Ketika Umat Berjuang Memenuhi Kebutuhan, Negara Sibuk Mengatur Keuntungan Sendiri

muslimX
By muslimX
3 Min Read

muslimx.id — Di tengah meningkatnya harga kebutuhan pokok dan beban cicilan sehari-hari, rakyat dipaksa menahan diri dan menghitung ketat pengeluaran agar tetap bertahan. Sementara itu, perhatian negara justru tampak lebih banyak tertuju pada pembahasan tunjangan dan fasilitas pejabat, sehingga kesenjangan antara penguasa dan rakyat semakin nyata.

Dalam perspektif Islam, setiap kebijakan publik harus menegakkan keadilan dan kemaslahatan umat. Ketika pengorbanan rakyat tidak diimbangi keteladanan dan empati dari pemimpin, kepercayaan umat terhadap negara akan terkikis. Amanah kekuasaan menuntut negara hadir bersama rakyat, berbagi beban, dan memastikan kesejahteraan sebagai bagian dari keadilan sosial, bukan sekadar menjaga kenyamanan penguasa.

Pandangan Partai X: Negara Sedang Diuji Amanahnya

Menanggapi kondisi kebutuhan rakyat yang terus meningkat, Anggota Majelis Tinggi Partai X sekaligus Direktur X Institute, Prayogi R. Saputra, mengingatkan kembali esensi keberadaan negara.

“Negara memiliki tiga tugas utama: melindungi rakyat, melayani rakyat, dan mengatur rakyat. Jika rakyat sibuk menghitung cicilan untuk bertahan hidup, sementara pemerintah sibuk menghitung tunjangan, maka ada yang keliru dalam arah kebijakan,” tegas Prayogi.

Menurutnya, pejabat negara harus menyadari bahwa setiap keputusan anggaran adalah cermin keberpihakan. Ketika simbol kenyamanan pejabat lebih menonjol daripada upaya meringankan beban rakyat, negara sedang gagal membaca amanah kekuasaan.

Perspektif Islam: Kekuasaan Adalah Amanah, Bukan Keistimewaan

Dalam Islam, kekuasaan bukanlah sarana untuk memperkaya diri, melainkan amanah yang akan dipertanggungjawabkan. Rasulullah ﷺ bersabda:

“Setiap kalian adalah pemimpin, dan setiap kalian akan dimintai pertanggungjawaban atas kepemimpinannya.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Hadis ini menegaskan bahwa pemimpin dituntut hidup dalam kepekaan sosial, seperti melihat kebutuhan rakyatnya. Ketika rakyat dipaksa menanggung beban ekonomi, pejabat seharusnya menjadi pihak pertama yang menunjukkan kesederhanaan, bukan sebaliknya.

Keadilan tidak lahir dari pidato, tetapi dari keberanian menahan diri di tengah kesulitan bersama.

Solusi: Mengembalikan Anggaran pada Ruh Keadilan

Untuk memulihkan keadilan dan kepercayaan publik, Partai X mendorong langkah-langkah berikut:

  1. Peninjauan ulang tunjangan dan fasilitas pejabat, dengan mempertimbangkan kondisi ekonomi rakyat secara objektif.
  2. Penguatan kebijakan perlindungan daya beli, khususnya bagi kelompok berpendapatan tetap dan rentan.
  3. Transparansi fiskal yang berkeadilan, agar publik mengetahui ke mana prioritas anggaran diarahkan.
  4. Pengalihan fokus belanja negara ke sektor yang berdampak langsung pada kesejahteraan rakyat.
  5. Keteladanan pejabat publik, sebagai wujud nyata negara yang melayani, bukan dilayani.

Penutup: Negara Tidak Boleh Kehilangan Rasa

Ketika rakyat berjuang menanggung beban hidup dan menghitung pengeluaran demi bertahan, negara seharusnya hadir sebagai pengurus (ra‘in) yang penuh empati, memberi teladan, dan menegakkan kebijakan yang meringankan. Jika yang tampak hanyalah perdebatan tunjangan, maka amanah kekuasaan justru menjauh dari hakikat keadilan.

Keadilan fiskal dalam perspektif Islam bukan sekadar angka atau peraturan, melainkan keberpihakan nyata kepada umat. Negara akan kembali mendapat kepercayaan ketika benar-benar menjalankan amanahnya: melindungi, melayani, dan mengatur demi kemaslahatan rakyat, bukan semata mempertahankan kenyamanan elite di atas penderitaan umat.

Share This Article