muslimx.id – Pemerintah melalui Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah, Abdul Mu’ti, menyatakan bahwa pelaksanaan Sekolah Rakyat telah sesuai dengan kurikulum gabungan tiga kementerian Pendidikan, Sosial, dan Agama. Program berbasis asrama ini digadang sebagai jalan keluar dari kemiskinan dan diklaim membebaskan biaya hidup serta pendidikan bagi peserta.
Namun Partai X mempertanyakan fondasi dari klaim tersebut. Sebab di balik narasi “sesuai kurikulum”, tersimpan pertanyaan serius mengenai kurikulum siapa? Apakah mewakili aspirasi rakyat, atau sekadar proyek formalitas kekuasaan?
Partai X: Ilmu Adalah Amanah, Bukan Alat Propaganda
Anggota Majelis Tinggi Partai X, Rinto Setiyawan, menegaskan bahwa pendidikan dalam Islam tidak boleh didegradasi menjadi simbol proyek kekuasaan. Ilmu adalah amanah dari Allah, dan negara wajib menyelenggarakan pendidikan yang berlandaskan kebenaran, keadilan, serta aspirasi umat.
“Jika kurikulum dirumuskan tanpa mendengar guru dan orang tua, lalu hanya menjadi alat untuk membungkus citra kekuasaan, maka hakikat pendidikan telah dikhianati,” ujar Rinto.
Dalam Al-Qur’an, Allah berfirman:
“Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu beberapa derajat.” (QS. Al-Mujadilah: 11)
Islam tidak mengenal pendidikan sebagai proyek pemerintah. Justru ilmu dalam Islam harus membebaskan umat dari kebodohan dan keterjajahan struktural, bukan sekadar menyelamatkan angka-angka statistik.
Pendidikan Harus Berdiri di Atas Keadilan, Bukan Komersialisasi atau Simbolisme
Partai X mengingatkan bahwa pendidikan adalah hak dasar umat, bagian dari perlindungan syariah terhadap akal manusia (ḥifẓ al-‘aql). Maka kebijakan pendidikan wajib berbasis partisipasi masyarakat, bukan semata-mata produk kementerian atau kepentingan proyek nasional.
“Sekolah Rakyat seharusnya menjadi tempat rakyat membangun masa depan, bukan sekadar tempat negara mencatat prestasi administratif,” lanjut Rinto.
Solusi Partai X: Pendidikan Adil dan Kontekstual, Bukan Impor Pola Pikir Penguasa
Untuk itu, Partai X mendorong reorientasi total kebijakan pendidikan agar berpijak pada keadilan sosial dan partisipasi rakyat:
- Kurikulum Kontekstual dan Musyawarah
Libatkan tokoh masyarakat, guru lokal, dan orang tua dalam merumuskan materi ajar agar tidak tercerabut dari realitas kehidupan rakyat. - Prioritaskan Guru dari Komunitas Lokal
Agar pendidikan mengakar dan tidak asing dari kearifan daerah. - Tolak Pendidikan Formalistik Berbasis Angka
Keberhasilan pendidikan harus diukur dari kualitas akhlak, kontribusi sosial, dan daya kritis anak didik, bukan hanya jumlah peserta dan gedung. - Transparansi Anggaran dan Tujuan
Publik wajib tahu mengenai siapa penyusun kebijakan, berapa biayanya, dan bagaimana hasilnya karena pendidikan adalah amanah publik.
Penutup: Pendidikan dalam Islam adalah Jalan Memanusiakan Manusia
Pendidikan adalah ibadah, bukan dagangan. Negara yang adil tidak akan membiarkan rakyatnya hanya menerima ilmu yang dibungkus narasi, tapi kosong dari ruh dan makna.
“Barangsiapa yang Allah kehendaki kebaikan baginya, maka dia akan memahamkannya dalam agama.” (HR. Bukhari & Muslim)
Partai X menyerukan agar kurikulum yang digunakan untuk Sekolah Rakyat bukan sekadar “cocok dengan sistem”, tapi cocok dengan fitrah, akal, dan kebutuhan hidup rakyat. Jangan sampai program yang seharusnya menyelamatkan umat, justru menjadi jalan propaganda penguasa.