Purbaya Bebaskan Pajak Gaji Karyawan Hotel, Islam Ingatkan: Keadilan Fiskal Harus Menyentuh yang Lemah

muslimX
By muslimX
4 Min Read

muslimx.id  — Pemerintah resmi bebaskan pajak penghasilan (PPh) pasal 21 ditanggung pemerintah bagi pekerja sektor pariwisata. Kebijakan ini tertuang dalam PMK Nomor 72 Tahun 2025 yang diteken oleh Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa pada 20 Oktober 2025.

Melalui kebijakan tersebut, pemerintah menanggung pajak gaji karyawan hotel, restoran, biro perjalanan, hingga penyelenggara acara selama masa pajak Oktober hingga Desember 2025. Langkah ini disebut sebagai bagian dari Program Akselerasi Ekonomi 2025 untuk memperluas lapangan kerja dan mendorong pertumbuhan ekonomi.

Namun, insentif hanya berlaku bagi pegawai formal, sementara pelaku usaha mikro dan pekerja informal di sekitar destinasi wisata tidak termasuk penerima manfaat.

Partai X: Kebijakan Tak Boleh Parsial

Anggota Majelis Tinggi Partai X, Rinto Setiyawan, menegaskan, kebijakan pemerintah bebaskan pajak karyawan hotel harus berpihak kepada semua lapisan rakyat, bukan hanya sektor formal.

“Tugas negara itu tiga: melindungi rakyat, melayani rakyat, dan mengatur rakyat,” ujarnya.

Ia menilai langkah pembebasan pajak bagi karyawan hotel memang baik, tapi tidak cukup adil.

“Hotel dan restoran penting, tapi bagaimana dengan pedagang kaki lima dan pekerja informal di sekitar wisata? Mereka juga rakyat,” tambahnya.

Rinto menekankan pentingnya keadilan fiskal. Kebijakan yang hanya menguntungkan segelintir sektor dapat memperlebar jarak sosial ekonomi.

Pandangan Islam: Keadilan Ekonomi adalah Kewajiban Negara

Islam menempatkan keadilan sosial dan ekonomi sebagai pilar penting dalam pemerintahan. Negara tidak boleh hanya menguntungkan kelompok tertentu, karena setiap harta dan sumber daya adalah amanah Allah.

Allah SWT berfirman:

“Supaya harta itu jangan hanya beredar di antara orang-orang kaya saja di antara kamu.” (QS. Al-Hasyr: 7)

Ayat ini menegaskan bahwa kebijakan ekonomi, termasuk fiskal dan pajak, harus memastikan pemerataan manfaat, bukan hanya memperkuat yang sudah kuat.

Rasulullah ﷺ juga bersabda:

“Pemimpin itu pengurus rakyat, dan ia akan dimintai pertanggungjawaban atas rakyatnya.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Dalam prinsip ekonomi Islam, negara wajib mengatur harta dan pajak dengan asas ‘adl (keadilan), bukan keuntungan politik atau golongan. Pajak dan subsidi harus diarahkan untuk mengangkat yang lemah, bukan memanjakan yang kuat.

Solusi: Keadilan Fiskal untuk Semua

Partai X dan prinsip Islam sejalan dalam menyerukan keadilan ekonomi yang inklusif. Beberapa langkah yang disarankan:

  1. Perluas insentif pajak ke pelaku UMKM dan pekerja informal di sektor wisata.
  2. Salurkan subsidi langsung kepada masyarakat kecil agar daya beli meningkat.
  3. Perkuat transparansi anggaran dan laporan manfaat pajak, agar publik tahu siapa yang benar-benar diuntungkan.
  4. Reformasi kebijakan fiskal agar lebih berorientasi pada pengentasan kemiskinan, bukan hanya pertumbuhan angka ekonomi.

Penutup: Keadilan Bukan Pilihan, Tapi Amanah

Kebijakan ekonomi yang adil tidak boleh berhenti pada sektor tertentu. Ketika pemerintah bebaskan pajak karyawan hotel, tapi pedagang kecil tetap berjuang menutup utang harian, maka keadilan belum hadir.

Hidup layak dan perlakuan adil adalah hak setiap warga negara dan dalam pandangan Islam, itu adalah amanah besar yang akan dimintai pertanggungjawaban di akhirat.

“Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) berlaku adil dan berbuat kebajikan…” (QS. An-Nahl: 90)

Semoga para pengambil kebijakan menyadari bahwa keadilan fiskal adalah ibadah sosial, dan setiap kebijakan ekonomi harus berpihak kepada seluruh rakyat, bukan hanya yang bekerja di balik meja ber-AC.

Share This Article