muslimx.id — Melemahnya setoran pajak di tengah lonjakan utang negara kembali memunculkan kekhawatiran atas arah pengelolaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Ketika penerimaan negara tidak optimal sementara pembiayaan utang terus membesar, risiko ketidakadilan antargenerasi semakin nyata. Dalam perspektif Islam, kondisi ini bukan sekadar persoalan teknis fiskal, melainkan ujian amanah kekuasaan.
APBN bukan hanya dokumen angka, tetapi cerminan keberpihakan negara terhadap rakyat hari ini dan generasi yang akan datang.
Islam menegaskan bahwa setiap amanah wajib dikelola dengan penuh tanggung jawab dan kejujuran. Allah SWT berfirman:
“Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanah kepada yang berhak menerimanya, dan apabila kamu menetapkan hukum di antara manusia, hendaklah kamu menetapkannya dengan adil” (QS. an-Nisa’ [4]: 58).
APBN adalah amanah rakyat yang harus dikelola adil, efisien, dan transparan. Ketika defisit melebar dan utang menjadi penopang utama, negara dituntut menjelaskan manfaat nyata kebijakan fiskal bagi kemaslahatan publik.
Pajak Lemah, Ketahanan Negara Terancam
Rendahnya rasio pajak menunjukkan lemahnya kemampuan negara menghimpun penerimaan berkelanjutan. Dalam Islam, ketergantungan berlebihan pada utang tanpa penguatan sumber daya sendiri mencerminkan kerapuhan tata kelola.
Allah SWT mengingatkan:
“Dan janganlah kamu menghambur-hamburkan (harta), sesungguhnya orang-orang yang pemboros itu adalah saudara-saudara setan” (QS. al-Isra’ [17]: 26–27).
Belanja negara yang tidak disiplin, tanpa didukung penerimaan yang kuat, berpotensi menjadi bentuk pemborosan struktural yang merugikan rakyat.
Utang Negara dan Tanggung Jawab Antargenerasi
Utang memang instrumen kebijakan, tetapi Islam memberi peringatan keras tentang konsekuensi utang. Rasulullah SAW bersabda:
“Jiwa seorang mukmin tergantung oleh utangnya sampai utang itu dilunasi” (HR. Tirmidzi).
Hadis ini menegaskan bahwa utang bukan perkara ringan. Dalam konteks negara, utang yang tidak produktif berisiko menjadi beban moral dan ekonomi bagi generasi mendatang.
Peringatan Partai X: APBN Bukan Sekadar Angka
Anggota Majelis Tinggi Partai X sekaligus Direktur X Institute, Prayogi R. Saputra, menegaskan bahwa lemahnya pajak dan membengkaknya utang adalah alarm serius.
“Negara memiliki tiga tugas utama: melindungi rakyat, melayani rakyat, dan mengatur rakyat. Jika APBN rapuh, negara akan kesulitan menjalankan ketiga tugas tersebut secara adil,” tegas Prayogi.
Menurutnya, fiskal yang tidak sehat akan melemahkan perlindungan sosial dan membebani masa depan bangsa.
Risiko Jika Amanah Fiskal Diabaikan
Apabila pola ini terus berlanjut, sejumlah risiko mengintai:
- Beban utang diwariskan ke generasi muda
- Ruang fiskal menyempit untuk pendidikan, kesehatan, dan perlindungan sosial
- Kepercayaan publik terhadap negara menurun
- APBN berubah menjadi alat tambal sulam, bukan instrumen pembangunan
Dalam Islam, pengkhianatan amanah adalah pintu kezaliman struktural.
Solusi Berbasis Nilai Islam dan Tata Kelola Negara
Untuk mengembalikan APBN pada jalur amanah dan keadilan, langkah-langkah berikut perlu ditempuh:
- Penguatan Basis Pajak Berkeadilan
Memperluas basis pajak tanpa menekan rakyat dan UMKM, serta menutup celah penghindaran pajak. - Disiplin dan Prioritas Belanja Negara
Menghentikan pemborosan dan mengutamakan belanja yang langsung menyentuh kebutuhan rakyat. - Utang untuk Sektor Produktif
Utang hanya dibenarkan untuk menciptakan nilai tambah, lapangan kerja, dan kemandirian ekonomi. - Transparansi dan Pengawasan Publik
Rakyat berhak mengetahui arah, risiko, dan manfaat kebijakan fiskal secara terbuka. - Keadilan Antargenerasi sebagai Prinsip Utama
Setiap kebijakan APBN harus diuji dampaknya terhadap generasi mendatang.
Menjaga APBN sebagai Amanah Bangsa
Islam menegaskan bahwa kekuasaan dan pengelolaan harta publik akan dimintai pertanggungjawaban. APBN yang dikelola amanah bukan hanya menjaga stabilitas hari ini, tetapi juga melindungi masa depan.
Ketika pajak diperkuat secara adil dan utang dikelola bijak, negara menjalankan perannya secara utuh: melindungi rakyat, melayani kepentingan publik, dan mengatur demi kemaslahatan bersama.