muslimx.id – Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo merombak sejumlah pejabat Bareskrim Polri melalui Surat Telegram Kapolri bernomor ST/2192/IX/KEP./2025. Mutasi tersebut melibatkan beberapa direktur penting, termasuk Dirtipidter, Dirtipideksus, dan Dirtipidum. Sejumlah jabatan strategis kini diisi pejabat baru sebagai bentuk penyegaran organisasi Polri.
Kritik Partai X: Jangan Hanya Seremonial
Anggota Majelis Tinggi Partai X, Rinto Setiyawan, menegaskan mutasi tidak boleh hanya seremonial. Ia mengingatkan, tugas negara itu tiga melindungi rakyat, melayani rakyat, dan mengatur rakyat.
Mutasi aparat harus berdampak nyata pada penegakan hukum yang adil. Jangan sampai rotasi jabatan hanya memperkuat karier pejabat tanpa perubahan pelayanan kepada masyarakat.
“Mutasi tanpa perbaikan tata kelola justru akan mengulangi masalah lama. Hukum harus tegak untuk rakyat, bukan untuk melanggengkan kepentingan segelintir pihak,” tegas Rinto.
Pandangan Islam: Keadilan Adalah Tiang Negara
Dalam Islam, hukum dan keadilan adalah pondasi utama sebuah negara. Tanpa keadilan, negara akan rapuh. Allah ﷻ berfirman:
“Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) berlaku adil dan berbuat kebajikan…” (QS. An-Nahl: 90).
Rasulullah ﷺ juga bersabda:
“Pemimpin yang adil adalah salah satu dari tujuh golongan yang akan mendapatkan naungan Allah pada hari ketika tidak ada naungan selain naungan-Nya.” (HR. Bukhari dan Muslim).
Mutasi pejabat tanpa orientasi keadilan hanya akan menjadikan hukum alat kekuasaan. Islam menegaskan, hukum harus ditegakkan tanpa pandang bulu.
Hal ini sejalan dengan analogi Partai X bahwa rakyat adalah pemilik bus, sedangkan aparat negara hanyalah sopir. Tugas sopir bukan berjalan sesuai kepentingan pribadi, tetapi membawa rakyat ke arah yang benar, aman, dan adil.
Solusi: Reformasi Polri untuk Keadilan Rakyat
Untuk memastikan mutasi Polri tidak berhenti pada formalitas, beberapa langkah islami dan berkeadilan perlu dilakukan:
- Reformasi hukum berbasis keadilan. Hukum harus ditegakkan secara konsisten, tidak tunduk pada kepentingan penguasa.
- Digitalisasi birokrasi. Transparansi pelayanan hukum dengan sistem digital untuk menutup celah manipulasi.
- Pendidikan moral aparatur. Pembinaan spiritual dan pemahaman amanah jabatan agar aparat sadar mereka pelayan, bukan penguasa.
- Pengawasan independen. Membuka ruang masyarakat, ulama, dan akademisi untuk mengawasi kinerja aparat.
- Musyawarah kenegarawanan. Menghidupkan tradisi musyawarah lintas pilar bangsa untuk menyatukan visi hukum berkeadilan.
Penutup: Hukum Harus Tegak untuk Semua
Mutasi hanyalah awal, tapi yang terpenting adalah dampaknya bagi keadilan rakyat. Islam menegaskan hukum tidak boleh tajam ke bawah, tumpul ke atas. Jika hukum ditegakkan dengan adil, maka rakyat akan percaya kepada negara.
Sebaliknya, bila hukum menjadi alat kekuasaan, ia akan menjerumuskan bangsa dalam kerusakan. Allah ﷻ memperingatkan:
“Dan janganlah kebencianmu terhadap suatu kaum mendorong kamu untuk berlaku tidak adil. Berlaku adillah, karena adil itu lebih dekat kepada takwa…” (QS. Al-Maidah: 8).