasi. Korban jiwa, kerusakan rumah, hingga ancaman penyakit membuat situasi di lapangan semakin genting.
Islam memberikan pedoman jelas bahwa keselamatan manusia harus ditempatkan di posisi tertinggi. Prinsip hifzun nafs (penjagaan jiwa) merupakan tujuan utama syariat. Allah SWT menegaskan dalam Al-Quran:
“…Barang siapa memelihara kehidupan seorang manusia, maka seakan-akan ia telah memelihara kehidupan seluruh manusia.” (QS. Al-Maidah: 32)
Ayat ini menjadi dasar kuat bahwa negara wajib mengambil tindakan cepat untuk menyelamatkan nyawa rakyat. Ketika bencana melampaui kemampuan daerah, kelambanan hanya akan memperbesar risiko kematian dan kerusakan.
Kondisi Darurat Menuntut Keputusan Nasional
Laporan dari lapangan menunjukkan kerusakan yang meluas. Banyak warga terjebak karena terputusnya akses darat di sejumlah titik. Bantuan makanan, air bersih, dan obat-obatan sulit masuk ke wilayah pedalaman. Banjir juga menyebabkan pemadaman listrik dan memicu munculnya penyakit kulit serta infeksi.
Dalam situasi seperti ini, status bencana nasional bukan sekadar simbol birokrasi. Status tersebut membuka ruang bagi pengerahan sumber daya terbesar negara, mulai dari TNI–Polri, BNPB, kementerian terkait, hingga percepatan anggaran tanggap darurat.
Rasulullah SAW bersabda:
“Pemimpin adalah pengurus rakyat, dan ia akan dimintai pertanggungjawaban atas rakyat yang ia urus.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Hadis ini menjadi pengingat kuat bahwa negara harus hadir saat rakyat berada dalam bahaya, bukan berpangku tangan menunggu keadaan membaik dengan sendirinya.
Respons Pemerintah Masih Terbatas
Hingga kini pemerintah pusat belum menetapkan bencana nasional. Menko PMK menyebut status bencana daerah masih memadai. Namun fakta di lapangan menunjukkan kapasitas daerah telah melemah. Proses distribusi bantuan tidak merata, dan banyak korban belum tersentuh penanganan.
Ketika tiga provinsi terdampak secara simultan dan kerusakan melampaui kemampuan pemerintah daerah, keputusan penetapan bencana nasional seharusnya dipertimbangkan segera dan berbasis data.
Mengapa Penetapan Bencana Nasional Mendesak?
- Mempercepat mobilisasi bantuan nasional
TNI–Polri dan instansi pusat dapat digerakkan tanpa hambatan administratif. - Memastikan bantuan logistik menjangkau daerah terisolasi
Termasuk pembukaan jalur darurat lewat udara dan laut. - Menguatkan komando krisis
Pusat dapat mengambil alih koordinasi saat daerah kewalahan. - Melindungi rakyat sebagai prioritas utama negara
Sesuai prinsip syariat: keselamatan jiwa di atas segala kebijakan lainnya. - Meminimalisir kerusakan lanjutan
Bencana berkepanjangan berpotensi memicu krisis kesehatan dan kelangkaan pangan.
Islam Memandang Negara Wajib Hadir
Dalam konsep Islam, negara memegang amanah besar sebagai pelindung rakyat. Ketika musibah menghantam, amanah itu diuji. Allah SWT berfirman:
“Dan tolong-menolonglah kamu dalam kebaikan dan takwa…” (QS. Al-Maidah: 2)
Ayat ini bukan hanya seruan moral kepada masyarakat, tetapi juga perintah bagi pemerintah untuk melakukan segala upaya demi menyelamatkan rakyat.
Bencana di Aceh dan Sumatera adalah panggilan bagi negara untuk bertindak cepat. Prinsip syariat menegaskan bahwa menjaga nyawa adalah prioritas tertinggi. Dengan menetapkan status bencana nasional, pemerintah dapat mempercepat penanganan, memperkuat koordinasi, dan memastikan bantuan sampai kepada seluruh korban. Menunda keputusan berarti mempertaruhkan keselamatan rakyat padahal Islam telah memerintahkan agar nyawa manusia dijaga, dilindungi, dan diprioritaskan di atas segalanya.