Dari Thaharah Menuju Tanggung Jawab: Adab Bersuci di Rumah Allah

muslimX
By muslimX
5 Min Read

muslimx.id – Pernahkah Anda memasuki toilet umum di Indonesia dan seketika ingin segera keluar karena aroma tak sedap yang menusuk dan kondisi lantai yang jorok? Ironisnya, situasi ini tidak hanya terjadi di terminal atau pasar, tetapi bahkan di masjid, tempat yang seharusnya mencerminkan kesucian dan kenyamanan.

Sementara itu, Jepang, negara non-Muslim, menunjukkan standar kebersihan yang sangat tinggi, bahkan di toilet umum pada stasiun, taman, hingga di acara berskala besar. Dalam sebuah kunjungan tim Radius ke Negeri Sakura, toilet portable di lokasi festival tetap bersih dan terawat, seolah tidak pernah digunakan ribuan orang. Seorang remaja bahkan terlihat membersihkan wastafel secara sukarela. Di Jepang, hal seperti ini bukanlah keistimewaan, melainkan kebiasaan sosial.

Budaya kebersihan di Jepang merupakan bagian dari sistem pendidikan dan nilai hidup sehari-hari. Anak-anak dibiasakan membersihkan ruang kelas dan toilet sendiri melalui kegiatan bernama osoji, sebagai bentuk tanggung jawab sosial. Selain itu, filosofi mottainai, yang berarti “sayang jika disia-siakan” menanamkan penghargaan terhadap fasilitas umum. Masyarakat Jepang tumbuh dengan kesadaran bahwa ruang publik adalah tanggung jawab bersama.

Sayangnya, situasi serupa masih menjadi tantangan di Indonesia. Salah satu contoh yang sempat viral adalah toilet umum di alun-alun Kota Lamongan. Kondisinya rusak parah: plafon jebol, lantai berlubang, dan bau menyengat. Meskipun berjarak hanya beberapa puluh meter dari kantor bupati, toilet tersebut hanya diperbaiki setelah menuai sorotan di media sosial. Kondisi ini bukan hanya soal pengelolaan yang buruk, tetapi juga cerminan perilaku pengguna yang kurang bertanggung jawab.

Menurut Hadi (nama disamarkan), pengurus salah satu masjid besar di Kota Malang, tantangan terbesar dalam pengelolaan toilet masjid adalah perilaku jamaah. Ia menyebut, banyak pengunjung membuang sampah sembarangan ke dalam kloset, termasuk pembalut, yang menyebabkan toilet tersumbat dan berbau tidak sedap. Hal serupa diungkapkan Wanto, marbot masjid lain di kota yang sama. Ia menuturkan bahwa setelah waktu Isya hingga Subuh, kondisi toilet sering kali tidak terurus akibat keterbatasan tenaga kebersihan.

Dalam Islam, kebersihan memiliki kedudukan penting sebagai bagian dari keimanan. Rasulullah SAW bersabda:

“Kebersihan adalah bagian dari iman.” (HR. Muslim)

Toilet, meski berada di area fasilitas umum atau masjid, tetap harus dijaga kebersihannya karena mencerminkan sikap spiritual dan moral seorang Muslim. Islam tidak membedakan antara ruang pribadi dan ruang publik dalam urusan adab dan tanggung jawab. Bahkan, tempat ibadah harus dijaga dari najis dan kotoran sebagai bentuk penghormatan terhadap rumah Allah SWT.

Lebih jauh, Rasulullah SAW bersabda:

“Sesungguhnya Allah itu Mahabersih dan menyukai kebersihan. Dia Mahamulia dan menyukai kemuliaan, Mahasuci dan menyukai kesucian.” (HR. Tirmidzi)

Kondisi toilet masjid yang kotor, berbau, bahkan rusak, menunjukkan pengabaian terhadap nilai-nilai dasar keislaman. Padahal, rumah ibadah seharusnya menjadi tempat yang suci, nyaman, dan mengundang ketenangan jiwa bagi para jamaah.

Dalam kajian psikologi sosial, perilaku abai terhadap kebersihan ruang publik dijelaskan dengan istilah diffusion of responsibility, di mana seseorang merasa tidak perlu bertanggung jawab karena menganggap orang lain akan melakukannya. Hal ini diperparah dengan bystander effect, yakni semakin banyak orang di sekitar, semakin kecil kemungkinan individu untuk bertindak.

Kondisi ini menjelaskan mengapa toilet umum, sebersih apa pun awalnya cepat menjadi kotor jika setiap individu tidak mengambil peran menjaga. Ini bukan semata tanggung jawab pengelola, tetapi semua pengguna.

Di masa lalu, masyarakat Indonesia dikenal memiliki nilai-nilai kultural yang menjunjung adab. Bahkan, untuk buang air di sembarang tempat seperti pohon besar, seseorang perlu “pamit” karena takut melanggar norma gaib. Kini, rasa hormat itu perlahan hilang, bahkan terhadap masjid, rumah Allah SWT yang seharusnya disucikan.

Tidak sedikit yang buang air sembarangan, meninggalkan toilet dalam keadaan kotor, atau membuang sampah seenaknya. Fenomena ini menunjukkan bahwa rasa malu dan tanggung jawab sosial telah menipis.

Menjaga kebersihan toilet bukan soal etika kecil yang bisa diabaikan. Ia adalah refleksi dari nilai iman dan penghargaan terhadap sesama. Dalam Islam, tanggung jawab atas kebersihan tidak bisa dilimpahkan sepenuhnya kepada petugas kebersihan. Setiap individu harus menanamkan dalam dirinya bahwa menjaga fasilitas umum adalah bagian dari amanah.

Jika di negara non-Muslim seperti Jepang, warga bisa menjaga kebersihan karena kesadaran kolektif dan tanggung jawab sosial, maka seharusnya di negara Muslim seperti Indonesia, hal itu menjadi nilai yang otomatis tumbuh dari iman.

Mari kita kembalikan makna kesucian rumah ibadah, dimulai dari hal yang tampak sederhana: menjaga toilet tetap bersih, layak, dan terhormat.

“Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang tobat dan menyukai orang-orang yang menyucikan diri.” (QS. Al-Baqarah: 222)

Share This Article