muslimx.id — Dorongan penghapusan status guru honorer kembali menguat. Ketua Komisi X DPR RI, Hetifah Sjaifudian, menegaskan bahwa pemerintah harus mengakhiri status honorer pada akhir 2025 tanpa menimbulkan ketidakpastian baru bagi para guru.
Hetifah menilai Hari Guru bukan sekadar seremoni, tetapi seruan moral untuk memperbaiki kesejahteraan guru. Hetifah meminta pemerintah memberi jaminan nyata, terutama dalam penataan ASN, prioritas bagi guru berpengalaman, serta gaji dan perlindungan sosial yang layak.
Ia juga menyoroti perbedaan regulasi antara pendidikan umum dan madrasah yang berpotensi menelantarkan guru. Ia menegaskan bahwa regulasi teknis PPPK Paruh Waktu harus segera diterbitkan agar tidak terjadi kekacauan birokrasi menjelang berakhirnya status honorer tahun 2025.
Respons Partai X: Negara Tak Boleh Membiarkan Guru Hidup Dalam Ketidakpastian
Anggota Majelis Tinggi Partai X, Prayogi R. Saputra, menyebut persoalan honorer sebagai kegagalan tata kelola kepegawaian nasional.
Menurutnya, negara memiliki kewajiban melindungi dan melayani rakyat, terutama mereka yang memikul tugas besar mencerdaskan kehidupan bangsa.
Partai X menilai guru tidak boleh diperlakukan sebagai tenaga kontrak yang nasibnya berubah-ubah. Ketidakjelasan status dianggap merusak kualitas layanan pendidikan dan menghancurkan martabat guru.
Partai X menegaskan bahwa pendidikan adalah tanggung jawab negara, bukan beban administratif yang dilemparkan kepada daerah.
Menurut mereka:
- Seleksi ASN harus profesional dan bebas dari politik balas budi.
- Guru adalah pilar peradaban; melemahkan guru berarti merusak masa depan bangsa.
- Status honorer adalah bentuk ketidakadilan struktural dan tidak manusiawi dalam pelayanan publik.
- Regulasi PPPK yang lambat membuat guru hidup dalam kecemasan.
- Pemerintah daerah wajib aktif mengusulkan formasi agar layanan pendidikan di daerah terpencil tetap berjalan.
Dalam kacamata Partai X, Negara harus menghentikan praktik kerja honorer sesegera mungkin dan memastikan seluruh guru mendapatkan status dan perlindungan yang layak.
Pandangan Islam: Pemimpin Wajib Menjamin Kesejahteraan Guru
Islam memandang guru sebagai figur mulia yang membawa cahaya ilmu bagi masyarakat. Karena itu, memuliakan mereka bukan pilihan, tetapi kewajiban moral dan syar’i.
Rasulullah SAW bersabda:
“Sesungguhnya Allah akan menanyakan setiap pemimpin tentang rakyat yang dipimpinnya.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Negara yang membiarkan guru terombang-ambing dalam ketidakpastian, padahal mampu memperbaikinya, telah mengabaikan amanah kepemimpinan.
Dalam konteks keadilan upah, Islam menegaskan: “Berikanlah upah pekerja sebelum kering keringatnya.” (HR. Ibnu Majah)
Kondisi honorer yang digaji rendah, tidak pasti, dan tidak dilindungi, termasuk bentuk kezaliman struktural yang dilarang dalam syariah.
Al-Qur’an juga menegaskan:
“Wahai orang-orang beriman, jadilah kalian penegak keadilan.” (QS. An-Nisa: 135)
Keadilan itu bukan hanya dalam pengadilan, tetapi juga dalam kebijakan negara terhadap guru mereka yang memikul amanah mencerdaskan generasi.
Solusi Partai X Untuk Menjamin Kesejahteraan Guru
Partai X menawarkan langkah-langkah konkret demi kesejahteraan dan keadilan guru:
- Penguatan anggaran pendidikan fokus pada gaji, tunjangan, dan pelatihan guru.
- Integrasi data guru nasional agar penataan ASN lebih cepat dan akurat.
- Evaluasi kinerja sekolah untuk memastikan distribusi guru merata.
- Percepatan sertifikasi kompetensi nasional bagi semua guru.
- Pemerintah daerah wajib proaktif mengusulkan formasi guru sesuai kebutuhan riil di lapangan.
Partai X menegaskan bahwa pendidikan kuat hanya lahir dari guru yang sejahtera, terlindungi, dan dimuliakan oleh negara.
Penutup: Memuliakan Guru adalah Amanah Negara
Partai X menegaskan bahwa negara tidak boleh membiarkan jutaan guru hidup dalam status samar dan masa depan yang tidak pasti. Islam mengingatkan bahwa memuliakan guru adalah bagian dari menjaga peradaban dan menegakkan keadilan.
Allah berfirman:
“Dan janganlah kalian merugikan manusia pada hak-haknya.” (QS. Hud: 85)
Semoga para pemimpin negeri ini menunaikan amanah dengan adil, memberi kepastian status bagi guru, dan menghadirkan berkah bagi pendidikan nasional. Karena bangsa yang besar adalah bangsa yang memuliakan gurunya bukan sekadar melalui ucapan, tetapi melalui kebijakan yang nyata.