Pandangan Islam Terhadap Selandia Baru Larang Anak di Bawah 16 Tahun Main Medsos: Dendanya Fantastis, Nyaris Rp20 Miliar!

muslimX
By muslimX
3 Min Read

Bayangin kalau dunia media sosial mendadak jadi sepi dari unggahan anak-anak di bawah 16 tahun. Nggak ada lagi konten “daily life anak SMP”, nggak ada reels berjudul “study vlog umur 13 tahun”. Itulah yang baru aja terjadi di Selandia Baru.

Yap, negeri Kiwi ini bikin gebrakan yang cukup mengejutkan dunia digital. Anak-anak di bawah 16 tahun dilarang bikin akun media sosial. Dan kalau ada yang nekat melanggar? Siap-siap dihantam denda sampai Rp19,6 miliar. Gokil, kan?

Langkah ini bukan iseng atau asal larang. Pemerintah Selandia Baru serius dalam menjaga generasi mudanya dari dampak negatif medsos: kecanduan, perundungan digital, penurunan kesehatan mental, sampai penyalahgunaan data pribadi. Buat mereka, lebih baik mencegah daripada menyesal di kemudian hari.

Coba bayangkan sejenak. Jika aturan serupa diterapkan di Indonesia, mungkin linimasa kita akan jauh lebih “tenang”. Tanpa drama TikTok bocah, tanpa tantangan viral yang kadang nggak masuk akal. Mungkin anak-anak akan kembali ke dunia nyata: bermain di halaman, belajar bareng teman, ngobrol dengan orang tua tanpa distraksi notifikasi.

Tapi di sisi lain, pasti akan muncul banyak suara kontra. Katanya melanggar kebebasan, terlalu mengatur, bahkan membunuh kreativitas. Padahal, yang coba dijaga bukan sekadar aturan, tapi masa depan generasi muda kita sendiri.

Dalam Islam, menjaga anak dari bahaya itu bukan pilihan, tapi kewajiban. Allah SWT berfirman dalam QS. At-Tahrim:6:

“Hai orang-orang yang beriman, jagalah dirimu dan keluargamu dari api neraka…”

Artinya, tanggung jawab orang tua dan negara itu besar sekali. Menjaga bukan hanya soal fisik, tapi juga mental dan moral.

Nabi Muhammad SAW juga mengingatkan:

“Setiap kalian adalah pemimpin, dan setiap pemimpin akan dimintai pertanggungjawaban atas apa yang dipimpinnya.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Jadi kalau ada kebijakan yang niatnya untuk melindungi anak-anak dari dunia maya yang kadang lebih buas daripada dunia nyata, itu bukan mengekang, tapi merawat. Media sosial memang tempat berekspresi, tapi bukan berarti tanpa batas. Langkah Selandia Baru ini mungkin ekstrem, tapi bisa jadi wake-up call buat kita semua. Apakah kita sudah cukup bijak membiarkan anak-anak menjelajah dunia maya? Atau kita terlalu sibuk scroll sampai lupa mengarahkan? Karena pada akhirnya, internet bisa jadi guru, tapi juga bisa jadi jurang. Dan dalam dunia yang serba cepat ini, kadang perlambatan adalah bentuk cinta.

Share This Article