muslimx.id – Sejak awal diturunkannya Islam, satu pesan besar yang ditegaskan berulang kali dalam Al-Qur’an dan ajaran Rasulullah adalah kesetaraan manusia. Islam datang bukan hanya membawa ajaran ritual dan ibadah, tetapi juga membebaskan manusia dari belenggu diskriminasi, kasta, dan ketimpangan sosial yang diwariskan dari tradisi jahiliah.
Dalam Islam, setiap manusia memiliki nilai yang sama di hadapan Allah. Tidak ada keistimewaan berdasarkan ras, warna kulit, suku, atau status sosial. Yang membedakan hanyalah ketakwaan dan amal perbuatan.
“Wahai manusia! Sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan, dan Kami jadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku agar kamu saling mengenal. Sesungguhnya yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah adalah yang paling bertakwa.” (QS. Al-Hujurat: 13)
Ayat ini menegaskan bahwa asal-usul manusia adalah sama, dari satu pasangan: Adam dan Hawa. Maka tidak pantas satu kelompok merasa lebih unggul dari kelompok lain hanya karena garis keturunan atau kebangsaan. Islam menolak segala bentuk superioritas sosial.
Kesetaraan dalam Sejarah Islam
Ketika Rasulullah ﷺ menyampaikan khutbah haji wada’, beliau menekankan prinsip ini dengan sangat jelas:
“Wahai manusia, sesungguhnya Tuhan kalian satu dan bapak kalian satu. Tidak ada kelebihan bagi orang Arab atas non-Arab, dan tidak pula non-Arab atas orang Arab, tidak bagi yang berkulit putih atas yang hitam, dan tidak pula sebaliknya kecuali dengan takwa.” (HR. Ahmad)
Dalam praktiknya, Rasulullah mengangkat Bilal bin Rabah, seorang budak berkulit hitam dari Habasyah (Ethiopia), menjadi muazin utama di masjid. Ia tidak melihat warna kulit, tetapi melihat iman dan kemuliaan hati.
Kesetaraan dan Hukum Islam
Kesetaraan manusia bukan hanya idealisme dalam Islam. Prinsip ini diterapkan dalam hukum-hukum syariah secara nyata dan konkret. Beberapa contohnya:
1. Kesetaraan dalam Hukum Pidana (Hudud dan Qisas)
Dalam Islam, semua orang tunduk pada hukum yang sama. Seorang pemimpin negara yang mencuri dikenai hukum yang sama seperti rakyat biasa.
Rasulullah ﷺ bersabda:
“Demi Allah, seandainya Fatimah putri Muhammad mencuri, niscaya akan aku potong tangannya.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Ini menunjukkan bahwa hukum Islam tidak membeda-bedakan antara yang kaya dan miskin, bangsawan atau budak.
2. Kesetaraan dalam Kesaksian dan Persaksian
Dalam Islam, siapa pun yang memenuhi syarat sebagai saksi, suaranya memiliki nilai hukum yang sah. Tidak ada diskriminasi gender atau status sosial, meski memang ada perbedaan syarat teknis tergantung konteks (misalnya perbedaan jumlah saksi dalam transaksi bisnis atau kasus jinayat).
3. Kesetaraan dalam Hak Sosial dan Ekonomi
Islam mewajibkan zakat untuk memastikan bahwa kekayaan tidak berputar di kalangan orang kaya saja. Dalam konteks ini, Islam memperjuangkan kesetaraan akses terhadap kebutuhan dasar, seperti makanan, tempat tinggal, dan pendidikan. Setiap manusia berhak hidup dengan layak.
4. Kesetaraan dalam Kewajiban Ibadah
Semua umat Islam, apapun statusnya, diwajibkan salat, puasa, haji, dan berzakat. Tidak ada yang dibebaskan karena jabatan. Bahkan dalam haji, manusia ditelanjangi dari segala status sosial, semua mengenakan pakaian ihram yang sama, sebagai simbol bahwa di hadapan Allah, semua setara.
Islam Menghapus Kasta dan Kelas Sosial
Salah satu revolusi besar Islam adalah menghapus sistem kasta yang memecah manusia berdasarkan keturunan atau profesi. Dalam Islam, seorang budak bisa menjadi pemimpin, dan seorang penguasa bisa dihukum jika berbuat salah. Kesetaraan ini mengakar kuat dalam seluruh ajaran, termasuk fiqh muamalah, jinayah, dan siyasah syar’iyyah.
Namun kesetaraan dalam Islam bukan berarti “sama rata dalam semua hal”. Islam tetap membedakan peran dan tanggung jawab, misalnya antara suami dan istri, orang tua dan anak, atau penguasa dan rakyat. Tapi perbedaan peran itu bukan bentuk ketidaksetaraan, melainkan bagian dari tatanan harmonis yang adil.
Islam menegaskan bahwa seluruh manusia adalah setara dalam penciptaan, nilai, dan hak-haknya. Tidak ada yang lebih mulia karena warna kulit, harta, atau keturunan. Satu-satunya tolok ukur keunggulan dalam Islam hanyalah takwa dan amal salih.
Prinsip kesetaraan ini tidak hanya menjadi ajaran moral, tetapi menjadi dasar dalam seluruh hukum Islam, dari hukum pidana, ekonomi, ibadah, hingga kepemimpinan. Itulah sebabnya hukum syariah bisa diterapkan secara adil di masyarakat manapun, karena ia berdiri di atas asas universal: bahwa setiap manusia adalah sama di hadapan Allah.
Islam mengajarkan kita untuk menilai manusia bukan dari tampilan luarnya, tapi dari isi hatinya. Dan Islam membuktikan bahwa syariat bukan hanya urusan langit, tetapi juga peduli dengan martabat setiap manusia di bumi.