muslimx.id – Penandatanganan nota kesepahaman antara Kejaksaan Agung dan empat operator seluler nasional memunculkan kekhawatiran baru tentang penyalahgunaan kekuasaan. Dalam kerja sama ini, Kejaksaan berhak mengakses data komunikasi, rekaman percakapan, hingga perangkat penyadapan yang bisa digunakan dalam proses intelijen.
Jaksa Agung Muda Intelijen Reda Manthovani menyebut kerja sama ini bertujuan melacak buronan dan mengumpulkan informasi A1. Namun, suara kritis datang dari Partai X yang mempertanyakan arah penggunaan kekuatan teknologi ini: apakah digunakan untuk menindak penjahat kelas kakap, atau justru mengawasi rakyat biasa?
Anggota Majelis Tinggi Partai X, Rinto Setiyawan, menyatakan bahwa penyadapan yang tidak diawasi secara ketat bisa menjadi senjata untuk menakut-nakuti rakyat, membungkam kritik, dan melanggengkan kekuasaan.
“Negara makin rajin mengawasi rakyat. Tapi giliran memburu koruptor besar, sinyalnya malah hilang,” ujarnya.
Dalam Islam, konsep hisbah (pengawasan dalam amar ma’ruf nahi munkar) tidak boleh disalahgunakan untuk mengintai tanpa batas. Bahkan Khalifah Umar bin Khattab pernah menegur petugas pengintai karena masuk ke rumah seseorang tanpa izin, meski untuk menangkap pelaku maksiat.
“Jangan kalian intip-intip kesalahan orang, karena yang kalian langgar lebih besar dari yang kalian cari.” (Umar bin Khattab atsar masyhur dalam kitab al-Muwatta’)
Menurut Partai X, prinsip Islam dalam menggunakan kekuasaan negara harus berdasarkan:
- Keadilan (‘adl): Jangan tajam ke bawah, tumpul ke atas.
- Amanah: Kekuasaan adalah tanggung jawab, bukan alat kontrol.
- Maslahah: Semua kebijakan negara harus mendatangkan manfaat nyata bagi rakyat, bukan menanam ketakutan.
Partai X mendesak agar penyadapan:
- Hanya dilakukan dengan izin pengadilan.
- Dibatasi pada kasus yang membahayakan negara atau keselamatan publik.
- Diawasi oleh lembaga independen.
Rinto mengingatkan, teknologi seharusnya dipakai untuk:
- Menangkap koruptor buron, bukan pembuat status kritis.
- Menindak mafia migas dan pangan, bukan pengusaha kecil.
- Membongkar jaringan rente kekuasaan, bukan menguntit jemaah pengajian.
“Jangan lagi rakyat yang dipantau, sementara penguasa dan kroninya leluasa menyembunyikan jejak,” tegasnya.
Islam menolak kekuasaan yang penuh pengawasan terhadap rakyat, tapi bebas dari pengawasan saat menyangkut pejabat dan kroni. Dalam Al-Qur’an, Allah berfirman:
“Dan janganlah kebencianmu terhadap suatu kaum mendorongmu untuk berlaku tidak adil. Berlaku adillah. Itu lebih dekat kepada takwa.” (QS. Al-Ma’idah: 8)
Negara bukan mata-mata atas rakyatnya. Dalam Islam, pemimpin adalah pelindung, bukan pengintai. Jika kekuasaan makin tajam ke rakyat, tapi tumpul ke pelaku kezaliman di balik layar, maka keadilan hanyalah retorika.
Partai X menyerukan reformasi etika digital, pengawasan terhadap aparat, dan keberpihakan nyata terhadap rakyat kecil, agar hukum tidak lagi menjadi alat penguasa, tapi menjadi pelindung seluruh umat.