Guru Dipecat, Islam Ingatkan: Negara Harus Aksi, Jangan Biarkan Korban Terlantar

muslimX
By muslimX
4 Min Read

muslimx.id — Pemecatan dua guru SMA Negeri 1 Luwu Utara, Rasnal dan Abdul Muis, memicu gelombang kritik dari masyarakat. Keduanya diberhentikan tidak hormat karena membantu rekan-rekan guru honorer yang belum menerima gaji berbulan-bulan.

Mereka menarik iuran Rp 20 ribu dari sesama guru untuk membantu rekan yang kesulitan. Namun, tindakan solidaritas itu justru dianggap pelanggaran oleh pihak birokrasi pendidikan.
Wakil Ketua Komisi X DPR RI, Lalu Hadrian Irfani, menilai keputusan tersebut sebagai bentuk hilangnya empati negara.

“Guru honorer dibiarkan tanpa gaji, tapi malah dihukum karena membantu? Negara seharusnya introspeksi, bukan menghukum kemanusiaan,” ujarnya, Rabu (12/11/2025).

Islam: Keadilan Harus Disertai Nurani

Dalam Islam, keadilan tidak bisa dijalankan tanpa hati nurani. Setiap pemimpin memiliki tanggung jawab besar untuk melindungi rakyat yang berada dalam kesulitan. Allah berfirman:

“Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya, dan (menyuruh kamu) apabila menetapkan hukum di antara manusia supaya kamu menetapkannya dengan adil.” (QS. An-Nisa: 58)

Ayat ini menegaskan bahwa keputusan negara harus menegakkan keadilan dan kemanusiaan sekaligus. Guru yang berjuang membantu sesama tidak pantas dihukum justru harus dihargai sebagai teladan akhlak sosial.

Rasulullah ﷺ juga bersabda:

“Tidak beriman salah seorang di antara kalian hingga ia mencintai saudaranya sebagaimana ia mencintai dirinya sendiri.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Tindakan dua guru itu, dalam pandangan Islam, adalah wujud nyata dari ajaran kasih sayang dan solidaritas antarsesama bukan pelanggaran.

Negara Wajib Hadir, Bukan Membiarkan

Islam menempatkan pemimpin sebagai penanggung jawab kesejahteraan rakyat. Rasulullah ﷺ bersabda:

“Imam (pemimpin) adalah pengurus rakyat, dan ia akan dimintai pertanggungjawaban atas rakyat yang dipimpinnya.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Artinya, negara tidak boleh membiarkan guru yang teraniaya oleh sistem birokrasi. Jika aparatur hanya berlindung di balik aturan tanpa mempertimbangkan keadilan substantif, maka negara kehilangan jiwanya sebagai pelindung umat.

Dalam konteks ini, Islam menolak sikap pembiaran terhadap penderitaan. Allah memperingatkan:

“Dan janganlah kamu berpaling dari orang-orang yang memohon pertolongan, karena sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong lagi membanggakan diri.” (QS. Luqman: 18)

Negara yang membiarkan guru berjuang sendiri tanpa dukungan berarti telah berpaling dari amanat rakyat.

Guru: Penjaga Akal dan Nurani Bangsa

Guru dalam Islam menempati posisi mulia. Mereka adalah penerus warisan ilmu para nabi. Rasulullah ﷺ bersabda:

“Sesungguhnya para ulama (pengajar ilmu) adalah pewaris para nabi.” (HR. Abu Dawud)

Karena itu, memperlakukan guru dengan tidak adil sama halnya dengan mencederai sumber moral dan intelektual bangsa. Mereka bukan sekadar pegawai, tapi penjaga peradaban dan pembangun akal sehat umat.

Aksi, Bukan Pembiaran

Kasus pemecatan guru di Luwu Utara menjadi pengingat bahwa negara tidak boleh hanya bersembunyi di balik regulasi. Islam menuntut tindakan nyata untuk menegakkan keadilan.

“Tolong-menolonglah kamu dalam kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam dosa dan permusuhan.” (QS. Al-Ma’idah: 2)

Menolong guru yang terzalimi adalah bagian dari amar ma’ruf nahi munkar menyeru kepada kebaikan dan menolak kezaliman. Negara wajib memulihkan martabat mereka dan memastikan kebijakan pendidikan berpihak pada keadilan sosial.

Penutup: Keadilan Adalah Iman yang Hidup

Islam menegaskan bahwa keadilan bukan sekadar konsep, tapi napas dari iman yang hidup. Negara yang membiarkan orang baik dihukum sedang kehilangan keberkahan.

Guru yang menolong rekan sejawat seharusnya diberi penghargaan, bukan pemecatan. Sebab sebagaimana firman Allah:

“Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah nasib suatu kaum sampai mereka mengubah apa yang ada pada diri mereka sendiri.” (QS. Ar-Ra’d: 11)

Negara harus berani berubah dari birokrasi yang dingin menjadi pemerintahan yang berjiwa. Karena membela guru bukan sekadar kebijakan, tapi ibadah sosial yang menjaga masa depan bangsa.

Share This Article