Korupsi Kuota Haji Mulai Diusut, Tapi Islam Menyeru Bongkar Juga Dosa yang Bersembunyi di Baliknya

muslimX
By muslimX
2 Min Read

muslimx.id – Tindakan korupsi yang menyangkut kuota haji bukan sekadar pelanggaran administratif, melainkan pengkhianatan terhadap nilai-nilai suci agama dan amanah umat. Anggota Majelis Tinggi Partai X, Prayogi R. Saputra, menyebutnya sebagai “dosa ganda”  melukai kepercayaan publik sekaligus menodai kemuliaan ibadah.

Allah SWT telah memperingatkan dalam Al-Qur’an:

“Dan janganlah kamu memakan harta di antara kamu dengan cara yang batil…” (QS. Al-Baqarah: 188)

Korupsi dalam pengelolaan dana dan kuota ibadah, apalagi ibadah haji, adalah bentuk pemanfaatan kekuasaan yang batil, yang akan mengundang murka Allah dan kehancuran sistem sosial.

Amanah Pemimpin: Ditanya, Bukan Didiamkan

Dalam Islam, jabatan bukanlah kehormatan pribadi, tetapi amanah publik. Rasulullah SAW bersabda:

“Setiap kalian adalah pemimpin, dan setiap pemimpin akan dimintai pertanggungjawaban atas yang dipimpinnya.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Pimpinan lembaga, kementerian, atau siapa pun yang terlibat dalam alokasi kuota dan anggaran haji wajib mempertanggungjawabkan seluruh prosesnya bukan hanya secara hukum, tetapi juga di hadapan Allah kelak.

Tidak Cukup Hanya “Naik ke Penyidikan”

Partai X memperingatkan bahwa publik tidak membutuhkan sandiwara hukum. Jika KPK hanya berhenti di permukaan, tanpa mengungkap jaringan mafia haji dan siapa aktor utama di belakangnya, maka langkah ini hanya akan memperdalam luka umat. Kepercayaan rakyat pada lembaga negara sedang dipertaruhkan.

“Jangan jadikan ibadah sebagai komoditas kelompok. Kuota haji adalah hak umat, bukan celah untuk memperkaya segelintir orang,” tegas Prayogi.

Kesimpulan: Jangan Biarkan Dosa Ini Tertutup Ihram

Korupsi haji adalah noda di kain ihram. Dalam Islam, pengkhianatan terhadap amanah publik, apalagi dalam urusan suci, adalah dosa yang tidak bisa ditutupi dengan basa-basi hukum.

“Sesungguhnya Allah memerintahkan kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya, dan (menyuruh kamu) apabila menetapkan hukum di antara manusia supaya kamu menetapkan dengan adil.”
(QS. An-Nisa: 58)

Sudah saatnya penegakan hukum tidak hanya menuntaskan kasus, tapi juga membersihkan akar, motif, dan pelaku. Bukan sekadar mengadili, tapi juga memperbaiki. Karena kepercayaan umat bukan dibangun dengan janji, tetapi dengan keadilan yang nyata.

Share This Article