Anggaran Demokrasi Triliunan Tapi Rakyat Hanya Jadi Penonton: Islam Menolak Pemilu Kosmetik Tanpa Amanah Keadilan

muslimX
By muslimX
4 Min Read

muslimx.id Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI mengusulkan tambahan anggaran sebesar Rp986 miliar untuk tahun anggaran 2026. Tambahan ini melengkapi pagu indikatif yang telah ditetapkan sebesar Rp2,76 triliun, dan disebut akan digunakan untuk gaji CPNS, PPPK, serta program pendidikan pemilih dan pengelolaan data.

Namun demokrasi yang mahal tanpa keadilan substantif dan keterlibatan rakyat sejati adalah kekosongan amanah. Anggaran besar tak akan berarti jika pemilu hanya jadi pesta lima tahunan tanpa efek nyata pada kesejahteraan umat.

“Sesungguhnya Allah menyuruhmu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya, dan (menyuruh kamu) apabila menetapkan hukum di antara manusia supaya kamu menetapkan dengan adil.”  (QS. An-Nisa: 58)

Dalam ayat ini, amanah jabatan bukan hanya tentang memilih pemimpin, tapi menjamin bahwa pemilihan itu benar-benar mencerminkan kehendak rakyat, bukan manipulasi angka atau sekadar perayaan prosedur.

Partai X: Demokrasi Mahal, Tapi Rakyat Tak Pernah Didengar

Anggota Majelis Tinggi Partai X, Rinto Setiyawan, menyatakan bahwa tambahan dana hampir Rp1 triliun untuk KPU seharusnya menjadi alarm moral. “Apakah kita sedang membeli demokrasi atau menyewakan legitimasi?” tanyanya.

Menurut Rinto, rakyat hari ini hanya dianggap hadir di bilik suara, tapi tidak pernah dilibatkan dalam sistem yang memutuskan nasibnya. Suara rakyat di kotak suara tidak pernah mengubah harga sembako, akses pendidikan, atau ketimpangan penguasa dan yang dikuasai.

“Imam (pemimpin) adalah perisai; rakyat berperang di belakangnya dan berlindung kepadanya.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Jika pemilu tidak melahirkan pemimpin yang jadi pelindung umat, melainkan justru jadi alat kuasa untuk menekan, maka demokrasi sedang kehilangan rohnya.

Anggaran Demokrasi yang Tak Menyentuh Maslahat Umat

Partai X menyoroti bahwa alokasi besar seperti ini tidak boleh berhenti di level penyuluhan dan penggajian. Demokrasi harus mengalir dalam kehidupan sosial rakyat sehari-hari. Bila rakyat tetap miskin, terpinggirkan, dan tidak tahu siapa wakilnya yang duduk di parlemen, maka kita hanya sedang mendandani sistem yang kosong.

Islam meletakkan prinsip keadilan (al-‘adl) dan kemaslahatan (maslahah) sebagai dasar penyelenggaraan negara. Demokrasi prosedural tanpa perubahan sosial bukanlah maslahat, tapi pemborosan.

“Sebaik-baik manusia adalah yang paling bermanfaat bagi manusia lainnya.” (HR. Thabrani)

Solusi Partai X: Demokrasi Harus Menyentuh Rakyat, Bukan Penguasa Saja

Partai X menawarkan pendekatan berbasis esensi dan bukan sekadar formasi:

  1. Anggaran pemilu disusun dengan indikator partisipasi bermakna, bukan hanya jumlah hadir di TPS.
  2. Dana pendidikan pemilih harus diarahkan ke komunitas akar rumput, pesantren, koperasi, dan forum warga.
  3. Data pemilih harus diaudit secara publik dan transparan, agar tidak menjadi alat manipulasi.
  4. Pengangkatan CPNS dan PPPK harus melahirkan birokrat yang pro-rakyat, bukan hanya memperbanyak struktur tanpa fungsi.

Kesimpulan: Jika Demokrasi Mahal Tapi Hampa, Itu Bukan Demokrasi, Tapi Ilusi Keadilan

Islam tidak menolak sistem pemilihan. Tapi Islam menuntut keadilan, keberpihakan kepada yang lemah, dan amanah yang ditunaikan dengan jujur. Jika demokrasi hanya melahirkan penguasa baru dan anggaran miliaran tak berdampak pada nasib rakyat, maka itu bukan demokrasi, itu adalah investasi kekuasaan.

“Dan janganlah sebagian kamu memakan harta sebagian yang lain dengan jalan yang batil.” (QS. Al-Baqarah: 188)

Pemerintah harus menjawab pertanyaan ini: Apakah demokrasi kita membebaskan rakyat atau hanya memperindah wajah kekuasaan?

Share This Article