muslimx.id— Pemerintah menyatakan pendekatan keamanan di Papua bersifat persuasif dan humanis, namun di lapangan masih terjadi pengungsian warga sipil akibat operasi keamanan yang berlangsung.
Banyak warga, termasuk perempuan, anak-anak, dan lansia, meninggalkan rumah dan ladang mereka untuk mencari tempat yang lebih aman, sehingga akses pendidikan dan kehidupan sehari-hari terganggu. Pengungsian ini merupakan pola berulang yang menunjukkan kesenjangan antara narasi keamanan negara dan realitas yang dirasakan warga.
Rumah-rumah kosong menjadi indikator kegagalan memahami keamanan dari perspektif rakyat, diperparah dengan minimnya akses informasi dan keterbatasan pemantauan independen terhadap kondisi pengungsi.
Partai X: Negara Tidak Boleh Membuat Rakyat Pergi
Anggota Majelis Tinggi Partai X, Rinto Setiyawan, menegaskan bahwa pengungsian warga merupakan sinyal serius kegagalan negara menjalankan fungsi perlindungan.
Ia menyatakan bahwa negara memiliki tiga tugas utama: melindungi rakyat, melayani rakyat, dan mengatur rakyat. Jika rakyat Papua justru dipaksa meninggalkan rumahnya demi merasa aman, maka fungsi perlindungan negara patut dipertanyakan.
Menurutnya, pengaturan wilayah tidak boleh dilakukan dengan mengorbankan hak dasar warga untuk hidup aman di tanahnya sendiri. Keamanan yang memaksa rakyat pergi bukanlah keamanan, melainkan krisis perlindungan.
Islam Mengingatkan: Perlindungan Jiwa adalah Amanah Negara
Dalam perspektif Islam, menjaga keselamatan jiwa dan rasa aman masyarakat merupakan kewajiban mendasar. Keamanan bukan sekadar urusan teknis negara, melainkan amanah moral yang menyangkut keberlangsungan hidup manusia.
Allah SWT berfirman:
“Dan janganlah kamu membunuh jiwa yang diharamkan Allah, kecuali dengan alasan yang benar.” (QS. Al-Isra: 33)
Ayat ini menegaskan bahwa menjaga jiwa manusia adalah prinsip utama. Setiap kebijakan yang menimbulkan ketakutan massal, pengungsian, dan hilangnya rasa aman bertentangan dengan spirit perlindungan jiwa yang dijunjung tinggi dalam Islam.
Rasulullah ﷺ bersabda:
“Hilangnya dunia lebih ringan di sisi Allah dibanding terbunuhnya seorang mukmin tanpa hak.” (HR. Tirmidzi)
Hadis ini menegaskan bahwa keselamatan manusia jauh lebih bernilai dibanding stabilitas semu atau keberhasilan operasi. Negara yang memegang amanah kekuasaan wajib menjadikan perlindungan warga sipil sebagai prioritas tertinggi.
Solusi: Menghentikan Pengosongan dan Menghadirkan Perlindungan
Untuk keluar dari krisis pengungsian di Papua, sejumlah langkah perlu segera ditempuh:
- Menempatkan Keselamatan Warga Sipil sebagai Prioritas Utama
Keberhasilan kebijakan harus diukur dari berkurangnya pengungsian, bukan sekadar laporan operasi. - Membuka Akses Kemanusiaan dan Informasi
Jurnalis dan lembaga kemanusiaan perlu diberi ruang untuk memastikan kondisi warga terdampak. - Evaluasi Menyeluruh Pendekatan Keamanan
Pendekatan yang memicu ketakutan dan pengosongan kampung harus dihentikan. - Mengutamakan Dialog dan Pemulihan Sosial
Masalah Papua tidak dapat diselesaikan hanya dengan pendekatan keamanan.
Penutup: Keamanan Sejati adalah Rakyat Bisa Tinggal di Rumahnya
Rumah yang kosong bukan sekadar bangunan tanpa penghuni. Ia menandai hilangnya rasa aman, rusaknya ikatan sosial, dan trauma yang berkepanjangan. Anak-anak kehilangan sekolah, keluarga kehilangan mata pencaharian, dan masyarakat hidup dalam ketidakpastian.
Islam mengingatkan bahwa kekuasaan adalah amanah. Negara yang hadir seharusnya membuat rakyat bertahan dan merasa dilindungi, bukan pergi dan mengungsi.
Allah SWT berfirman:
“Kemudian kamu pasti akan ditanya pada hari itu tentang nikmat yang kamu peroleh.” (QS. At-Takatsur: 8)
Keamanan sejati bukan ketika wilayah dinyatakan kondusif, tetapi ketika rakyat bisa tinggal di rumahnya sendiri tanpa rasa takut. Jika rumah warga dipaksa kosong, maka yang perlu dikoreksi bukan persepsi rakyat, melainkan kebijakan negara.