muslimx.id – Dosen Universitas Multimedia Nusantara, Ignatius Haryanto, dalam Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) bersama Komisi I DPR RI, Senin (21/7/2025), menyampaikan bahwa pengaturan platform digital seharusnya tidak disamakan dengan penyiaran konvensional. Dunia digital dan dunia penyiaran, menurutnya, memiliki perbedaan besar dalam aspek teknologi maupun pendekatan regulasi.
Ignatius menggarisbawahi pentingnya adanya undang-undang tersendiri untuk platform digital, yang mengatur distribusi pendapatan demi maslahat bangsa, serta mewajibkan platform untuk memberi ruang bagi budaya lokal. Ia mengingatkan, intervensi negara yang berlebihan atas konten digital justru bisa mengekang kebebasan berekspresi masyarakat.
Partai X: Regulasi Harus Adil, Bukan Reaktif
Menanggapi hal tersebut, Ketua Umum Partai X, Erick Karya, menyatakan bahwa negara tidak boleh gegabah menyeragamkan logika media penyiaran analog ke dalam dunia digital yang dinamis.
“Negara itu tugasnya tiga yaitu melindungi rakyat, melayani rakyat, dan mengatur rakyat,” ungkap Erick.
Prinsip ini sejalan dengan sabda Rasulullah ﷺ:
“Setiap kalian adalah pemimpin, dan setiap pemimpin akan dimintai pertanggungjawaban atas yang dipimpinnya.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Dalam konteks ini, Partai X mengingatkan agar negara tidak menyalahgunakan wewenang sebagai bentuk represi terhadap arus informasi. Dalam Al-Qur’an pun disebutkan:
“Dan janganlah kamu memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil.” (QS. Al-Baqarah: 188)
Ayat ini menjadi pengingat bahwa segala bentuk kebijakan, termasuk dalam mengatur arus informasi dan ekonomi digital, harus dilandaskan pada prinsip keadilan dan tidak boleh merugikan kepentingan rakyat.
Penyiaran Publik: Hak Setara, Bukan Milik Oligarki
Partai X juga menekankan pentingnya perlindungan terhadap penyiaran publik dan komunitas. Mereka menyerukan agar revisi UU Penyiaran tidak digunakan sebagai jalan memperkokoh dominasi konglomerasi media, yang dapat mempersempit suara masyarakat akar rumput.
Partai X menegaskan bahwa pemerintah hanyalah pemegang amanah rakyat. Dalam pandangan Islam, amanah bukan sekadar jabatan administratif, melainkan tanggung jawab yang kelak akan dihisab di hadapan Allah SWT.
Solusi Islami: Literasi, Etika, dan Musyawarah
Partai X mengusulkan empat langkah solutif:
- Literasi Digital Berbasis Nilai
Negara harus mendidik masyarakat agar melek digital, namun tetap berlandaskan akhlak mulia. - Etika Platform, Bukan Hanya Aturan Teknis
Regulasi ideal disusun melalui musyawarah dengan pelaku industri, bukan keputusan sepihak dari pemerintah. - Kewajiban Sosial Platform Asing
Platform global harus berkontribusi dalam penguatan budaya nasional dan nilai-nilai luhur bangsa. - Check and Balance sebagai Sunnah Demokrasi
Sistem pengawasan yang seimbang diperlukan untuk mencegah kediktatoran regulasi dalam wajah digital.
Sekolah Negarawan: Membangun Pemimpin Berakhlak
Sebagai bagian dari ikhtiar membangun bangsa yang bermartabat, Partai X mendorong pendirian Sekolah Negarawan yang berorientasi pada nilai-nilai etika, akhlak, dan pemahaman syar’i atas kekuasaan.
“Kekuasaan itu amanah, bukan privilege. Ia harus dijalankan dengan niat lillahi ta’ala,” pungkas Erick.