Pada tahun 2025, Indonesia kembali dihadapkan pada serangkaian kasus korupsi besar yang melibatkan berbagai sektor dan pejabat tinggi. Fenomena ini menunjukkan bahwa meskipun telah ada upaya pemberantasan, korupsi tetap menjadi masalah serius yang menggerogoti tatanan negara.
Salah satu kasus yang mencuat adalah korupsi di PT Pertamina, di mana sejumlah pejabat PT Pertamina Patra Niaga diduga terlibat dalam penyalahgunaan pengelolaan minyak mentah dan produk kilang. Praktik ini menyebabkan kerugian negara yang diperkirakan mencapai Rp968,5 triliun, dan hingga kini sembilan tersangka telah ditetapkan oleh Kejaksaan Agung.
Tak kalah mencengangkan, kasus korupsi di PT Timah yang berlangsung antara 2015 hingga 2022 juga terungkap. Dalam kasus ini, penyalahgunaan tata niaga timah oleh oknum-oknum di wilayah izin usaha pertambangan PT Timah Tbk mengakibatkan kerugian negara hingga Rp300 triliun. Kasus serupa juga terjadi dalam Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI), yang merugikan negara sekitar Rp138 triliun akibat penyalahgunaan dana talangan untuk bank-bank yang terjerat krisis moneter.
Di sektor lain, PT Asuransi Jiwasraya menjadi sorotan setelah pengelolaan dana investasi yang salah, yang berujung pada kerugian negara sebesar Rp16,8 triliun antara 2008 hingga 2019. Tak hanya itu, PT Asuransi Sosial Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (Asabri) juga terlibat dalam penyalahgunaan dana investasi yang berdampak pada kerugian negara yang signifikan.
Selain itu, kasus korupsi pengadaan server dan storage di PT SCC Telkomsigma yang terungkap pada Januari 2025 menunjukkan bagaimana pengadaan barang dan jasa dalam sektor teknologi juga bisa menjadi celah korupsi yang merugikan negara.
Kasus-kasus yang melibatkan tokoh politik juga tidak kalah mencengangkan. Hasto Kristiyanto, Sekretaris Jenderal PDIP, ditangkap KPK pada Februari 2025 terkait dugaan suap dan obstruction of justice dalam proses pemilihan legislatif 2019. Sementara itu, Thomas Lembong, mantan Menteri Perdagangan, juga ditangkap pada Oktober 2024 atas dugaan penyalahgunaan wewenang dalam impor gula, yang menyebabkan kerugian negara sebesar Rp400 miliar.
Korupsi dalam penegakan hukum juga mencuat melalui kasus oknum polisi yang terlibat dalam pemerasan terhadap warga negara asing di Jakarta. Kasus ini mengungkap masalah sistemik dalam aparat penegak hukum, yang semakin memperburuk kepercayaan masyarakat terhadap institusi negara.
Kasus-kasus korupsi yang terus terungkap ini menunjukkan bahwa praktik korupsi masih merajalela di berbagai sektor. Untuk itu, pemberantasan korupsi harus menjadi prioritas utama agar Indonesia bisa memulihkan kepercayaan publik dan memastikan penggunaan sumber daya negara dengan lebih transparan dan adil. Keberanian untuk menghadapi masalah ini, dengan dukungan dari seluruh lapisan masyarakat, menjadi kunci untuk menciptakan perubahan menuju masa depan yang lebih baik.
Korupsi dalam perspektif Islam, terutama yang dilakukan oleh pemerintah atau pejabat publik, merupakan tindakan yang sangat tercela dan dilarang keras. Islam menekankan pentingnya amanah, kejujuran, dan keadilan dalam setiap aspek kehidupan, termasuk dalam urusan pemerintahan. Pemerintah yang diberi wewenang untuk mengelola urusan rakyat, wajib memimpin dengan integritas dan menjauhi segala bentuk penyalahgunaan kekuasaan, seperti korupsi.
Al-Qur’an dengan jelas memberikan peringatan keras tentang akibat dari tindakan curang dan korupsi. Allah berfirman dalam QS. Ali Imran: 161, “Dan barangsiapa yang berlaku curang, maka akan datanglah dia dengan barang yang dicuranginya itu pada hari Kiamat.”
Ayat ini menunjukkan bahwa setiap tindakan curang, termasuk korupsi, akan mendapatkan balasan yang setimpal di akhirat. Korupsi tidak hanya merugikan negara, tetapi juga akan membawa akibat buruk bagi pelakunya di hadapan Allah SWT.
Rasulullah SAW juga mengingatkan dalam sebuah hadist yang diriwayatkan oleh Bukhari, “Siapa yang diamanati oleh Allah untuk memimpin rakyat, lalu ia tidak memimpinnya dengan tuntunan yang baik, maka ia tidak akan dapat merasakan bau surga.” Hadist ini menegaskan bahwa amanah yang diberikan kepada pemimpin adalah tanggung jawab yang sangat besar, dan mereka yang tidak menjalankan amanah dengan adil dan bersih dari korupsi akan menghadapi konsekuensi yang sangat berat, baik di dunia maupun di akhirat.
Lebih lanjut, Rasulullah SAW juga menyebutkan dalam hadist lain yang sangat tegas mengenai pengkhianatan dan korupsi: “Barangsiapa di antara kalian yang melakukan ghulul, maka ia akan datang pada hari kiamat dengan binatang yang dicurinya.” (HR. Bukhari). Ghulul dalam hadist ini merujuk pada tindakan korupsi, yaitu mengambil sesuatu yang bukan haknya dari harta rakyat atau negara. Dalam Islam, tindakan seperti ini dianggap sebagai pengkhianatan terhadap amanah, yang akan dipertanggungjawabkan di hadapan Allah.
Al-Qur’an juga mengajarkan bahwa harta yang diperoleh melalui cara yang curang atau tidak adil, akan mendatangkan kerusakan dan mala petaka. Dalam kisah Nabi Syu’aib dan kaumnya Madyan, mereka dikenal karena melakukan kecurangan dalam timbangan dan ukuran. Akibat dari ketidakadilan ini, Allah menurunkan azab kepada mereka. Kisah ini mengingatkan kita bahwa praktik curang, baik dalam perdagangan maupun dalam pemerintahan, hanya akan merugikan masyarakat dan membawa kehancuran bagi pihak-pihak yang terlibat.
Dengan semua peringatan ini, jelaslah bahwa Islam menempatkan korupsi sebagai suatu pelanggaran besar yang tidak hanya merugikan masyarakat dan negara, tetapi juga berdampak serius bagi kehidupan seseorang di akhirat. Pemerintah dan pejabat publik yang amanah harus menjaga kebersihan hati dan menjalankan tugas dengan adil, jujur, dan transparan, karena mereka tidak hanya akan dimintai pertanggungjawaban di dunia, tetapi juga di hadapan Allah SWT kelak.