Dampak Kerusakan Ekologis dan Amanah Negara dalam Pandangan Islam

muslimX
By muslimX
5 Min Read

muslimx.id— Banjir berulang, longsor, kekeringan, hingga hilangnya sumber penghidupan warga terus terjadi di berbagai wilayah Indonesia. Namun dalam banyak kebijakan pembangunan, kerusakan ekologis justru tidak pernah benar-benar menjadi pertimbangan utama. Negara sibuk menghitung nilai investasi, target proyek, dan pertumbuhan ekonomi, sementara biaya ekologis dan penderitaan rakyat diperlakukan seolah tidak pernah ada.

Pola ini menempatkan keselamatan lingkungan dan manusia sebagai variabel pinggiran, padahal dampaknya nyata dan dirasakan langsung oleh masyarakat di lapangan.

Sejumlah daerah mengalami bencana hidrometeorologi berulang dalam waktu berdekatan. Kawasan hulu yang mengalami pembukaan hutan untuk tambang, perkebunan, dan infrastruktur kini rentan banjir dan longsor. Namun setiap peristiwa kembali disebut sebagai “faktor cuaca ekstrem”, tanpa evaluasi serius terhadap perubahan bentang alam akibat kebijakan perizinan.

Akibatnya, akar persoalan tidak disentuh. Bencana diperlakukan sebagai musibah alam semata, bukan sebagai konsekuensi dari keputusan manusia dan kebijakan negara.

Ekologi yang Dipinggirkan dari Kebijakan Publik

Dalam praktiknya, analisis dampak lingkungan sering kali berhenti sebagai formalitas administratif. Kerusakan hutan, hilangnya daerah resapan air, dan pencemaran sungai jarang dijadikan alasan untuk menghentikan atau mengoreksi proyek yang telah berjalan.

Ketika ekologi tidak ditempatkan sebagai variabel utama, kebijakan publik kehilangan kemampuan melindungi kehidupan jangka panjang rakyat. Yang tersisa hanyalah pembangunan jangka pendek yang mengorbankan keselamatan masa depan.

Setiap kerusakan ekologis selalu melahirkan biaya sosial: rumah rusak, sawah gagal panen, air bersih tercemar, hingga hilangnya mata pencaharian. Namun seluruh penderitaan ini tidak pernah masuk dalam neraca kebijakan negara.

Yang dihitung hanyalah keuntungan proyek, sementara kerugian rakyat diperlakukan sebagai risiko yang harus diterima. Ketimpangan inilah yang memperdalam rasa ketidakadilan sosial.

Islam Mengingatkan: Merusak Lingkungan adalah Pengkhianatan Amanah

Dalam perspektif Islam, manusia adalah khalifah di bumi, bukan pemilik mutlak yang bebas merusak. Allah SWT berfirman:

“Dan janganlah kamu membuat kerusakan di muka bumi setelah (Allah) memperbaikinya.” (QS. Al-A’raf: 56)

Ayat ini menegaskan bahwa menjaga keseimbangan alam adalah kewajiban moral dan spiritual. Kebijakan yang mengabaikan dampak ekologis bukan sekadar kelalaian teknis, tetapi bentuk pengkhianatan terhadap amanah kekhalifahan.

Rasulullah ﷺ juga bersabda:

“Tidaklah seorang muslim menanam tanaman atau menabur benih, lalu dimakan oleh burung, manusia, atau hewan, kecuali itu menjadi sedekah baginya.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Hadits ini menunjukkan bahwa menjaga lingkungan dan sumber kehidupan adalah bagian dari ibadah sosial yang bernilai pahala. Sebaliknya, merusaknya berarti menutup jalan keberkahan bagi banyak orang.

Partai X: Negara dan Tanggung Jawab Moral Kebijakan

Anggota Majelis Tinggi Partai X, Rinto Setiyawan, menegaskan bahwa pengabaian dampak ekologis mencerminkan kegagalan negara menjalankan tugas dasarnya.

“Tugas negara itu tiga: melindungi rakyat, melayani rakyat, dan mengatur rakyat. Ketika kerusakan ekologis dibiarkan dan tidak masuk hitungan kebijakan, berarti negara gagal melindungi. Ketika rakyat menanggung dampak tanpa perlindungan, berarti negara tidak melayani. Dan ketika izin terus dikeluarkan tanpa kontrol, berarti negara salah dalam mengatur,” tegasnya.

Dalam Islam, kekuasaan bukan sekadar kewenangan, tetapi amanah yang akan dimintai pertanggungjawaban.

Solusi: Memulihkan Kebijakan Berbasis Amanah dan Keadilan

Untuk menghentikan siklus kerusakan yang terus berulang, langkah-langkah berikut perlu ditempuh:

  1. Menjadikan dampak ekologis sebagai pertimbangan utama kebijakan pembangunan
  2. Menghentikan proyek dan izin di wilayah dengan daya dukung lingkungan kritis
  3. Melakukan evaluasi kebijakan berbasis dampak nyata di lapangan
  4. Melibatkan masyarakat terdampak dalam pengambilan keputusan
  5. Menegaskan kembali peran negara sebagai pelindung kehidupan, bukan fasilitator kerusakan

Penutup: Menjaga Lingkungan adalah Menjaga Amanah Umat

Kerusakan ekologis bukan sekadar isu lingkungan, tetapi persoalan keadilan, keselamatan, dan amanah kepemimpinan. Islam mengingatkan bahwa setiap kebijakan yang berdampak pada kehidupan manusia akan dimintai pertanggungjawaban.

Allah SWT berfirman:

“Kemudian kamu pasti akan ditanya pada hari itu tentang nikmat yang kamu peroleh.” (QS. At-Takatsur: 8)

Melindungi rakyat berarti melindungi ruang hidupnya. Dan tanpa keberanian mengoreksi kebijakan yang merusak, bencana hari ini akan menjadi warisan penderitaan bagi generasi mendatang.

Share This Article