Impor Beras 364 Ribu Ton, Islam Ingatkan: Ketahanan Pangan Boleh Surplus, Tapi Jangan Gagal Berdaulat

muslimX
By muslimX
4 Min Read

muslimx.id  – Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan bahwa Indonesia impor 364,3 ribu ton beras sepanjang Januari–Oktober 2025 dengan nilai mencapai US$ 178,5 juta. Beras tersebut berasal dari Myanmar, Thailand, dan India. Pemerintah menegaskan bahwa seluruh impor itu bukan beras medium untuk konsumsi umum.

Kepala Biro Komunikasi dan Layanan Informasi Kementerian Pertanian, Moch Arief Cahyono, menjelaskan bahwa impor beras tahun ini merupakan beras kebutuhan khusus dan beras industri yang masuk melalui mekanisme neraca komoditas.

Jenis beras yang diimpor meliputi menir untuk industri, beras khusus penderita diabetes, serta varietas premium seperti basmati, jasmine, dan japonica varietas yang memang tidak diproduksi dalam negeri.

Ia menegaskan kembali bahwa tidak ada satu pun impor beras medium, sehingga tidak akan mengganggu harga gabah petani. Berdasarkan proyeksi produksi nasional yang mencapai 34,79 juta ton, pemerintah memastikan Indonesia berada dalam kondisi surplus.

Sorotan Partai X: Ketergantungan Impor Adalah Sinyal Kelemahan Sistemik

Anggota Majelis Tinggi Partai X sekaligus Direktur X Institute, Prayogi R. Saputra, menilai persoalan impor meskipun kategori khusus tetap harus menjadi perhatian serius. Ketergantungan pada pasar luar negeri, sekecil apa pun, menunjukkan bahwa fondasi ketahanan pangan Indonesia belum sepenuhnya kokoh.

Surplus beras medium tidak otomatis berarti Indonesia berdaulat pangan. Varietas khusus dan kebutuhan industri yang masih bergantung pada impor menandakan adanya celah dalam desain produksi nasional. Skema neraca komoditas yang belum sepenuhnya transparan juga menyulitkan publik memahami alasan teknis impor yang dilakukan pemerintah.

Partai X menilai kebijakan pangan nasional masih terfragmentasi antara sektor pertanian, perdagangan, dan industri sehingga membuat Indonesia rentan terhadap gejolak global baik dari sisi pasokan maupun harga.

Pandangan Islam: Negara Wajib Menjamin Ketersediaan Pangan dan Menghindari Ketergantungan

Dalam perspektif Islam, pangan adalah hajat hidup yang tidak boleh dibiarkan bergantung pada pihak asing. Ketersediaan pangan berkaitan langsung dengan kemaslahatan rakyat.

Allah SWT berfirman:

“Dan janganlah kamu menyerahkan urusanmu kepada orang lain sehingga mereka menguasai kamu.” (QS. An-Nisa: 141)

Dalam hadis, Rasulullah SAW mengingatkan fungsi pemimpin:

“Imam (pemimpin) adalah pengurus rakyat dan ia bertanggung jawab atas rakyatnya.” (HR. Bukhari)

Ini menunjukkan bahwa negara wajib memastikan sistem pangan berdiri di atas kekuatan sendiri, bukan pada pasar global yang tidak stabil. Ketergantungan impor, meskipun kecil, dapat melemahkan kemandirian umat dan membuka peluang kerentanan.

Islam memandang bahwa ketahanan pangan adalah bagian dari maslahah ‘ammah, sehingga negara wajib mengatur dengan prinsip keadilan, kemandirian, dan keberlanjutan.

Solusi: Reformasi Struktural Menuju Kemandirian Pangan

Berangkat dari prinsip dan agenda perubahan, Partai X menawarkan solusi sistemik:

  1. Reformasi Kebijakan Pangan Berbasis Data Terpadu
    Seluruh data produksi, konsumsi, stok, dan distribusi harus berada dalam satu sistem terpadu lintas kementerian.
  2. Penguatan Riset Varietas Beras Nasional
    Indonesia harus mandiri dalam varietas industri dan kebutuhan khusus.
  3. Pembangunan Industri Hilir Berbasis Pangan Lokal
    Mengurangi ketergantungan bahan baku impor untuk sektor pangan khusus.
  4. Digitalisasi Perdagangan Pangan dan Transformasi Birokrasi
    Sistem perizinan, distribusi, dan pengawasan harus berbasis digital agar cepat dan transparan.
  5. Konsolidasi Tata Kelola Pangan dalam Lembaga Negara yang Profesional
    Agar kebijakan pangan tidak tersebar di berbagai lembaga yang tidak sinkron.

Partai X menilai bahwa impor beras khusus bisa dipahami, tetapi tetap harus menjadi alarm penting bagi pemerintah. Ketahanan pangan bukan hanya soal kecukupan, tetapi juga soal kedaulatan, kemandirian, dan kemampuan negara mengatur rantai pasok tanpa ketergantungan luar negeri.

Indonesia harus memastikan bahwa petani dilindungi, industri dalam negeri diperkuat, dan rakyat merasakan dampak nyata dari kebijakan pangan yang adil.

Share This Article