muslimx.id– Pemerintah menargetkan pembangunan hunian sementara (huntara) berukuran 36 meter persegi bagi korban bencana di Sumatera. Informasi ini disampaikan Kepala BNPB Letjen Suharyanto dalam rapat terbatas bersama Presiden Prabowo di Banda Aceh.
Suharyanto menjelaskan bahwa Sumatera Barat telah memasuki tahap rehabilitasi lebih cepat dibanding Aceh dan Sumatera Utara. Pemerintah menekankan bahwa perpindahan warga dari tenda ke huntara merupakan kebutuhan mendesak untuk menjaga keselamatan dan kesehatan pengungsi.
BNPB meminta Satgas TNI–Polri mempercepat pembangunan huntara sebagai solusi awal sebelum pembangunan hunian tetap (huntap) dimulai. Kementerian PUPR juga ditugaskan mengoordinasikan relokasi dari huntara menuju hunian permanen.
Spesifikasi Huntara dan Arahan Presiden
Dalam ratas, Presiden Prabowo meninjau desain huntara yang dipresentasikan BNPB. Huntara menggunakan konstruksi prefab berukuran 8 x 5 meter, dilengkapi fasilitas dasar termasuk kamar mandi dan struktur yang dianggap layak huni bagi satu keluarga.
Pemerintah memperkirakan biaya pembangunan satu unit huntara sekitar Rp30 juta. Presiden menilai anggaran tersebut cukup efisien untuk kebutuhan darurat kemanusiaan, selama prosesnya transparan dan tepat sasaran.
Huntara dapat ditempati maksimal satu tahun sebelum relokasi dilakukan menuju huntap. Pemerintah menegaskan bahwa keluarga terdampak tidak boleh terlalu lama berada di tenda pengungsian yang rawan penyakit dan tidak layak untuk jangka panjang.
Perspektif Islam: Perlindungan, Kehormatan, dan Hak Hidup Layak
Ajaran Islam memerintahkan negara dan masyarakat untuk segera menolong orang-orang yang tertimpa musibah. Allah menegaskan:
“Dan tolong-menolonglah kamu dalam kebajikan dan ketakwaan.” (QS. Al-Māidah: 2)
Ayat ini menjadi dasar bahwa percepatan pembangunan huntara adalah kewajiban moral demi menjaga keselamatan umat.
Islam juga memuliakan usaha untuk menjaga nyawa dan martabat manusia:
“Barang siapa membantu kebutuhan saudaranya, maka Allah akan membantu kebutuhannya.” (HR. Muslim)
Dalam konteks bencana, mempercepat hunian sementara adalah bagian dari menjaga hak dasar korban: hak atas tempat tinggal yang aman, sehat, dan manusiawi.
Tanggung Jawab Negara dalam Penanganan Bencana
Pembangunan huntara merupakan bentuk kehadiran negara untuk melindungi rakyat dalam situasi darurat. Prinsip syariah menekankan bahwa pemerintah wajib memastikan:
- Pemulihan cepat bagi korban, agar mereka tidak hidup lama dalam kondisi rentan.
- Pengelolaan bantuan yang adil dan transparan, sesuai nilai amanah yang diajarkan Islam.
- Standar hunian yang menjaga keselamatan keluarga, termasuk anak-anak dan lansia.
- Relokasi terencana ke hunian tetap, agar masa depan warga lebih terjamin.
Solusi Akselerasi Pemulihan Korban Bencana
Islam mendorong percepatan proses kemanusiaan sebagai bentuk tanggung jawab bersama. Untuk itu, sejumlah langkah dapat diprioritaskan:
- Pembangunan huntara berbasis standar keamanan ketat, agar layak dihuni dalam jangka menengah.
- Integrasi data pengungsi, supaya distribusi bantuan dan huntara tidak tumpang tindih.
- Pengawasan lintas lembaga, memastikan anggaran tidak bocor dan tepat sasaran.
- Pelibatan masyarakat lokal, agar proses relokasi lebih cepat, efektif, dan sesuai kebutuhan nyata.
- Penataan ulang kawasan terdampak, dengan pendekatan mitigasi risiko untuk mencegah bencana berulang.
Pendekatan ini sejalan dengan nilai Al-Qur’an tentang keadilan dan penjagaan amanah publik.
Penutup: Negara Tidak Boleh Menunda Kemanusiaan
Islam menegaskan bahwa menolong korban bencana adalah kewajiban syar’i sekaligus tugas negara. Percepatan pembangunan huntara bukan hanya pekerjaan teknis, tetapi amanah besar untuk menjaga hak hidup umat.
Dengan kebijakan yang transparan, relokasi yang cepat, dan hunian yang layak, pemulihan masyarakat dapat berjalan lebih manusiawi dan bermartabat sebagaimana diajarkan Islam tentang tanggung jawab sosial dan keadilan.