muslimx.id – Pada tahun 1990, seorang petani bernama Cipto Suwarno dari Klaten, Jawa Tengah, ia dicatat dalam sejarah arkeologi Indonesia. Sudah seminggu lebih ia menggali lahan sawah miliknya sejak pagi hingga petang dengan tujuan mengembalikan aliran air irigasi yang terganggu karena proyek pembangunan di sekitar lahan. Namun pada Rabu, 17 Oktober 1990, saat menggali hingga kedalaman 2,5 meter, cangkulnya menyentuh benda keras.
Awalnya ia mengira itu hanya batu, namun saat diangkat, ternyata benda tersebut adalah guci keramik yang dibalut emas. Ia sontak berteriak, “Emas, emas, emas!” disaksikan oleh warga dan pejabat desa. Proses penggalian dilanjutkan dan ditemukanlah harta karun emas seberat 16 kg, yang kemudian dikenal sebagai Harta Karun Wonoboyo, salah satu temuan arkeologi emas terbesar dalam sejarah Indonesia.
Menurut laporan, rincian barang yang ditemukan meliputi: Bokor gembung, 6 tutup bokor, 3 gayung, 1 baki, 97 gelang, 22 mangkok, pipa rokok, guci besar dan 2 guci kecil, 11 cincin, 7 piring, 8 subang, tas tangan, keris, manik-manik, dan uang logam.
Sayangnya, pemerintah hanya memberikan selembar piagam penghargaan kepada Suwarno sebagai tanda terima kasih. Tak ada kompensasi materi yang diberikan atas penemuan luar biasa itu.
Hukum Penemuan Harta Karun dalam Islam
Dalam Islam, harta karun yang ditemukan di dalam tanah dikenal sebagai rikaz. Harta ini termasuk milik umum, tapi si penemu berhak atas 80% dari total temuan, sementara 20%-nya dikeluarkan sebagai zakat (khumus) kepada negara atau baitul mal untuk kemaslahatan umat.
Rasulullah ﷺ bersabda:
“Dalam rikaz (harta karun) terdapat kewajiban khumus (seperlima).” (HR. Bukhari dan Muslim)
Dengan kata lain, jika merujuk kepada hukum Islam, Suwarno sebagai penemu berhak atas 12,8 kg emas, dan sisanya 3,2 kg diserahkan kepada negara sebagai zakat.
Kisah di Masa Sayyidina Umar bin Khattab
Pada masa pemerintahan Khalifah Umar bin Khattab, keadilan sangat dijunjung tinggi, termasuk dalam urusan kepemilikan harta. Diriwayatkan bahwa saat seorang sahabat menemukan harta tersembunyi, Umar tidak serta-merta menyita harta tersebut, melainkan mengadakan musyawarah dan memastikan pembagian adil antara penemu dan pihak-pihak terkait.
Jika harta tersebut tidak diketahui pemiliknya dan bukan hasil rampasan, maka si penemu mendapatkan hak kepemilikan, setelah dikeluarkan bagian zakatnya. Umar juga dikenal menolak menindas hak individu atas nama negara, dan sangat berhati-hati dalam memutuskan hak milik dan distribusi kekayaan.
Peristiwa penemuan Harta Karun Wonoboyo ini seharusnya menjadi momentum untuk mengevaluasi kebijakan negara terhadap hak penemu. Dalam perspektif Islam, jelas bahwa si penemu memiliki hak yang besar, bukan sekadar diberikan selembar piagam. Keteladanan Sayyidina Umar memberikan gambaran bahwa negara seharusnya tidak bersikap otoriter atas temuan pribadi, tapi menegakkan keadilan berdasarkan musyawarah dan syariat.
Islam mengatur penemuan harta karun dengan prinsip keadilan dan keseimbangan antara hak individu dan tanggung jawab sosial. Harta Karun Wonoboyo bukan hanya peninggalan sejarah, tapi juga menjadi cermin bagaimana perlakuan terhadap penemu harta bisa menunjukkan apakah suatu bangsa menjunjung nilai keadilan atau tidak. Dalam Islam, penghargaan sepadan dan pengakuan hak adalah hal yang wajib ditegakkan.