muslimx.id – Menyikapi Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun 2025 tentang saksi pelaku, Partai X menegaskan bahwa kebijakan ini berpotensi membuka celah besar manipulasi hukum, terutama oleh pelaku kejahatan terorganisir, aparat berseragam, atau koruptor berjemaah.
“Wahai orang-orang yang beriman! Jadilah kamu penegak keadilan, menjadi saksi karena Allah, sekalipun terhadap dirimu sendiri, ibu bapak, dan kaum kerabatmu.” (QS. An-Nisa: 135)
Ayat ini menegaskan bahwa keadilan dalam Islam tidak bisa dikompromikan oleh posisi, jabatan, ataupun kesepakatan strategis. Negara wajib berpihak kepada kebenaran, bukan kepada pelaku yang menyelamatkan diri dengan membocorkan kejahatan hanya untuk mendapat remisi.
Partai X: Jangan Sampai Hukum Jadi Alat Tukar Kepentingan
Rinto Setiyawan, Anggota Majelis Tinggi Partai X, menyoroti bahaya besar jika hukum dibentuk berdasarkan asas untung-rugi atau kecepatan pengungkapan semata.
“Barang siapa yang memberi syafaat baik (pertolongan dalam keadilan), niscaya ia akan memperoleh bagian dari padanya.” (QS. An-Nisa: 85)
Tapi Islam juga menolak syafaat dalam kebatilan, atau untuk membebaskan pelaku kejahatan karena manfaat politis atau kekuasaan.
Dalam hadis shahih riwayat Bukhari dan Muslim, Rasulullah ﷺ menolak syafaat (perantara) yang diajukan sahabat dekatnya untuk meringankan hukuman seorang wanita pencuri dari Bani Makhzum. Nabi bersabda tegas:
“Demi Allah, seandainya Fatimah binti Muhammad mencuri, niscaya aku akan memotong tangannya.”
Solusi Partai X: Keadilan Tak Bisa Ditawar, Harus Diaudit dan Diawasi
Partai X mengusulkan pembentukan Komisi Audit Keadilan, bukan hanya untuk memverifikasi prosedur saksi pelaku, tetapi juga untuk menilai dampak terhadap korban dan rasa keadilan masyarakat.
“Islam tidak membolehkan pelaku kejahatan lari dari keadilan hanya karena membantu penyidik,” tegas Rinto.
Semua bentuk penghargaan terhadap saksi pelaku harus terbuka, akuntabel, dan melibatkan korban dalam proses penilaiannya. Hukum harus bersih dari permainan penguasa, jabatan, atau rasa takut terhadap nama besar pelaku.
Penutup: Negara Wajib Menjadi Penegak Amanah, Bukan Perantara Kelonggaran
Dalam Islam, amanah kepemimpinan dan penegakan hukum adalah beban berat yang akan dimintai pertanggungjawaban. Jika penguasa membiarkan kejahatan lolos atas nama “kerja sama”, maka negara telah ikut bersekongkol dengan pengkhianatan terhadap korban.
“Sesungguhnya Allah memerintahkan kamu untuk menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya dan (menyuruh kamu) apabila menetapkan hukum di antara manusia supaya kamu menetapkan dengan adil…”(QS. An-Nisa: 58)
Keadilan sejati bukan yang cepat, tapi yang berpihak pada kebenaran. Jangan jadikan hukum seperti transaksi pasar, di mana dosa dibayar dengan informasi.