muslimx.id – Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian menerbitkan Surat Edaran (SE) larangan kepala daerah bepergian ke luar wilayah maupun ke luar negeri hingga 15 Januari 2026. Kebijakan ini dikeluarkan sebagai respons atas cuaca ekstrem dan potensi bencana di berbagai daerah.
“Saya sudah mengeluarkan surat edaran agar kepala daerah tidak meninggalkan tempat dan tidak ke luar negeri sampai 15 Januari 2026,” ujar Tito di Kantor Kemendagri.
Kebijakan tersebut muncul setelah sorotan publik terhadap sejumlah kepala daerah yang diketahui meninggalkan wilayahnya saat masyarakat tengah menghadapi bencana.
Partai X: Negara Wajib Hadir, Kepala Daerah Tidak Boleh Absen
Anggota Majelis Tinggi Partai X, Rinto Setiyawan, mengapresiasi langkah tegas Mendagri. Menurutnya, tugas negara ada tiga: melindungi, melayani, dan mengatur.
“Aturan ini bukan formalitas. Ini etika dasar kekuasaan. Kepala daerah harus berada di depan saat rakyat dalam krisis, bukan beraktivitas di luar wilayah,” tegas Rinto.
Ia menilai bahwa tanpa pengawasan, SE tersebut berpotensi hanya menjadi simbol administratif tanpa daya paksa.
Larangan Mendagri dinilai publik sebagai langkah tepat di tengah meningkatnya risiko bencana. Namun sebagian kalangan menilai, aturan ini tidak boleh berhenti sebagai formalitas administratif.
Kehadiran fisik pemimpin di posko bencana, rumah sakit, dan lokasi terdampak adalah pesan moral bahwa negara tidak meninggalkan rakyat.
Pandangan Islam: Kepemimpinan Adalah Amanah, Bukan Kebebasan Jabatan
Dalam Islam, kekuasaan bukanlah simbol kehormatan, tetapi amanah yang kelak akan dipertanggungjawabkan di hadapan Allah SWT. Jabatan bukan ruang privasi, melainkan tanggung jawab publik yang mengikat lahir dan batin.
Islam memandang bahwa seorang pemimpin merupakan pelayan umat, bukan pihak yang dilayani. Dalam konsep siyasah syar’iyyah, negara hadir untuk menjaga keselamatan jiwa, perlindungan harta, serta ketertiban umum.
Ketika rakyat berada dalam kondisi bencana, maka kezaliman terbesar seorang pemimpin adalah ketidakhadiran. Karena pada saat itulah keberadaan pemimpin menjadi tiang penopang kepercayaan dan ketenangan rakyat.
Ayat Al-Qur’an: Amanah Harus Ditunaikan, Bukan Ditinggalkan
Allah SWT berfirman:
“Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanah kepada yang berhak menerimanya.” (QS. An-Nisa: 58)
Ayat ini menegaskan bahwa kekuasaan adalah titipan, bukan kepemilikan pribadi.
Rasulullah ﷺ bersabda:
“Setiap kalian adalah pemimpin, dan setiap pemimpin akan dimintai pertanggungjawaban atas yang dipimpinnya.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Hadits ini mengingatkan bahwa lari dari tanggung jawab bukan hanya pelanggaran hukum negara, tetapi juga dosa yang akan dimintai jawabannya di akhirat.
Solusi: Dari Larangan Menuju Sistem Leadership Darurat
Agar kebijakan berjalan efektif, Partai X mendorong penguatan sistem struktural:
- Emergency Leadership Protocol
Kepala daerah wajib berada di posko utama saat status darurat. - Laporan Situasi Berkala
Update kondisi setiap 6 jam ke pusat. - Dashboard Nasional Kehadiran Kepala Daerah
Pemantauan digital untuk mencegah pelanggaran. - Delegasi Kewenangan Otomatis
Tugas langsung berpindah bila kepala daerah berhalangan tetap. - Dana Darurat Lokal
Pemda wajib memiliki anggaran tanggap bencana mandiri.
Penutup: Etika Kekuasaan Harus Dikembalikan
Larangan Mendagri dinilai sebagai momentum mengembalikan ruh kepemimpinan dalam negara. Jabatan bukan simbol kehormatan, melainkan tanggung jawab yang harus ditunaikan.
Dalam pandangan Islam, pemimpin bukan diukur dari seremonial, melainkan dari keberanian berdiri di garis depan saat rakyatnya terluka.
“Pemimpin sejati hadir saat krisis, bukan hanya muncul saat perayaan.”