muslimx.id — Pernyataan Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa tentang uang negara yang mengendap di deposito daerah mengguncang kesadaran publik. Di tengah utang yang menembus Rp7.000 triliun dan korupsi yang merugikan negara hingga Rp3.000 triliun, pemerintah masih membiarkan dana publik tidur di bank, sementara rakyat berjuang untuk sekadar makan.
Banyak pihak menilai, fenomena ini bukan sekadar kesalahan teknis, tapi krisis moral dalam mengelola amanah keuangan negara. Dalam pandangan Islam, uang publik bukan milik pejabat atau lembaga, melainkan titipan Allah untuk menyejahterakan umat.
Islam: Harta Publik Bukan untuk Ditimbun
Al-Qur’an menegaskan larangan menimbun harta dalam Surah At-Taubah ayat 34–35:
“Dan orang-orang yang menimbun emas dan perak dan tidak menafkahkannya di jalan Allah, maka beritahukanlah kepada mereka (bahwa mereka akan mendapat) siksa yang pedih.”
Ayat ini menjadi peringatan keras bahwa harta yang tidak digunakan untuk kemaslahatan rakyat akan berubah menjadi beban moral dan dosa sosial. Dalam konteks keuangan daerah, uang yang diam di deposito berarti potensi kesejahteraan rakyat yang tertahan.
Rasulullah ﷺ juga bersabda:
“Barang siapa yang Allah jadikan sebagai pemimpin atas rakyat, lalu ia menipu mereka, maka Allah mengharamkan surga baginya.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Hadis ini menegaskan bahwa pejabat publik adalah pengemban amanah. Mengabaikan rakyat yang kelaparan sementara uang publik disimpan demi keuntungan bunga adalah bentuk pengkhianatan terhadap tanggung jawab tersebut.
Partai X: Amanah Negara Adalah Amanah Kemanusiaan
Anggota Majelis Tinggi Partai X sekaligus Direktur X Institute, Prayogi R. Saputra, menegaskan bahwa uang publik bukan untuk disimpan, melainkan untuk menggerakkan ekonomi rakyat.
“Pejabat dapat fee, rakyat tetap lapar itu pengkhianatan terhadap amanah konstitusi dan moral,” ujarnya.
Menurut Prayogi, negara wajib melindungi, melayani, dan mengatur rakyat, bukan menimbun kekayaan di bank. “Kalau uang daerah mengendap, sawah kering, pasar sepi, dan dapur rakyat dingin. Amanah pejabat itu adalah perut rakyat,” tegasnya.
Prinsip Islam dan Partai X: Harta Harus Bergerak untuk Kemaslahatan
Dalam prinsip ekonomi Islam, harta yang berhenti adalah sumber kerusakan sosial. Allah menegaskan dalam Al-Hasyr ayat 7:
“Agar harta itu jangan hanya beredar di antara orang-orang kaya saja di antara kamu.”
Partai X berpandangan sama: keadilan fiskal sejati terwujud ketika uang rakyat berputar untuk rakyat bukan hanya memperkaya segelintir pejabat atau bank pemerintah.
Solusi Partai X: Gerakkan Uang, Hidupkan Rakyat
Sebagai langkah nyata, Partai X mengajukan strategi berbasis prinsip keadilan sosial dan nilai Islam:
- Larangan deposito daerah tanpa proyek produktif setiap dana publik wajib memberi manfaat langsung kepada rakyat.
- Audit publik terbuka atas dana parkir daerah agar tak jadi lahan rente pejabat.
- Insentif fiskal bagi daerah yang menyalurkan dana ke UMKM, pertanian, dan koperasi rakyat.
- Pembentukan Dana Gerak Rakyat Nasional (DGRN) untuk menyalurkan dana idle ke sektor produktif berbasis komunitas.
- Pengawasan moral dan hukum terhadap pejabat pengelola keuangan publik.
Penutup: Kekayaan Negeri Tak Bermakna Jika Rakyat Lapar
Partai X menegaskan, kekayaan negara bukan diukur dari saldo deposito, tetapi dari kesejahteraan rakyat. “Negara boleh kaya di neraca, tapi kalau rakyat lapar, itu tanda kebangkrutan moral,” pungkas Prayogi.
Sebagaimana pesan Rasulullah ﷺ:
“Sebaik-baik manusia adalah yang paling bermanfaat bagi manusia lain.” (HR. Ahmad)
Karena itu, uang publik harus kembali pada hakikatnya: menjadi berkah bagi rakyat, bukan bunga bagi pejabat.