Pesangon & Pensiun Kena Pajak, Islam Ingatkan: Jangan Ambil Hak Pekerja

muslimX
By muslimX
4 Min Read

muslimx.idSebanyak sembilan karyawan swasta mengajukan uji materi terhadap Pasal 4 ayat 1 dan Pasal 17 Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP) ke Mahkamah Konstitusi (MK). Mereka berasal dari Forum Pekerja Bank Swasta, baik yang masih aktif maupun yang telah pensiun. Gugatan ini teregister dengan nomor perkara 186/PUU-XXIII/2025 pada 10 Oktober 2025.

Pasal tersebut memperlakukan pesangon dan pensiun sebagai objek pajak dengan tarif progresif, seolah-olah merupakan penghasilan baru. Para pemohon menilai aturan itu melanggar konstitusi karena memperlakukan pekerja pensiun seolah masih produktif secara ekonomi.

“Pesangon dan pensiun itu tabungan terakhir, bukan laba atau keuntungan usaha,” tulis pemohon dalam berkas gugatan.

Mereka menegaskan, negara tidak seharusnya memungut pajak dari uang yang diperoleh untuk bertahan hidup di masa tua.

Partai X: Ketika Negara Hidup dari Keringat Orang Tua

Anggota Majelis Tinggi Rinto Setiyawan menilai kebijakan pajak atas pesangon dan pensiun adalah bentuk ketidakadilan moral dan sosial.

“Tugas negara itu tiga: melindungi rakyat, melayani rakyat, dan mengatur rakyat. Tapi bukan berarti mengambil hak rakyat yang sudah renta,” ujarnya tegas.

Menurut Rinto, pemerintah telah kehilangan nurani fiskalnya ketika menjadikan uang pensiun sebagai objek pajak. “Bagaimana mungkin uang hasil kerja seumur hidup masih harus dipajaki lagi? Itu bukan kebijakan ekonomi, tapi bentuk ketamakan negara terhadap rakyat.”

Ia menyebut kebijakan ini mencederai prinsip keadilan sosial sebagaimana termaktub dalam UUD 1945 Pasal 27 ayat 2 bahwa setiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan.

Pandangan Islam: Hak Pekerja Adalah Hak yang Disucikan

Islam menempatkan kerja dan upah sebagai bagian dari kehormatan manusia. Rasulullah ﷺ bersabda:

“Berikanlah upah kepada pekerja sebelum kering keringatnya.” (HR. Ibnu Majah)

Hadis ini mengandung makna moral bahwa jerih payah manusia tidak boleh dihambat, dikurangi, apalagi dipungut kembali tanpa keadilan. Dalam Al-Qur’an, Allah juga mengingatkan:

“Dan janganlah sebagian kamu memakan harta sebagian yang lain dengan jalan yang batil…” (QS. Al-Baqarah [2]: 188)

Menjadikan pesangon dan pensiun sebagai objek pajak berarti mengambil kembali hak yang sudah menjadi milik pekerja. Dalam fiqih muamalah, tindakan semacam itu termasuk bentuk ghasab, yaitu mengambil sesuatu yang bukan haknya meski dengan dalih hukum negara.

Islam mengajarkan bahwa pemimpin wajib berlaku adil terhadap rakyatnya. Rasulullah ﷺ bersabda:

“Pemimpin yang menipu rakyatnya, tidak akan mencium bau surga.” (HR. Bukhari)

Solusi Islam: Fiskal yang Humanis dan Berkeadilan

Dalam pandangan ekonomi Islam, kebijakan pajak harus berpihak pada keberlanjutan hidup rakyat, bukan memperberat mereka yang sudah lemah. Langkah solutif yang sesuai nilai Islam antara lain:

  1. Menghapus pajak atas pesangon dan pensiun, karena termasuk hak final yang sudah diperoleh sah selama masa kerja.
  2. Menerapkan sistem zakat produktif dan infak sosial untuk menopang fiskal negara tanpa membebani rakyat miskin dan lansia.
  3. Menegakkan keadilan redistributif, di mana pajak diarahkan ke kelompok kaya dan korporasi besar yang selama ini menikmati privilese ekonomi.
  4. Membangun kebijakan fiskal berbasis amanah, agar pejabat publik memahami bahwa setiap rupiah pajak adalah titipan rakyat yang kelak dimintai pertanggungjawaban.

Penutup: Keadilan Adalah Napas Negara, Amanah Adalah Nafas Iman

Islam mengingatkan bahwa ukuran kekuatan negara bukan pada tingginya pajak, tapi pada keberpihakan moral terhadap rakyatnya. Pajak seharusnya menjadi sarana gotong royong sosial, bukan alat perampasan terselubung. Sebagaimana firman Allah:

“Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya, dan apabila kamu menetapkan hukum diantara manusia, hendaklah kamu menetapkannya dengan adil.” (QS. An-Nisa [4]: 58)

Negara yang adil adalah negara yang menjaga martabat kerja, menghormati jerih payah rakyat, dan tidak memungut pajak dari air mata perjuangan mereka. Islam mengingatkan: pajak boleh diambil, tapi bukan dari peluh yang sudah kering.

Share This Article