Hakim Suap Divonis, Islam Tekankan Reformasi Hukum Tanpa Tebang Pilih!

muslimX
By muslimX
4 Min Read

muslimx.id — Vonis 11 tahun penjara dijatuhkan kepada tiga hakim nonaktif Djuyamto, Agam Syarif Baharudin, dan Ali Muhtarom yang terbukti menerima suap dalam perkara korporasi CPO. Majelis hakim menilai perbuatan mereka bukan hanya tindak pidana, tetapi juga pengkhianatan terhadap kehormatan lembaga peradilan.

Djuyamto terbukti menerima sekitar Rp9,2 miliar, sementara Agam dan Ali masing-masing menerima Rp6,4 miliar. Majelis hakim menyebut tindakan ini sebagai “keserakahan yang merusak marwah peradilan.”

Sikap Partai X: Pengkhianatan Amanah Publik Harus Dibersihkan Total

Anggota Majelis Tinggi Partai X, Prayogi R Saputra, menegaskan bahwa kekuasaan di ruang peradilan adalah amanah yang tidak boleh diperdagangkan.

Ia menekankan bahwa negara memiliki tiga tugas suci kepada rakyat: melindungi, melayani, dan mengatur dengan adil. Jika pengadilan justru menjadi pelaku ketidakadilan, maka negara sedang kehilangan fondasi moralnya.

Prayogi menegaskan bahwa praktik suap di peradilan adalah bentuk pengkhianatan terhadap amanah rakyat dan amanah Allah.

“Wahai orang-orang yang beriman! Jadilah kalian penegak keadilan karena Allah…” (QS. An-Nisa: 135)

Ayat ini, menurutnya, menegaskan bahwa hukum harus ditegakkan tanpa tebang pilih—baik terhadap rakyat maupun pejabat tinggi.

Islam Mengingatkan: Keadilan Tidak Boleh Diperdagangkan

Partai X menilai bahwa kasus ini menunjukkan perlunya penyucian total di sektor peradilan. Prayogi mengingatkan sabda Nabi:

“Sesungguhnya yang membinasakan umat sebelum kalian adalah, bila orang terpandang mencuri mereka biarkan, dan bila orang lemah mencuri mereka hukum.” (HR. Bukhari & Muslim)

Hadis ini menjadi peringatan bahwa negara yang membiarkan hukum tebang pilih akan runtuh secara moral dan sosial.

Partai X menegaskan bahwa penyalahgunaan kekuasaan oleh hakim adalah bentuk kerusakan moral yang mengancam masa depan keadilan rakyat.

Analisis Partai X: Krisis Integritas Harus Ditangani Sistemik

Kasus ini menurut Partai X bukan hanya soal tiga orang hakim, tetapi menunjukkan adanya:

  • Jaringan suap terstruktur di sekitar proses peradilan.
  • Lemahnya pengawasan terhadap hakim dan proses putusan.
  • Krisis kepercayaan publik terhadap sistem hukum.

Prayogi menyatakan reformasi lembaga peradilan harus dilakukan menyeluruh, termasuk membuka semua celah yang memungkinkan terjadinya transaksi gelap.

Solusi Partai X: Reformasi Hukum Berbasis Integritas dan Transparansi

Partai X mengajukan lima agenda strategis untuk memperbaiki hukum nasional:

  1. Membangun sistem pengawasan peradilan yang independen, berwenang penuh, dan bebas intervensi.
  2. Membentuk unit etik nasional untuk memastikan integritas aparat hukum terjaga.
  3. Digitalisasi proses peradilan, termasuk pengawasan putusan dan alur sidang.
  4. Pendidikan moral kebangsaan dan etika publik bagi seluruh aparat penegak hukum.
  5. Perlindungan maksimal bagi whistleblower, agar keberanian publik melaporkan suap tidak dibalas intimidasi.

Prayogi menegaskan bahwa reformasi hukum harus kembali pada prinsip dasar bahwa rakyat adalah pemilik kedaulatan.

Penutup: Reformasi Hukum Wajib Berjalan Demi Keadilan Rakyat

Partai X menegaskan bahwa vonis terhadap tiga hakim ini harus menjadi momentum besar bagi pembenahan menyeluruh. Negara tidak boleh membiarkan hukum menjadi alat transaksi.

Islam telah mengingatkan:

“Sesungguhnya Allah memerintahkan kalian menunaikan amanah kepada yang berhak, dan apabila menetapkan hukum, hendaklah kalian menetapkan secara adil.” (QS. An-Nisa: 58)

Reformasi hukum, tegas Prayogi, bukan pilihan melainkan kewajiban moral negara. Keadilan harus kembali kepada rakyat, berdiri tegak tanpa tebang pilih.

Share This Article