9.000 Ton Gula Menumpuk, Petani Tersiksa: Islam Ingatkan Negara Jangan Khianati Amanah Rakyat

muslimX
By muslimX
4 Min Read

muslimx.id Sebanyak 9.000 ton gula hasil panen petani tebu di Lumajang, Jawa Timur, menumpuk di gudang Pabrik Gula Jatiroto. Kondisi ini terjadi akibat kebocoran impor gula rafinasi ke pasar konsumsi. Padahal, secara aturan, gula rafinasi hanya diperuntukkan bagi industri makanan dan minuman. Akibat kebijakan yang bocor ini, petani gagal menjual hasil panennya dan kehilangan modal untuk musim tanam berikutnya.

Manajer Keuangan PG Jatiroto, Apit Eko Prihantono, menjelaskan stok gula petani yang belum terserap mencapai 9.000 ton. Menurutnya, impor yang tak terkendali menghantam petani kecil. Gudang penuh, modal macet, harga anjlok, dan masa depan petani kian buram.

Partai X: Kasus Gula adalah Bukti Pemerintah Abai

Partai X menilai, kasus gula sebanyak 9.000 ton ini adalah bukti pemerintah abai. Anggota Majelis Tinggi Partai X sekaligus Direktur X Institute, Prayogi R. Saputra, menegaskan:

“Negara punya tiga tugas yaitu melindungi rakyat, melayani rakyat, dan mengatur rakyat. Tapi dalam kasus gula, tiga-tiganya gagal. Petani yang mestinya dilindungi justru dibiarkan mati pelan-pelan.”

Menurut Partai X, kebijakan impor rafinasi merusak keadilan ekonomi nasional. Petani kecil dipaksa bersaing dengan gula impor murah. Gudang penuh, bank menagih, petani terlilit utang. Sementara pemerintah hanya melempar janji tanpa aksi nyata.

“Negara lebih cepat menyelamatkan importir besar ketimbang petani. Inilah wajah ketidakadilan ekonomi yang sesungguhnya,” tegas Prayogi.

Sudut Pandang Islam: Melindungi Rakyat Kecil adalah Amanah 

Islam menegaskan, meninggalkan rakyat kecil adalah bentuk pengkhianatan amanah. Allah SWT berfirman:

“Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya, dan (menyuruh kamu) apabila menetapkan hukum diantara manusia supaya kamu menetapkan dengan adil…” (QS. An-Nisa: 58).

Ayat ini jelas: amanah negara adalah memastikan keadilan. Termasuk melindungi petani dari serbuan impor yang tidak adil.

Rasulullah SAW bersabda:

“Seorang pemimpin adalah penggembala, dan ia akan dimintai pertanggungjawaban atas gembalaannya.” (HR. Bukhari dan Muslim).

Hadis ini mengingatkan, jika petani dibiarkan tercekik sementara importir besar dilindungi, maka pemimpin telah mengkhianati amanat Allah.

Solusi Islami: Lindungi Petani Batasi Impor

  1. Batasi impor yang merugikan rakyat kecil. Nabi SAW pernah melarang praktik monopoli (ihtikar) yang merugikan masyarakat. Kebijakan impor yang membunuh petani sama halnya dengan monopoli terselubung.
  2. Prioritaskan hasil panen rakyat. Negara wajib menyerap gula petani dengan harga adil. Sebab dalam Islam, keadilan ekonomi adalah fondasi kesejahteraan.
  3. Berikan subsidi dan keringanan modal. Rasulullah SAW menegaskan, “Allah merahmati orang yang mudah dalam menjual, membeli, dan menagih hutang.” (HR. Bukhari). Subsidi dan akses modal murah adalah bentuk rahmat negara kepada petani.
  4. Reformasi tata niaga berbasis kejujuran. Islam menolak segala bentuk mafia dan praktik curang. Rasulullah SAW bersabda: “Barang siapa menipu, maka ia bukan bagian dari kami.” (HR. Muslim).

Penutup: Petani Sebagai Penopang Kedaulatan Umat

Islam tidak memandang petani hanya sebagai penghasil bahan pangan, tetapi sebagai penopang kedaulatan umat. Jika petani mati, maka kedaulatan pangan bangsa pun ikut mati. Negara yang membiarkan impor menghancurkan petani berarti sedang menggali kuburannya sendiri.

Allah SWT mengingatkan dalam QS. Al-Anfal: 27:

“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengkhianati Allah dan Rasul, dan (juga) janganlah kamu mengkhianati amanat-amanat yang dipercayakan kepadamu, sedang kamu mengetahui.”

Maka, amanah petani adalah amanah bangsa. Jika pemerintah terus berdiam diri, sejarah akan mencatat bahwa negara lebih berpihak pada importir besar daripada rakyatnya sendiri. Dalam Islam, itu bukan sekadar salah urus ekonomi, melainkan dosa sosial dan pengkhianatan amanah Allah.

Share This Article