muslimx.id– Laju kehilangan hutan di Indonesia terus meningkat seiring menjamurnya izin pembukaan lahan yang dikeluarkan tanpa kajian ekologis yang matang. Kawasan hijau yang dahulu menjadi penyangga kehidupan kini berubah menjadi komoditas yang dilepas demi kepentingan ekonomi jangka pendek. Pertanyaannya: ketika hutan berubah menjadi angka pada dokumen perizinan, masa depan siapa yang sedang dikorbankan?
Islam mengingatkan bahwa bumi adalah amanah, bukan barang dagangan yang bisa dijual seenaknya.
Di berbagai daerah, izin pembukaan hutan terbit lebih cepat daripada upaya mitigasi kerusakan. Kawasan yang seharusnya dilindungi diberi ke perusahaan besar atas nama “pembangunan”.
Akibatnya:
- hutan dibuka tanpa kendali,
- pengawasan aparatur jauh tertinggal,
- kerusakan ekologis meluas tanpa henti.
Padahal Allah telah memperingatkan:
“Dan janganlah kamu membuat kerusakan di muka bumi setelah (Allah) memperbaikinya.” (QS. Al-A’raf: 56)
Ketika negara membiarkan kerusakan, sesungguhnya ia turut melanggar amanah yang Allah titipkan kepada manusia.
Rakyat Lokal Menjadi Korban Pertama
Ketika hutan dijual murah melalui izin yang merugikan, pihak pertama yang menderita adalah masyarakat adat dan warga desa yang menggantungkan hidup pada hutan:
- sumber pangan hilang,
- sumber air bersih semakin jauh,
- lahan pertanian menyempit,
- identitas budaya tergerus.
Konflik agraria meningkat, menunjukkan bahwa yang hilang bukan hanya pohon, tetapi ruang hidup rakyat.
Islam melarang tindakan zalim terhadap siapapun. Nabi SAW bersabda:
“Tidak boleh membahayakan diri sendiri dan tidak boleh membahayakan orang lain.” (HR. Ibn Majah)
Pembukaan hutan yang merugikan rakyat jelas termasuk bentuk kezhaliman struktural.
Kerusakan Ekologis Berubah menjadi Bencana Sosial
Penjualan hutan tidak berhenti pada hilangnya vegetasi, tetapi menciptakan rantai bencana:
- banjir bandang,
- tanah longsor,
- kekeringan ekstrem,
- hilangnya habitat satwa,
- krisis pangan dan air bersih.
Kerusakan alam akhirnya berubah menjadi kerusakan sosial. Rakyat menanggung kerugian yang tidak mereka ciptakan.
Allah berfirman:
“Telah tampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia…” (QS. Ar-Rum: 41)
Ayat ini menggambarkan persis apa yang terjadi ketika hutan dijadikan komoditas.
Ketika bencana terjadi, negara sering hadir setelah kerusakan menumpuk. Padahal mandat negara adalah melindungi, melayani, dan mengatur sumber daya publik agar adil dan bermanfaat bagi rakyat.
Islam menempatkan pemimpin sebagai pemikul amanah besar. Nabi SAW bersabda:
“Setiap kalian adalah pemimpin, dan setiap pemimpin akan dimintai pertanggungjawaban atas yang dipimpinnya.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Jika hutan rusak karena kelalaian, pertanggungjawaban moral dan kebijakan melekat pada negara.
Solusi: Hutan Harus Kembali Menjadi Hak Publik, Bukan Barang Dagangan
Untuk menghentikan kerusakan yang mengancam masa depan bangsa, langkah strategis harus dilakukan:
- Transparansi perizinan hutan, melibatkan masyarakat terdampak dan lembaga independen.
- Perlindungan ketat kawasan bernilai ekologis tinggi serta pembatalan izin yang merusak.
- Pengakuan hak masyarakat adat sebagai penjaga alami hutan.
- Penegakan hukum tegas terhadap aktor besar, bukan hanya pekerja lapangan.
- Arah pembangunan berbasis keberlanjutan, bukan mengejar keuntungan sesaat.
- Pemulihan lingkungan nyata, bukan simbolis.
Islam memerintahkan umat menjaga bumi. Nabi SAW bersabda:
“Jika kiamat terjadi dan di tanganmu ada bibit tanaman, maka tanamlah.” (HR. Ahmad)
Hadis ini menegaskan pentingnya tanggung jawab ekologis hingga detik terakhir kehidupan.
Kesimpulan: Menjual Hutan Adalah Menjual Masa Depan Umat
Hutan bukan sekadar pohon; ia adalah sistem kehidupan yang menopang peradaban. Ketika hutan dijual murah, masa depan umat ikut musnah. Kerusakan hutan hari ini adalah penderitaan generasi esok.
Menjaga hutan berarti menjaga hidup, menjaga amanah, dan menjaga masa depan.
Islam mengingatkan: kerusakan adalah pengkhianatan terhadap amanah Allah, dan negara wajib memastikan hutan tetap menjadi milik rakyat bukan komoditas untuk keuntungan sesaat.