Menjadi Mbah-nya Iblis: Strategi Spiritualitas Melawan Sistem Zalim

muslimX
By muslimX
4 Min Read

muslimx.id – Dalam satu pengajiannya, Cak Nun pernah melontarkan kalimat yang mengejutkan tapi penuh makna: “Kita harus jadi mbah-nya iblis untuk bisa melawan iblis yang menguasai sistem negara.” Bagi yang mendengar sepintas, ini mungkin terdengar provokatif. Namun, dalam terang spiritualitas Islam, pernyataan ini bukan ajakan menjadi licik, tapi ajakan untuk melampaui tipu daya kebatilan dengan hikmah yang lebih tinggi.

Iblis sebagai Simbol Sistem Rusak

Al-Qur’an menggambarkan Iblis bukan hanya sebagai makhluk pembangkang, tetapi juga sebagai arsitek penyesatan:

“Iblis berkata: Karena Engkau telah menghukumku tersesat, aku pasti akan menghalang-halangi mereka dari jalan-Mu yang lurus.” (QS Al-A’raf: 16)

Hari ini, “iblis” hadir dalam wujud penguasa zalim, pejabat culas, aparat korup, dan pejabat yang merampas amanah rakyat. Mereka membajak kebijakan, memanipulasi hukum, dan menggerogoti kedaulatan bangsa dari dalam sistem. Saat negara tidak lagi menjadi pelindung, tetapi alat penindas, maka kita sedang berhadapan dengan iblis sistemik.

Dajjal dan Yakjuj-Makjuj: Sistem Penyesat dan Perusak

Cak Nun juga sering menyandingkan fenomena ini dengan simbol-simbol akhir zaman:

  • Dajjal sebagai sistem global yang menipu rakyat dengan nama demokrasi, tapi dikendalikan oleh modal dan manipulasi opini.
  • Yakjuj dan Makjuj sebagai gelombang destruktif baik teknologi, informasi, atau ekonomi yang merusak tatanan nilai dan kebudayaan lokal.

Ini sejalan dengan hadits Nabi ﷺ tentang tanda-tanda akhir zaman, ketika manusia bingung membedakan antara hak dan batil, antara pemimpin dan perampas amanah.

“Akan datang kepada manusia tahun-tahun penuh penipuan. Orang yang jujur dianggap pembohong, dan pembohong dianggap jujur…” (HR. Ahmad)

Mengapa Kita Harus Jadi Mbah-nya Iblis?

Dalam logika spiritual Cak Nun, “mbah-nya iblis” bukan berarti menjadi jahat, tetapi menjadi lebih matang, lebih dalam, dan lebih tinggi secara spiritual dibanding iblis dan sekutu-sekutunya. Kita harus menjadi seperti malaikat senior Kanzul Jannah, yang menguasai strategi kebaikan, hikmah, dan kedalaman akal untuk mengalahkan sistem jahat, bukan dengan cara jahat, tapi dengan ketajaman yang penuh cahaya.

“Dan katakanlah: Kebenaran telah datang dan yang batil telah lenyap. Sesungguhnya yang batil itu pasti lenyap.” (QS Al-Isra: 81)

Menjadi “mbah-nya iblis” berarti kita menjawab kezaliman dengan taktik keadilan, bukan naif, tapi taktis. Bukan lembek, tapi lemah lembut yang cerdas. Ini memerlukan syarat:

  • Siddiq: kejujuran dalam niat dan tindakan
  • Amanah: menjaga amanat rakyat dan Tuhan
  • Tabligh: menyampaikan kebenaran meski pahit
  • Fathanah: kecerdasan membaca zaman dan menyusun siasat

Waktunya Menghidupkan Konstitusi Langit

Dalam visi Cak Nun, solusi dari sistem yang dikuasai iblis adalah Konstitusi Langit gagasan kenegaraan yang berpijak pada nilai-nilai transenden, bukan pada kalkulasi elektoral semata. Ini adalah jalan ketiga, bukan antara sekularisme dan teokrasi, tetapi sistem yang menyatukan ruh dan struktur, nalar dan iman, rakyat dan langit.

Seperti perahu Nabi Nuh, sistem ini mungkin akan ditertawakan banyak orang. Tapi justru itulah yang akan menyelamatkan kita dari banjir kehancuran struktural dan moral.

“Dan sesungguhnya Kami telah mengutus Nuh kepada kaumnya (dan dia berkata): ‘Wahai kaumku! Sembahlah Allah, tidak ada Tuhan bagimu selain-Nya. Sesungguhnya aku takut kamu akan ditimpa azab pada hari yang besar.’” (QS Al-A’raf: 59)

Penutup: Revolusi Bening, Bukan Berdarah

Cak Nun tidak menyerukan revolusi berdarah. Beliau mengajak kepada revolusi batin dan struktur, agar bangsa ini tidak terus-menerus diputar dalam roda kejahatan sistemik. Maka, mari kita tanamkan keberanian untuk:

  • Menjadi “mbah-nya iblis” dalam keteguhan ruhani dan siasat perubahan
    Menolak tunduk pada sistem zalim, meski dibungkus jargon demokrasi
  • Menyusun langkah menuju negara yang rahmatan lil ‘alamin

Ini bukan tentang membenci kekuasaan. Tapi tentang menata ulang kekuasaan agar kembali suci. Mari kita jawab seruan ini: dengan ilmu, dengan iman, dan dengan tindakan nyata.

Share This Article