muslimx.id — Hutan diratakan, bukit dipotong untuk izin tambang dan PLTA, dan izin industri diberikan tanpa takut kepada amanah. Bencana yang datang bukan sekadar hujan deras tetapi buah dari ketidakadilan kebijakan.
Ketika banjir bandang di Sumatra merenggut ratusan nyawa, rumah hanyut, dan desa-desa hilang tersapu arus, banyak pejabat kembali melempar alasan: “Ini karena cuaca ekstrem.” Namun Islam mengajarkan untuk melihat lebih jernih. Bencana bukan sekadar takdir, melainkan bisa menjadi peringatan atas kelalaian manusia. Allah telah mengingatkan sejak 14 abad lalu:
“Telah tampak kerusakan di darat dan di laut karena ulah tangan manusia.” (QS Ar-Rum: 41)
Bencana Ini Bukan Takdir, Tetapi Akibat Fasad yang Dibiarkan
Arus deras yang membawa batu, lumpur, dan kayu gelondongan adalah bukti bahwa kerusakan terjadi di hulu. Islam menegaskan: kerusakan yang dihasilkan oleh kebijakan manusia bukan takdir yang harus diterima.
Allah berfirman:
“Dan janganlah kalian membuat kerusakan di bumi setelah (Allah) memperbaikinya.” (QS Al-A’raf: 56)
Ketika bukit-bukit dipotong, lereng diganggu, dan kawasan lindung berubah menjadi konsesi industri, maka kerusakan menjadi konsekuensi yang tak terhindarkan. Dalam perspektif Islam, ini adalah fasad sebuah bentuk pelanggaran amanah.
Nyawa Lebih Utama dari Izin: Prinsip Maqashid Syariah yang Dilanggar
Data menunjukkan lebih dari 600 nyawa melayang, ratusan hilang, dan ratusan ribu warga mengungsi. Namun negara tetap menahan diri menetapkan Status Bencana Nasional, dengan alasan “daerah masih mampu.”
Padahal Islam menjadikan hifzun-nafs (menjaga jiwa manusia) sebagai tujuan utama syariat.
“Barang siapa membunuh satu jiwa tanpa alasan yang benar, maka seakan-akan ia membunuh seluruh manusia.” (QS Al-Ma’idah: 32)
Dan Rasulullah ﷺ bersabda:
“Setiap kalian adalah pemimpin, dan akan dimintai pertanggungjawaban atas yang dipimpinnya.” (HR. Bukhari & Muslim)
Ketika negara mengutamakan izin tambang daripada keselamatan rakyat, maka itu bukan sekadar kesalahan administratif tetapi khianat amanah dalam pandangan Islam.
Di beberapa wilayah Tapanuli, rakyat terpaksa menjarah makanan demi bertahan hidup. Sementara itu, narasi pejabat tetap satu: jangan sentuh kepentingan industri. Seolah: rumah yang hanyut bisa dihitung, desa yang hilang bisa diganti, tetapi izin tambang? Suci dan tidak boleh dipersoalkan.
Islam menegaskan bahwa satu jiwa lebih berharga daripada seluruh dunia, sementara izin hanyalah selembar kertas.
Rasulullah ﷺ menegur keras pemimpin yang tidak berpihak pada rakyat:
“Siapa yang tidak memperhatikan urusan kaum Muslimin, maka ia bukan bagian dari mereka.”
Rinto Setiyawan, Anggota Majelis Tinggi Partai X, mengingatkan:
“Jika izin perusahaan lebih dijaga daripada keselamatan rakyat, negara telah menyia-nyiakan amanah Allah.”
Dalam Islam, pemimpin wajib menjamin keselamatan rakyat sebelum kepentingan apa pun, termasuk investasi. Bukankah Nabi ﷺ menolak pembangunan yang berpotensi membahayakan masyarakat, meski tampak bermanfaat secara ekonomi?
Solusi: Mengutamakan Keadilan dan Menjaga Bumi
Partai X menawarkan solusi yang sejalan dengan nilai-nilai Islam, yaitu menjadikan keselamatan manusia sebagai prioritas:
- Audit total izin tambang di hulu DAS (jihad menghadapi fasad)
- Moratorium izin industri di zona rawan bencana
- Penetapan otomatis Status Bencana Nasional
- Transparansi publik (hisbah modern)
- Rehabilitasi ekologis sebagai ibadah dan amanah menjaga bumi
- Penegakan hukum terhadap perusahaan dan pejabat (ta’zir bagi perusak bumi)
Penutup: Menjaga Alam Adalah Bagian Dari Iman
Banjir Sumatra bukan tragedi alam semata, tetapi cermin dari amanah yang diabaikan. Islam menegaskan bahwa bumi adalah titipan Allah. Merusaknya adalah bentuk pengkhianatan spiritual.
Selama izin industri lebih diprioritaskan daripada nyawa manusia, bencana akan terus mengalir dari pegunungan sampai ke kota-kota.
Kini saatnya negara kembali pada prinsip yang dijaga Islam: melindungi jiwa, mencegah kerusakan, menegakkan amanah, dan berpihak kepada manusia, bukan pada izin yang merusak bumi.
Karena menyelamatkan manusia bukan sekadar tugas negara tetapi ibadah tertinggi dalam Islam.