Sistem Penjurusan SMA, Islam Ingatkan: Sekolah Harus Menuntun Bakat, Bukan Menuntut Arah

muslimX
By muslimX
4 Min Read

muslimx.id  — Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah, Abdul Mu’ti, mengumumkan bahwa pemerintah akan kembali menerapkan sistem penjurusan di SMA. Dalam sistem baru ini, siswa dapat memilih jurusan IPA, IPS, atau Bahasa sesuai minat dan kemampuan masing-masing.

Kebijakan tersebut disebut sebagai bagian dari pelaksanaan Tes Kemampuan Akademik (TKA) yang menggantikan Ujian Nasional. Pemerintah menilai, sistem penjurusan ini dapat membantu sekolah dan perguruan tinggi termasuk kampus luar negeri dalam mengukur kemampuan akademik siswa secara lebih terarah.

Namun, sebagian pihak menilai bahwa kebijakan ini berpotensi membatasi ruang eksplorasi siswa yang masih berada dalam tahap pencarian jati diri dan minat belajar.

Partai X: Arah Pendidikan Jangan Didikte Sistem Lama

Direktur X Institute, Prayogi R. Saputra, menilai sistem pendidikan seharusnya menjadi pintu pembebasan potensi manusia, bukan kotak yang membatasi arah masa depan anak bangsa.

“Tugas negara itu tiga melindungi rakyat, melayani rakyat, dan mengatur rakyat. Tapi jangan sampai sistem justru membatasi cita-cita anak bangsa,” ujarnya.

Menurutnya, penjurusan perlu difokuskan pada pengenalan potensi diri siswa, bukan sekadar membagi jalur akademik berdasarkan nilai atau stereotip lama seperti “IPA lebih pintar” atau “IPS lebih lemah”.

“Kalau pendidikan hanya mengulang sistem lama tanpa memperhatikan perubahan zaman, sekolah gagal menyiapkan masa depan,” tambahnya.

Kritik ini menyoroti bahaya sistem pendidikan yang kaku ketika kurikulum justru menjadi alat penyamarataan paksa, bukan wadah pertumbuhan individu.

Pandangan Islam: Pendidikan Adalah Harus Menumbuhkan Fitrah

Islam memandang pendidikan bukan sekadar proses pengetahuan, melainkan pembinaan fitrah manusia agar tumbuh sesuai potensi yang Allah berikan.
Allah SWT berfirman:

“Dan Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam keadaan tidak mengetahui sesuatu pun, dan Dia memberi kamu pendengaran, penglihatan, dan hati agar kamu bersyukur.” (QS. An-Nahl: 78)

Ayat ini menunjukkan bahwa setiap anak membawa potensi unik yang perlu diarahkan, bukan dibatasi. Pendidikan dalam Islam bertujuan menumbuhkan manusia seutuhnya bukan sekadar mencetak lulusan seragam.

Rasulullah ﷺ bersabda:

“Didiklah anak-anakmu sesuai dengan zamannya, karena mereka hidup bukan di zamanmu.” (HR. Al-Hakim)

Hadis ini menjadi dasar bahwa pendidikan harus adaptif terhadap perubahan zaman, bukan terjebak pada format lama yang menutup ruang kreativitas. Maka, kebijakan penjurusan seharusnya diarahkan untuk menemukan minat dan bakat, bukan membatasi cita-cita.

Solusi: Pendidikan Berbasis Fitrah dan Minat

Agar sistem penjurusan tidak membatasi mimpi generasi muda, ada beberapa langkah yang perlu dipertimbangkan:

  1. Tes minat dan bakat nasional berbasis fitrah.
    Siswa perlu dikenali potensinya sejak awal agar pilihan jurusan tidak dipengaruhi nilai semata, melainkan panggilan hati dan kemampuan asli.
  2. Kurikulum lintas jurusan yang fleksibel.
    Islam mendorong ilmu yang luas (thalab al-‘ilm faridhah ‘ala kulli muslim), sehingga pelajar IPA tetap dapat memahami sosial, dan sebaliknya.
  3. Pendampingan karir berbasis akhlak.
    Pendidikan harus menyiapkan manusia berilmu dan beretika, bukan sekadar ahli di bidang tertentu.
  4. Peran guru sebagai mursyid (penuntun), bukan penentu.
    Guru dalam Islam berfungsi sebagai penanam nilai, pembimbing arah, dan penjaga fitrah belajar.

Islam menegaskan bahwa keadilan dalam pendidikan adalah bagian dari keadilan sosial. Sekolah yang sejati bukan tempat menuntut arah, tetapi menuntun bakat. Karena setiap anak lahir membawa cahaya, dan tugas pendidikan adalah menjaganya agar tidak padam.

Mendidik anak agar menemukan potensinya adalah amanah besar. Jika negara dan lembaga pendidikan hanya mengulang pola lama tanpa menumbuhkan bakat dan fitrah siswa, maka amanah itu telah terabaikan.

Share This Article