muslimx.id — Seorang pengusaha berinisial FA, Direktur PT Erza Nusa Indonesia, ditangkap karena tilap setoran Pajak Pertambahan Nilai (PPN) senilai Rp2,51 miliar. Modusnya, FA memungut PPN dari transaksi jasa instalasi jaringan listrik, namun tidak menyerahkannya ke kas negara.
Aksi ini menyebabkan kerugian negara dan merusak kepercayaan publik terhadap sistem perpajakan nasional.
Kepala Kanwil DJP Jawa Timur II, Kindy Rinaldy Syahrir, menegaskan bahwa pajak yang sudah dipungut merupakan hak negara.
“Tidak disetorkan ke kas negara sama artinya dengan merugikan keuangan negara,” ujarnya.
Kasus ini membuka kembali luka lama: mengapa pajak yang dikumpulkan dari jerih payah rakyat masih mudah diselewengkan oleh mereka yang diberi amanah untuk mengelolanya?
Partai X: Pajak dari Rakyat Tak Boleh Jadi Bancakan
Rinto Setiyawan Anggota Majelis Tinggi Partai X, menilai kasus tilap setoran ini menggambarkan lemahnya sistem pengawasan dan moralitas pejabat publik.
“Negara itu tugasnya tiga: melindungi rakyat, melayani rakyat, dan mengatur rakyat. Kalau pajak diselewengkan, siapa lagi yang rakyat bisa percaya?” tegasnya.
Menurutnya, pajak seharusnya menjadi alat pemerataan kesejahteraan, bukan sumber kekayaan bagi segelintir orang. Ketika pajak dikorupsi, keadilan sosial ambruk, dan jarak antara pejabat dan rakyat makin lebar.
Rinto menambahkan, “Uang rakyat itu bukan sekadar angka di laporan keuangan. Itu darah kehidupan bangsa. Menilap pajak berarti mengkhianati seluruh rakyat.”
Pandangan Islam: Pajak Adalah Amanah, Korupsi Adalah Pengkhianatan
Dalam pandangan Islam, setiap harta yang dititipkan untuk kemaslahatan umum adalah amanah, dan setiap bentuk penyimpangan dari amanah adalah pengkhianatan terhadap Allah dan manusia.
Allah SWT berfirman:
“Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya, dan apabila kamu menetapkan hukum diantara manusia hendaklah kamu menetapkannya dengan adil.” (QS. An-Nisa: 58)
Ayat ini menjadi peringatan keras bagi siapa pun yang memegang tanggung jawab publik.
Menilap pajak bukan sekadar pelanggaran hukum negara, tapi juga dosa sosial karena menahan hak masyarakat yang seharusnya kembali dalam bentuk pelayanan publik, kesehatan, dan pendidikan.
Rasulullah ﷺ bersabda:
“Tidak beriman seseorang di antara kalian hingga ia mencintai saudaranya sebagaimana ia mencintai dirinya sendiri.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Hadis ini menegaskan bahwa kezaliman terhadap hak orang lain termasuk hak publik atas pajak adalah bentuk hilangnya iman sosial.
Solusi: Reformasi Birokrasi dengan Ruh Amanah
Islam mengajarkan bahwa kejujuran adalah fondasi pemerintahan yang diberkahi. Beberapa langkah yang sejalan dengan prinsip Islam antara lain:
- Menanamkan nilai amanah dalam setiap aparatur pajak dan pejabat publik. Pengelolaan keuangan negara harus dimulai dari kesadaran bahwa jabatan adalah ujian, bukan kemewahan.
- Transparansi digital berbasis syariah, di mana setiap transaksi dan setoran pajak bisa dilacak publik secara terbuka untuk mencegah manipulasi.
- Pendidikan moral dan antikorupsi berbasis tauhid, agar pejabat menyadari bahwa pertanggungjawaban sejati bukan di hadapan atasan, melainkan di hadapan Allah SWT.
- Penegakan hukum tanpa pandang bulu, sebab dalam Islam tidak ada istilah “orang besar” di hadapan kebenaran.
Penutup: Negara yang Amanah, Rakyat yang Tenang
Islam menegaskan bahwa keberkahan negara bergantung pada kejujuran pemimpinnya. Ketika amanah dijaga, keadilan ditegakkan, dan pajak dikelola dengan jujur, maka kesejahteraan akan menjadi buah dari keimanan kolektif bangsa.
Allah SWT berfirman:
“Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan permusuhan.” (QS. Al-Ma’idah: 2)
Negara yang membiarkan kebocoran pajak sejatinya sedang menolong dosa dan permusuhan sosial. Sedangkan negara yang amanah, jujur, dan transparan, sejatinya sedang menegakkan ibadah sosial yang diridhai Allah SWT.
Pajak bukan sekadar kewajiban administrasi, tapi wujud solidaritas umat dan amanah ilahi. Dan bila amanah itu dikhianati, maka yang hancur bukan hanya angka di kas negara tapi juga kepercayaan rakyat dan keberkahan bangsa.