muslimx.id – Beberapa waktu terakhir, publik menyoroti gaya komunikasi Menteri Keuangan Sri Mulyani yang hampir selalu menekankan pentingnya pajak. Hampir di setiap forum, ia menyebut pajak sebagai tulang punggung APBN, bahkan sempat menyejajarkan pajak dengan zakat dan wakaf. Padahal, sesuai UU No. 61 Tahun 2024 tentang Kementerian Negara dan Perpres No. 158 Tahun 2024 tentang Kementerian Keuangan, tugas Menkeu jauh lebih luas: ia adalah penasihat fiskal utama Presiden, pengarah strategi ekonomi, dan penjaga agar APBN tidak bocor.
Namun kenyataannya, publik lebih sering mendengar retorika pajak, ketimbang gagasan besar soal arah ekonomi riil, strategi efisiensi belanja, maupun peringatan atas pemborosan negara. Situasi ini makin janggal karena urusan pajak ke depan justru akan dipisahkan lewat pembentukan Badan Penerimaan Negara (BPN) sesuai visi pemerintahan baru. Maka pertanyaan pun muncul apakah Sri Mulyani masih Menteri Keuangan, atau lebih cocok menjadi Menteri Perpajakan?
Pandangan Islam: Uang Rakyat Adalah Amanah, Bedakan Zakat dan Pajak
Dalam perspektif Islam, harta negara adalah amanah yang wajib dikelola dengan jujur dan adil. Al-Qur’an menegaskan:
“Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanah kepada yang berhak menerimanya, dan apabila kamu menetapkan hukum di antara manusia hendaklah kamu menetapkannya dengan adil.” (QS. An-Nisa: 58).
Ayat ini menunjukkan bahwa jabatan, wewenang, hingga pengelolaan uang negara adalah amanah besar yang kelak akan dimintai pertanggungjawaban. Menteri Keuangan tidak hanya sekadar menagih pajak, tetapi harus memastikan bahwa uang rakyat dipergunakan tepat sasaran untuk kemaslahatan umat.
Rasulullah SAW sangat keras memperingatkan soal pejabat yang memberatkan rakyat dengan pungutan yang zalim. Dalam sebuah hadis disebutkan:
“Tidak akan masuk surga seorang pemungut pajak (al-mukus).” (HR. Abu Dawud, Ahmad, Hakim).
Hadis ini bukan berarti Islam melarang negara mengambil pemasukan, tetapi memberi batas jelas bahwa pungutan tidak boleh zalim, sewenang-wenang, atau memberatkan rakyat. Maka seorang Menteri Keuangan seharusnya mencari strategi pendapatan yang adil dan tidak sekadar mengandalkan pajak, apalagi yang menekan rakyat.
Fokus pada Kemaslahatan, Bukan Retorika
Selain itu, Islam mengingatkan agar seorang pemimpin ekonomi memperhatikan keadilan sosial. Rasulullah SAW bersabda:
“Imam (pemimpin) adalah pengurus rakyat dan ia akan dimintai pertanggungjawaban atas rakyat yang dipimpinnya.” (HR. Bukhari dan Muslim).
Hadis ini menegaskan bahwa seorang Menteri Keuangan tidak cukup berhenti pada slogan “pajak adalah gotong royong.” Ia harus benar-benar mengarahkan kebijakan agar APBN digunakan untuk rakyat: membangun lapangan kerja, melindungi sektor strategis, dan mencegah kebocoran anggaran.
Dengan demikian, kritik publik terhadap Sri Mulyani bukan semata soal komunikasi, melainkan substansi. Seorang Menteri Keuangan seharusnya bicara tentang utang, belanja negara, produktivitas, dan strategi menghadapi krisis fiskal, bukan hanya pajak. Dalam pandangan Islam, mengabaikan fungsi besar ini sama saja menyia-nyiakan amanah. Dan Allah sudah mengingatkan, setiap amanah akan dimintai pertanggungjawaban di akhirat.