muslimx.id – Sidang lanjutan dugaan pelanggaran etik terhadap anggota DPR nonaktif Surya Utama alias Uya Kuya dan Eko Patrio kembali digelar oleh Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) DPR, Senin (3/11/2025). Dalam sidang tersebut, Deputi Persidangan Sekretariat Jenderal DPR RI, Suprihatini, menegaskan tidak ada pembahasan mengenai kenaikan gaji DPR dalam Sidang Tahunan MPR dan sidang bersama DPD pada 15 Agustus lalu.
Kasus ini mencuat setelah video Uya Kuya dan Eko Patrio berjoget di ruang sidang DPR viral di media sosial. Aksi tersebut memicu kecaman publik dan gelombang demonstrasi pada akhir Agustus 2025, karena dinilai mencederai kehormatan lembaga perwakilan rakyat.
Islam: Jabatan Adalah Amanah, Bukan Panggung Hiburan
Dalam pandangan Islam, setiap jabatan publik adalah amanah yang kelak akan dimintai pertanggungjawaban di hadapan Allah SWT. Seorang pemimpin, apalagi wakil rakyat, wajib menjaga kehormatan dirinya dan lembaga yang diwakilinya.
Allah SWT berfirman:
“Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya, dan apabila kamu menetapkan hukum di antara manusia hendaklah kamu menetapkannya dengan adil.” (QS. An-Nisa [4]: 58)
Ayat ini menegaskan bahwa setiap amanah harus dijalankan dengan tanggung jawab dan keadilan. Tindakan yang merendahkan wibawa lembaga negara berarti mengkhianati amanah rakyat dan melemahkan kepercayaan publik terhadap sistem pemerintahan.
Rasulullah SAW juga bersabda:
“Setiap kalian adalah pemimpin, dan setiap kalian akan dimintai pertanggungjawaban atas yang dipimpinnya.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Hadis ini menjadi pengingat bahwa jabatan bukan kehormatan pribadi, melainkan tanggung jawab besar di hadapan Allah dan manusia.
Menjaga Wibawa Adalah Bentuk Taqwa
Dalam Islam, wibawa bukan berarti kesombongan, tetapi cerminan dari ketenangan, tanggung jawab, dan penghormatan terhadap nilai-nilai luhur. Seorang wakil rakyat yang berjoget di ruang sidang publik bukan hanya melanggar etika, tetapi juga menunjukkan kelalaian dalam menjaga kehormatan lembaga yang diamanahkan.
“Dan janganlah kamu jadikan (nama) Allah dalam sumpahmu sebagai penghalang untuk berbuat kebajikan, bertakwa, dan mendamaikan manusia. Sesungguhnya Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.” (QS. Al-Baqarah [2]: 224)
Ayat ini mengingatkan agar setiap tindakan publik tidak melenceng dari nilai kebaikan dan ketakwaan. Wibawa adalah bagian dari ibadah sosial tanda bahwa seseorang menjaga akhlaknya dalam menjalankan peran publik.
Pemimpin yang Bermartabat adalah Cermin Bangsa
Islam mengajarkan bahwa kehormatan bangsa terletak pada akhlak para pemimpinnya. Jika pemimpin mempermainkan amanah, maka kepercayaan rakyat akan pudar dan keberkahan kepemimpinan akan hilang.
Rasulullah SAW bersabda:
“Tidaklah seorang hamba diberi amanah oleh Allah untuk memimpin rakyat, lalu ia mati dalam keadaan menipu rakyatnya, kecuali Allah haramkan baginya surga.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Hadis ini adalah peringatan keras agar pemimpin tidak mempermainkan kepercayaan publik. Amanah kekuasaan adalah ujian yang berat, dan kemuliaannya hanya dijaga oleh mereka yang berwibawa dan berakhlak.
Pelajaran bagi Pemimpin dan Rakyat
Kasus “joget di DPR” menjadi cermin bahwa etika dan moralitas publik perlu diperkuat. Dalam Islam, setiap jabatan harus diiringi rasa malu (haya’) dan tanggung jawab. Rasa malu terhadap rakyat dan terhadap Allah adalah benteng pertama dari penyalahgunaan amanah.
“Sesungguhnya di antara yang didapati manusia dari perkataan para nabi terdahulu adalah: Jika engkau tidak malu, maka berbuatlah sesukamu.” (HR. Bukhari)
Islam mengingatkan, kemajuan bangsa tidak hanya ditentukan oleh kebijakan besar, tetapi juga oleh perilaku kecil yang mencerminkan nilai-nilai luhur di hadapan rakyat.
Menegakkan Martabat Kepemimpinan dengan Akhlak
Pemimpin yang baik adalah yang mampu menahan diri, menjaga lisannya, dan menghormati tempatnya berdiri. Ruang sidang bukan tempat untuk bersenda gurau, melainkan ruang suci tempat suara rakyat diolah menjadi kebijakan.
Wakil rakyat yang beriman seharusnya meneladani Rasulullah SAW yang selalu menjaga adab dalam setiap forum. Ia tidak pernah meninggikan suara, tidak mempermainkan forum, dan selalu menempatkan kepentingan umat di atas segalanya.
Akhirnya, umat Islam diingatkan bahwa kehormatan jabatan adalah bagian dari kehormatan iman. Wibawa seorang pemimpin adalah wajah dari bangsa itu sendiri. Bila pemimpin menjaga akhlak dan amanahnya, maka Allah akan menjaga negerinya.
“Dan katakanlah: Bekerjalah kamu, maka Allah akan melihat pekerjaanmu, begitu juga Rasul-Nya dan orang-orang mukmin.” (QS. At-Taubah [9]: 105)