Sanksi Sahroni, Islam Ingatkan: Amanah Jabatan Harus Dijaga dari Kepentingan Dunia!

muslimX
By muslimX
4 Min Read

muslimx.id — Kasus sanksi yang dijatuhkan kepada anggota DPR Ahmad Sahroni oleh Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) kembali menyoroti pentingnya integritas pejabat publik dalam menjaga amanah rakyat. Meski partainya, NasDem, belum melakukan pergantian antarwaktu (PAW), Islam mengingatkan bahwa jabatan bukanlah hak pribadi, melainkan amanah yang kelak akan dimintai pertanggungjawaban di hadapan Allah SWT.

Jabatan Adalah Amanah, Bukan Milik

Islam menegaskan bahwa setiap bentuk kekuasaan, baik pemerintahan, sosial, maupun ekonomi, adalah titipan yang harus dijaga dengan penuh tanggung jawab. Allah SWT berfirman:

“Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya dan (menyuruh kamu) apabila menetapkan hukum di antara manusia supaya kamu menetapkan dengan adil.” (QS. An-Nisa: 58)

Ayat ini menegaskan bahwa jabatan adalah amanah yang harus dijalankan dengan keadilan dan ketulusan, bukan untuk kepentingan pribadi atau kelompok. Seorang pejabat yang lalai menjalankan amanahnya, sejatinya telah mengkhianati kepercayaan rakyat sekaligus melanggar perintah Allah.

Nabi Muhammad SAW juga memberikan peringatan keras tentang beratnya tanggung jawab jabatan:

“Sesungguhnya jabatan itu adalah amanah, dan pada hari kiamat akan menjadi kehinaan dan penyesalan, kecuali bagi orang yang menunaikannya dengan hak dan menunaikan kewajibannya.” (HR. Muslim)

Hadis ini menggambarkan bahwa jabatan bukan kemuliaan, tetapi ujian besar yang akan menjerumuskan orang yang menyalahgunakannya.

Amanah Publik Tidak Boleh Dikorbankan untuk Citra

Dalam konteks wakil rakyat, kursi parlemen bukanlah milik pribadi anggota atau partai, melainkan milik rakyat yang diwakilinya. Menunda pergantian antarwaktu (PAW) bagi anggota yang disanksi berarti membiarkan sebagian rakyat kehilangan suaranya di lembaga perwakilan.

Islam melarang keras penelantaran amanah publik. Rasulullah SAW bersabda:

“Apabila amanah disia-siakan, maka tunggulah kehancuran.” Seseorang bertanya: ‘Bagaimana menyia-nyiakan amanah itu, wahai Rasulullah?’ Beliau menjawab: ‘Apabila suatu urusan diserahkan kepada yang bukan ahlinya, makatunggulah kehancurannya.’ (HR. Bukhari)

Hadis ini menegaskan bahwa pemimpin atau pejabat yang tidak menjalankan amanahnya akan membawa kerusakan bagi masyarakat. Jabatan publik bukan alat pencitraan partai, tetapi sarana untuk menunaikan kewajiban terhadap rakyat dan negara.

Dunia Hanya Sementara, Amanah Akan Diadili

Islam mengingatkan bahwa jabatan dan kekuasaan hanyalah ujian duniawi yang sifatnya sementara. Sementara itu, pertanggungjawaban terhadap amanah akan kekal di akhirat.

“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengkhianati Allah dan Rasul (Muhammad) dan (janganlah) kamu mengkhianati amanat-amanat yang dipercayakan kepadamu, sedang kamu mengetahui.” (QS. Al-Anfal: 27)

Ayat ini menegaskan bahwa pengkhianatan terhadap amanah publik sama beratnya dengan mengkhianati Allah dan Rasul-Nya. Karena itu, setiap pejabat publik harus berhati-hati agar tidak terjebak dalam kepentingan dunia yang menodai tanggung jawabnya terhadap rakyat.

Kepemimpinan dalam Islam: Pelayanan, Bukan Kekuasaan

Dalam Islam, pemimpin bukan penguasa yang diistimewakan, melainkan pelayan yang bertanggung jawab atas kesejahteraan rakyatnya. Rasulullah SAW bersabda:

“Setiap kalian adalah pemimpin, dan setiap kalian akan dimintai pertanggungjawaban atas yang dipimpinnya.”
(HR. Bukhari dan Muslim)

Hadis ini menegaskan bahwa seorang wakil rakyat, pejabat, atau pemimpin akan ditanya bukan tentang berapa lama ia menjabat, tetapi seberapa besar ia menunaikan hak-hak orang yang diwakilinya.

Penutup: Amanah Lebih Berat dari Kursi Kekuasaan

Islam tidak melarang seseorang menjadi pejabat, tetapi mengingatkan bahwa jabatan adalah tanggung jawab yang sangat besar. Amanah publik bukan sekadar formalitas kekuasaan, tetapi janji spiritual antara manusia dan Tuhannya.

“Jangan biarkan kursi mengalahkan nurani. Karena jabatan bisa lepas, tapi dosa karena amanah yang dikhianati akan kekal.”

Maka, siapapun yang memegang jabatan baik di legislatif, eksekutif, maupun partai harus mengingat bahwa kekuasaan hanyalah titipan sementara. Di hadapan Allah, tidak ada yang lebih mulia kecuali mereka yang menjaga amanah dengan adil, jujur, dan tulus untuk rakyat.

Share This Article