SMK Disinkronkan dengan Industri? Islam Ingatkan: Jangan Jadikan Siswa Komoditas Pasar!

muslimX
By muslimX
3 Min Read

muslimx.id  – Usulan sinkronisasi kurikulum SMK dengan kebutuhan industri kembali mencuat setelah anggota Komisi IX DPR RI, Ravindra Airlangga, menyoroti tingginya angka pengangguran lulusan SMK, yang mencapai 9,01 persen, tertinggi di antara lulusan pendidikan lainnya. Ravindra mendorong agar sistem vokasi mengacu pada kebutuhan industri, bahkan mencontohkan model Jerman yang dikenal efisien menyerap tenaga kerja.

Namun, tak semua pihak sepakat. Partai X menyatakan keberatan keras atas orientasi pendidikan yang terlalu berpihak pada pasar. Bagi mereka, pendidikan seharusnya tidak dikendalikan oleh logika korporasi.

Partai X: Pendidikan Bukan Alat Eksploitasi Sistemik

Anggota Majelis Tinggi Partai X, Rinto Setiyawan, mengkritik tajam paradigma yang menjadikan siswa sekadar “bahan baku industri.”

“Apakah kita ingin mencetak manusia merdeka atau buruh-buruh patuh? Pendidikan adalah proses membebaskan, bukan membelenggu,” ujar Rinto.

Ia mengingatkan bahwa dalam Islam, amanah harus disampaikan kepada yang berhak, bukan kepada kepentingan ekonomi predatorik. Sebagaimana firman Allah SWT:

“Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanah kepada yang berhak…” (QS. An-Nisa: 58)

Rinto menegaskan bahwa kebijakan pendidikan yang terlalu mengutamakan kepentingan pasar adalah bentuk pengkhianatan terhadap amanah konstitusional dan moral.

Menurut Partai X, pendidikan harus menjadi alat pembebasan, bukan alat domestikasi kepentingan ekonomi pejabat. Mereka menolak pola pikir yang menjadikan SMK sebagai jalur cepat menjadi buruh industri, apalagi jika tanpa jaminan kesejahteraan.

“Apakah siswa SMK disiapkan untuk hidup mandiri, atau untuk menjadi tenaga murah bagi korporasi besar?” kata Rinto.

Solusi Alternatif: Pendidikan Berbasis Keadilan Sosial

Partai X mendorong reformasi pendidikan vokasi dengan pendekatan kontekstual dan berbasis rakyat. Beberapa gagasan yang mereka usung antara lain:

  1. Kurikulum berbasis kebutuhan rakyat, bukan sekadar kebutuhan korporasi global.
  2. Pendanaan mandiri tanpa intervensi industri, agar lembaga pendidikan tetap bebas dari tekanan pasar.
  3. Keterhubungan lokal dengan industri kecil-menengah, agar relevan dengan kondisi wilayah.
  4. Keterlibatan komunitas dalam penyusunan program pendidikan, termasuk tokoh masyarakat dan organisasi lokal.

Islam Mendorong Pendidikan Berkeadaban, Bukan Berorientasi Laba

Islam mendorong sistem pendidikan yang membentuk manusia utuh, bukan sekadar alat produksi. Rasulullah SAW bersabda:

“Sebaik-baik manusia adalah yang paling bermanfaat bagi manusia lainnya.” (HR. Ahmad)

Pendidikan yang hanya berorientasi pada pasar, tanpa memikirkan keadilan, hanya akan menjauhkan kita dari cita-cita luhur mencetak manusia berakhlak dan bermartabat.

Penutup: Negara Wajib Hadir untuk Melindungi Pelajar, Bukan Menjualnya

Jika pendidikan hanya dijadikan alat produksi tenaga kerja murah, maka yang lahir bukan generasi unggul, melainkan generasi kehilangan arah. Negara harus melindungi generasi muda dari jebakan ekonomi predatorik.

“Jika sekolah hanya jadi pabrik, maka pelajar hanya jadi produk. Kita tidak butuh robot, kita butuh manusia yang merdeka dan berakal,” tutup Rinto.

Partai X mengajak semua pihak untuk menyadari bahwa kedaulatan pendidikan adalah kedaulatan bangsa. Islam telah mengajarkan: jangan gadaikan hak rakyat demi kepentingan segelintir orang.

Share This Article