muslimx.id — Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) RI menegaskan bahwa penggunaan meme dan teknologi kecerdasan buatan (AI) dalam kampanye perlu diawasi secara serius. Ketua Bawaslu RI Rahmat Bagja menyatakan bahwa tren ini sudah muncul sejak Pemilu 2024 dan diperkirakan meningkat di pemilu mendatang.
“AI-nya sudah mulai ada. Kami berharap akan memulai proses pengawasan terhadap penggunaan AI dalam kampanye ke depan,” kata Bagja di Jakarta.
Menurutnya kampanye digital berbasis meme dan AI harus memiliki payung hukum, tanpa regulasi, penegakan hukum terhadap kampanye digital sulit dilakukan. Revisi UU Pemilu harus mencakup aturan tegas penggunaan AI.
Hal ini sejalan dengan Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) No. 166/PUU-XXI/2023 yang melarang manipulasi foto atau citra diri kandidat secara berlebihan menggunakan teknologi AI. MK menegaskan bahwa citra diri peserta pemilu harus asli, terbaru, dan tidak menyesatkan publik.
Partai X: Etika Digital Adalah Benteng Terakhir Demokrasi
Menanggapi hal tersebut, Anggota Majelis Tinggi Partai X sekaligus Direktur X Institute, Prayogi R. Saputra, menegaskan bahwa kemajuan teknologi tidak boleh menghilangkan moralitas kekuasaan.
“Tugas negara itu tiga melindungi rakyat, melayani rakyat, dan mengatur rakyat. Dalam konteks digital, negara wajib menjaga ruang publik dari manipulasi,” tegas Prayogi.
Partai X menilai AI dan meme tanpa etika bisa menjadi alat propaganda berbahaya. Masyarakat mudah terkecoh oleh visual manipulatif yang tampak realistis. Teknologi tanpa moral akan melahirkan “kebohongan massal”. Demokrasi harus dibebaskan dari pencitraan palsu dan manipulasi kesadaran rakyat
Partai X menegaskan bahwa AI seharusnya digunakan untuk edukasi, bukan untuk memperdaya pemilih.
Pandangan Islam: Keadilan, Kejujuran, dan Etika adalah Pilar Ruang Digital
Islam tegas memerintahkan agar informasi disampaikan dengan jujur, adil, dan tidak merusak kesadaran publik.
Allah berfirman:
“Janganlah kamu campur adukkan yang benar dengan yang batil dan kamu sembunyikan kebenaran itu.” (QS. Al-Baqarah: 42)
Manipulasi digital baik foto AI, meme menyesatkan, maupun rekayasa citra pemerintahan masuk dalam kategori kebohongan publik.
Rasulullah SAW bersabda:
“Cukuplah seseorang dianggap berdusta jika ia menyebarkan segala sesuatu yang ia dengar.” (HR. Muslim)
Dalam era digital, hadits ini memperingatkan bahwa sharing tanpa verifikasi adalah dosa moral, apalagi jika dilakukan secara sistematis dalam kampanye. Islam menegaskan bahwa kepemimpinan harus dibangun atas kejujuran, transparansi, dan integritas moral. Pemimpin yang menggunakan teknologi untuk menipu rakyat telah melanggar prinsip amanah yang dijunjung Islam.
Solusi Partai X: Regulasi Tegas dan Revolusi Etika Digital Nasional
Partai X menawarkan strategi nasional yang mencakup aspek hukum, moral, dan edukasi:
- Pembentukan regulasi AI nasional yang mengatur penggunaan teknologi dalam kampanye dan ruang publik.
- Audit etika digital bagi setiap peserta pemilu yang memakai konten kampanye berbasis AI.
- Integrasi literasi digital dan moral dalam kurikulum pendidikan nasional.
- Pembentukan Dewan Etika Digital Nasional, melibatkan akademisi, masyarakat sipil, dan tokoh agama.
- Penindakan tegas terhadap platform digital yang membiarkan judi online, hoaks, dan manipulasi visual.
Penutup: Demokrasi Rusak Bila Etika Digital Dibiarkan Mati
Kampanye berbasis AI bukanlah masalah teknis semata, tetapi masalah moral. Islam mengingatkan bahwa kebohongan digital adalah bentuk kezaliman, manipulasi citra pemimpin adalah pengkhianatan amanah.
“Demokrasi digital harus berjiwa manusia, bukan berlogika algoritma. Jika etika hilang, kedaulatan rakyat akan lenyap,” tegas Prayogi.
Demokrasi hanya akan sehat jika teknologi dipandu oleh akhlak. Tanpa etika digital, ruang publik menjadi bising, rakyat tersesat, dan kebenaran dikalahkan oleh rekayasa visual.
Islam mengingatkan kedaulatan rakyat hanya lahir dari kejujuran, bukan dari tipuan algoritma.