muslimx.id – Kementerian Kesehatan (Kemenkes) menerbitkan Surat Edaran Nomor HK.02.02/C.I/4202/2025 tentang Percepatan Penerbitan Sertifikat Laik Higiene Sanitasi (SLHS) bagi Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) dalam program Makan Bergizi Gratis (MBG).
Surat edaran kemenkes tersebut ditujukan kepada seluruh dinas kesehatan provinsi, kabupaten/kota, serta kantor pelayanan dan SPPG di Indonesia. Kebijakan ini menjadi langkah penting untuk menjamin keamanan pangan dan standar kebersihan dapur negara, sejalan dengan misi gizi bagi masyarakat penerima manfaat.
Partai X: Dapur Negara Harus Masak Kesejahteraan, Bukan Sekadar Gizi
Menanggapi kebijakan ini, Anggota Majelis Tinggi Partai X, Diana Isnaini, menilai langkah Kemenkes perlu diapresiasi, tetapi mengingatkan bahwa misi MBG tidak boleh berhenti di dapur.
“Tugas negara itu tiga melindungi rakyat, melayani rakyat, dan mengatur rakyat. Jadi, kalau dapur negara sudah bersih, seharusnya piring rakyat juga penuh,” ujarnya.
Diana, juga menegaskan bahwa sertifikasi higiene hanyalah permukaan. Yang lebih penting adalah memastikan program MBG benar-benar membawa perubahan sosial, bukan sekadar pencitraan yang berputar pada angka gizi.
Partai X juga mengingatkan bahwa negara dibangun atas dasar mandat rakyat untuk mengelola kekuasaan secara efektif, efisien, dan transparan, sehingga program MBG harus diarahkan pada pemberdayaan, bukan ketergantungan.
Pandangan Islam: Keadilan Sosial dan Pemenuhan Hak Rakyat Adalah Amanah
Dalam Islam, pemenuhan gizi, kesejahteraan, dan keadilan sosial bukanlah sekadar kebijakan teknis, tetapi bagian dari amanah kepemimpinan. Allah SWT berfirman:
“(Yaitu) orang-orang yang jika Kami teguhkan kedudukan mereka di muka bumi, mereka mendirikan shalat, menunaikan zakat, menyuruh berbuat ma’ruf dan mencegah dari perbuatan mungkar. Dan kepada Allah kembali segala urusan.” (QS. Al-Hajj [22]: 41)
Ayat ini menegaskan bahwa pemimpin yang diberi amanah harus menghadirkan sistem kehidupan yang adil, makmur, dan menegakkan kebaikan. Memberi makan rakyat hanyalah satu bagian kecil dari tanggung jawab besar membangun kesejahteraan yang berkeadilan.
Rasulullah ﷺ juga bersabda:
“Imam (pemimpin) adalah pengurus dan ia bertanggung jawab atas rakyatnya.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Hadis ini menegaskan bahwa negara tidak boleh hanya “membagikan makanan” tanpa membangun sistem sosial ekonomi yang membuat rakyat berdaya. Memberi makan tanpa memberdayakan berpotensi melahirkan mental ketergantungan, bukan kemandirian umat.
Solusi Islam: Dari Program Konsumtif ke Sistem Keadilan Produktif
Islam tidak menolak program bantuan, tapi menuntun agar bantuan menjadi jembatan menuju kemandirian. Dalam konteks program MBG, prinsip Islam dapat diterapkan melalui:
- Integrasi Pemberdayaan Ekonomi
Program gizi harus melibatkan masyarakat lokal petani, nelayan, UMKM agar ekonomi daerah bergerak dan rakyat menjadi pelaku, bukan sekadar penerima. - Transparansi dan Akuntabilitas
Dalam Islam, amanah publik harus dijaga. Setiap rupiah untuk program rakyat wajib jelas alurnya. - Pendidikan Gizi & Kemandirian
Islam sangat menekankan ilmu. Program MBG seharusnya tidak hanya memberi lauk, tetapi juga mendidik keluarga tentang gizi dan kemandirian pangan. - Kebijakan yang Mendorong Keadilan Sosial
Bantuan harus diiringi kebijakan struktural yang membuka akses ekonomi dan pangan secara merata sesuai prinsip keadilan sosial Islam.
Penutup: Islam Menyeru Negara untuk “Memasak” Keadilan
Program MBG adalah langkah baik, tetapi akan kehilangan makna jika hanya berhenti pada sertifikat dapur. Islam menyeru negara untuk memasak keadilan sosial dan kemandirian rakyat, bukan sekadar “memasak proyek pencitraan”.
Jika negara benar-benar serius “memasak” kesejahteraan, maka rakyat tidak hanya kenyang secara lahiriah, tetapi juga berdaya secara sosial dan ekonomi. Namun jika hanya masak proyek, rakyat akan tetap lapar bukan pada nasi, tapi pada keadilan.